"Hallo, Mas Pram. Apa kabar?" sapa Gea ceria pada lawan bicaranya di seberang telepon.
Diraihnya kunci mobil berwarna hitam yang tergeletak di atas nakas samping televisi lalu buru-buru berjalan ke arah pintu apartemennya.
"Kabar baik, Ge. Lo apa kabar ini?" balas Pramana tak kalah ceria.
Pramana adalah salah satu sutradara kawakan yang dipunya Indonesia. Belasan film sudah dia kerjakan, tujuh di antaranya berhasil masuk jajaran box office Indonesia. Jadi, dapat panggilan telepon dari Pramana di pagi hari seperti ini bagi Gea adalah rejeki nomplok! Pramana pasti ingin mengajaknya bekerja sama.
"Btw, sori banget gue telpon lo pagi-pagi. Masih di atas kasur nggak nih?"
Gea tersenyum mendengar basa-basi ala bapak-bapak itu. Kebiasaan Pram masih sama. "Udah rapi gue, Mas. Siap-siap mau ngantor," jawab Gea sambil menatap seksama deretan sepatu heels-nya. Gea sempat menimbang-nimbang sebentar sepatu mana yang akan ia kenakan sebelum akhirnya pilihannya jatuh pada heels stiletto berwarna hitam setinggi lima senti meter.
Tawa kelakar Pramana terdengar nyaring di seberang. "Seriusan lo masih ngantor. Masih kurang royalti yang lo terima, Ge?" sahut Pramana.
"Masih lah, Mas." Gea membuka pintu apartemennya, menutupnya rapat, memastikannya terkunci baru kemudian melangkah menyusuri lorong apartemen yang sepi.
Di lantai lima ini hanya ada tiga unit. Dua di sisi kiri lift sementara satu unit lainnya berada terpisah di sisi kanan. Selama setahun terakhir menghuni apartemennya ini, tidak pernah satu kalipun Gea bertemu dengan tetangganya, seolah dua unit lainnya itu kosong dan hanya dirinya saja yang menghuni lantai ini.
"Kalo ngandelin royalti aja nggak cukup. Kebutuhannya banyak, Mas," lanjut Gea sambil menekan tombol lift. Sesekali ia mengetukkan ujung heels-nya ke lantai pertanda ia tengah gugup menanti Pramana menyampaikan niat menghubunginya pagi ini. Semoga harapannya bener. Aamiin, batin Gea semangat.
Tawa Pramana kembali terdengar. "Bener-bener. Suka gue sama lo yang mandiri." Pramana berhenti sejenak sementara Gea makin harap-harap cemas. "Jadi gini, Ge. Gue mau ada proyek film dan gue pengen lo yang handle scriptnya. Mau nggak."
Gea menarik napas dalam-dalam. Tangan kirinya yang bebas mengepal kuat-kuat sebelum kemudian diangkat tinggi-tinggi karena senangnya. Aroma cuan-cuan dan cuan tercium jelas di sekitarnya. Tanpa perlu pikir panjang, Gea langsung mengiyakan tawaran tersebut.
"Mau lah ... kapan, sih gue bilang enggak ke Mas Pram," ucap Gea manis yang langsung disambut gelak tawa Pramana.
"Nggak usah njilat. Bilang aja lo cinta duitnya."
Giliran Gea kali ini tertawa. "Ya kali gue terang-terangan bilang, Mas."
Suara denting lift terdengar, tak lama pintu terbuka. Gea melangkah masuk lalu menekan tombol 'B1'. Dialihkan hapenya ke tangan kiri lalu menekan tanda loudspeaker pada hapenya, suara tawa Pramana seketika memenuhi ruang lift. Pintu perlahan mulai menutup di saat tangan Gea sibuk mengubek isi tas, mencari keberadaan earbuds-nya.
Tepat ketika pintu hampir benar-benar tertutup sebuah tangan tampak menjulur masuk, membuat pintu lift kembali terbuka. Gea mendongak cepat, jantungnya berdegup kencang karena rasa terkejut yang tiba-tiba hadir. Matanya bertatapan dengan sepasang mata tajam dari pria bertubuh tinggi besar. Ia mengerjap sekali-dua kali, memastikan dirinya tidak salah melihat. Ini pertama kalinya Gea bertemu dengan tetangga yang tinggal satu lantai dengannya.
Pria itu menurunkan pandangan sembari menarik naik masker hitam yang menutup wajahnya. Dia sempat melirik tombol lift di depannya persis sebelum kemudian berjalan melewati Gea, semerbak aroma wood yang maskulin langsung menyapa indera penciuman Gea. Dari ekor matanya, Gea bisa melihat pria berpakaian serba hitam itu berdiri di sudut sisi kiri belakangnya. Ada yang familiar dari pria itu, tetapi apa?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Unwanted Partner
RomanceGea Arimbi Hadinata, wanita berparas ayu, karir cemerlang dan pekerja keras. Di usia yang terbilang muda, Gea mampu membuktikan pada dirinya sendiri bahwa ia sanggup mandiri dan menjalani dua pekerjaan sekaligus. Pertama sebagai manajer marketing...