Rasa - 4

33 3 0
                                    

Awalnya Ilma sedikit canggung dengan Fiki karena sedikit cuek, tapi setelah mengetahui ternyata Fiki orang yang asik dan baik Ilma pun menjadi akrab dengannya beberapa saat yang lalu.

Bahkan saat Ilma lelah Fiki tak keberatan menggendong Ilma. Ilma sedikit tak enak tapi akhirnya mau saja. Fikri hanya tersenyum tipis melihat keakraban saudaranya dan Ilma.

"Eh kesana kak." ucap Ilma di gendongan Fiki. Fiki berjalan perlahan kearah air yang Ilma lihat tadi.

Ilma turun dari gendongan Fiki dan melihat air yang begitu jernih dihadapannya sekarang. Dia melepas sendalnya dan duduk disebuah batu kemudian mencelupkan kakinya pada air sungai.

"Ahh... nyaman." ucap Ilma. Fiki duduk disamping Ilma, dia melihat wajah Ilma yang terlihat ceria saat ini. Fiki pun ikut tersenyum melihat Ilma.

"Jadi Kak Fiki baru pulang dari Australia?"

Fiki mengangguk. "Iya, gue ingin lanjut kuliah disini."

"Bukannya enak kalau kuliah disana."

"Iya sih, tapi kayaknya gue lebih tertarik buat mempelajari budaya Indonesia ditemani cewek Indonesia yang cantik." Ucapnya sambil menoleh kepada Ilma.

Ilma tertawa dan memukul pelan lengan Fiki. "Dasar modus." Fiki ikut tertawa.

"Kita foto yuk." ajak Ilma. "Sama gue?" tanya Fiki menunjuk dirinya sendiri. "Iyalah masa sama air yang mengalir." ucap Ilma terkekeh.

Mereka pun memutuskan untuk berselfie, sebagai kenang-kenangan.

"Sini kameranya, sekarang giliran lo sama Fikri gue foto." ucap Fiki mengambil kamera dari Ilma.

Ilma tiba tiba gugup, pasalnya memang sedari tadi Ilma belum foto dengan Fikri. Tapi apa Fikri mau?

"Fikri sini." panggil Fiki, Fikri pun menoleh kemudian menghampiri Fiki dan Ilma. "Kenapa?"

"Sini lo berdiri deket Ilma." ucap Fiki sambil mengarahkan Fikri untuk berdiri dekat dengan Ilma.

Fikri pun mengikuti arahan Fiki, Ilma pun sama. Karena ini permintaan Fiki katanya sebagai kenangan untuknya. Fikri berdiri disamping Ilma. Ilma tampak sedikit grogi, sedangkan Fikri tersenyum menatap Ilma yang terlihat grogi.

"Satu dua ti... ga."

Cekrek

Hasil yang pertama Ilma dan Fikri hanya berdiri berdampingan dengan senyuman di wajah mereka.

"Satu lagi." ucap Fiki.

Ilma sungguh gugup, seketika Ilma tak sengaja melihat Fikri dan tanpa diduga Fikri pun melihat padanya.

Cekrek

Hasil kedua Fikri dan Ilma tak sengaja saling pandang tapi Fiki mengabadikannya dengan sangat baik.

"Kalian keliatan cocok." ucap Fiki tersenyum melihat hasil jepretannya. Ilma tertawa hambar untuk menutupi kegugupannya.

"Udah mau gelap, mendingan kita balik." ucap Fikri dan diangguki Ilma dan Fiki.

Mereka sudah sampai di villa lagi.

"Hai guys!" Sapa Fiki sedikit kencang membuat semuanya menoleh.

"Fiki!" Bara berlari cepat menghampiri Fiki dan langsung menubruk tubuh Fiki dengan sebuah pelukan erat.

"Weihh si Bar-bar." ucap Fiki membalas pelukan Bara. "Kapan lo dateng, kok gak ngabarin?" tanya Bara.

"Tadi pas kalian pasang tenda." Jelas Fiki. Bara melepas pelukannya. "Gila lo makin keren aja. Tapi tetep kerenan gue. " ucap Bara menyibakkan rambutnya so tampan.

Fiki tertawa. "Apa kata lo aja deh Bar." ucapnya. Terlihat Rey dan yang lain datang.

"Rey." panggil Fiki, berjalan memeluk Rey. Rey tersenyum dan membalas pelukan Fiki. "Apa kabar?" tanya Rey. "Baik-baik. Lo baik 'kan?" Rey mengangguk.

"Steve." sapa Fiki, yang melakukan hal yang sama seperti sebelumnya.

"Dan..." ucap Fiki ketika melihat Freya.

Freya ternyata sama terkejutnya dengan Ilma melihat cowok kembar di hadapannya. "F-Freya kak." ucap Freya mengulurkan tangannya.

"Fiki." ucap Fiki membalas uluran tangan Freya seraya tersenyum.

"Ayo kita kesana, bakar-bakar." ucap Bara dan mereka pun menuju ke dekat tenda bersama.

Hari sudah menggelap, kayu bakar sudah tersusun dan siap dibakar. Bara menyiram minyak tanah pada tumpukan kayu dan Mike menyulup korek api dan mengarahkannya pada tumpukan kayu yang sudah disiram minyak tanah tadi.

Ilma dan Freya sedang membantu Steve memanggang daging.

"Wahh,, ternyata kak Steve bisa masak, enak lagi." ucap Freya. Steve hanya tersenyum menanggapi pujian Freya.

"Suami idaman." ucap Ilma mengucungi jempol Steve. "Masih kecil." ucap Steve yang juga terkekeh.

"Kak Steve kok bisa bedain, antara kak Fikri dan Fiki?" Tanya Ilma.

Steve tersenyum. "Dari kecil kita udah main bareng." Ucap Steve. Membuat Ilma mengangguk paham.

Wajar jika mereka bisa membedakannya, karena mereka sudah mengenal sejak kecil. Apa lagi kepribadian Fiki dan Fikri lumayan berbeda.

Rey dan Fikri duduk di tumpukan kayu besar yang memang sudah sejak lama ada disitu.

"Udah lama gue gak ngerasain suasana kayak gini." ucap Rey. Fikri tersenyum.

"Lo tetep mau lanjut kuliah ke Australia?" tanya Rey pada Fikri.

Fikri mengangguk. "Iya, Fiki bilang dia mau kuliah disini jadi dia bisa gantiin gue jagain mamah."

"Hm, gue cuma berdoa yang terbaik buat lo." ucap Rey menepuk bahu Fikri.

"Makasih, dan lo sendiri?"

"Gue tetep di Indonesia lah, lo liat sendiri kan dia masih belum dewasa. Mamah gue masih sibuk ngurusi perusahaan dan bisnisnya." Ucap Rey menatap kearah Ilma.

"Iya gue paham." ucap Fikri tersenyum sambil melihat kearah Ilma juga.

"Gue berharap suatu saat ada yang bisa jagain dia gantiin gue." ucap Rey.

"Lo kakaknya Rey. Gak ada yang bisa jagain dia sebaik lo." Ucap Fikri, Rey tersenyum.

"Kak Fikri!" panggil Ilma yang membuat Fikri menoleh.

"Iya?" jawab Fikri.

"Dipanggil kak Fiki. Katanya disuruh ke tempat biasa." ucap Ilma.

"Gue pergi dulu." ucap Fikri dan diangguki Rey.

Fikri kemudian melangkah pergi. Ilma menatap kepergian Fikri.

"Jangan liatin terus nanti naksir." goda Rey menahan senyum tepat disamping. Ilma sedikit terkejut dia lupa kalau ada Rey disitu.

"Apaan si, jangan sok jadi peramal deh." ucap Ilma.

"Kalo bener gimana?"

"Gak tau. Udah sana pergi!" usir Ilma mendorong Rey agar pergi. Rey terkekeh.

"Iya kan bener, tuh liat pipi lo merah." ucap Rey sambil menunjuk pipi Ilma yang sedikit merona. Ilma Reflek menangkup pipinya dengan telapak tangan.

Serius pipi gue merah? Batin Ilma.

"Ini karena panas tadi tuh gue dideket api soalnya." elak Ilma.

"Ululuu... belajar bohong dari mana coba, gak pinter banget." ucap Rey sambil mengacak rambut Ilma.

Ilma mencebikan bibirnya. "Ihh sana pergi!" omelnya kemudian. Rey pun berlari sambil menjulurkan llidahnya mengejek Ilma.

"Awas ada om grandong!" teriak Rey membuat Ilma reflek langsung ikut berlari.

Rey makin terbahak jadinya melihat kepolosan adiknya itu, yang mudah dibohongi.

-To be continued-

Pliss Vote and komen ya temen temen, biar aku semakin semangat^^

RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang