Bab 10

392 57 20
                                    

Radit mendengkus keras sambil menggeleng pelan. Gila emang cewek satu ini. Sengaja banget mancingnya, batinnya. Dibukanya lemari pendingin dengan kasar lalu dikeluarkannya botol berukuran satu setengah liter dan menuang isinya ke dalam gelas yang ada di atas meja bar.

"Pake pakaian minim, muka sok-sokan kalem gitu. Minta maaf cara baru?" gerutunya pada diri sendiri lalu meneguk habis air putih yang ia tuang sebelumnya.

"Sini, Ge. Masuk."

Suara Bagas membuat Radit menengok cepat ke arah pintu apartemen yang berada di sisi lain ruang makan, mini bar dan kitchen. Setelah meletakkan gelasnya begitu saja di atas nakas. Radit pun berjalan menyusuri ruang tengah, langkahnya berhenti kala matanya menatap sosok Gea yang sudah berdiri di sudut pintu masuk apartemen dan tersenyum ramah pada Bagas. Cih!

Mata Radit kemudian bergerak dari ujung kepala hingga ujung kaki. Gea memakai tanktop hitam polos, hotpants warna denim dipadu dengan kardigan panjang berwarna coklat tua. Rambut coklat panjang Gea dikuncir satu seadanya. Overall as always, Gea selalu mampu mengeluarkan aura sexy baik ketika dia berpakaian casual maupun formal. Dan itu tidak salah, ia pun menyukainya, hanya saja entah mengapa ia tidak menyukainya bila Bagas ikut menikmati pemandangan indah ini.

"Ada Gea," ujar Bagas santai sambil berjalan melewatinya.

"Gue nggak buta," jawabnya ketus tanpa mengalihkan pandangan dari Gea yang masih berdiri di dekat pintu.

"Mau ngapain?" tanyanya ketus.

Gea menatapnya tajam. "Saya mau menyampaikan sesuatu."

"Ke siapa?"

Dahi wanita itu berkerut sebelum kemudian menjawab pertanyaannya. "Ke Mas Radit."

"Duduk," ucapnya pada Gea lalu duduk di sofa merah yang berhadapan dengan TV.

Gea mengangguk dan berjalan mendekat ke arahnya. Namun, langkah gadis itu berhenti tepat di sisi sofa. Radit mendengkus kala tanpa sengaja menemukan Gea yang tampak celingukan ke arah kamarnya berada. Nyariin Bang Bagas? batinnya senewen sendiri.

"Bang Bagas lagi naruh barang-barang gue di kamar."

"Oh," sahut wanita itu sambil mengangguk pelan.

Radit mengerjap takjub sambil mendengkus keras. 'Oh' dia bilang? Beneran nyariin Bang Bagas? batinnya makin senewen.

"Sejak kapan deket?"

"Dekat dengan?" tanya Gea.

"Bang Bagas. Siapa lagi."

"Ah, itu," sahut Gea singkat.

Udah? Gitu aja? Lanjutannya? batinnya yang lagi-lagi dibuat keki dengan jawaban menggantung Gea.

Radit mendengkus keras. "Nggak niat mau ngejawab pertanyaan gue kelihatannya."

"Mas Bagasnya masih lama ya?"

"Mana gue tahu. Kalau lo buru-buru, sana susul ke dalem," jawabnya lalu mengganti saluran televisi ke berita nasional. Bukannya ia pecinta politik, ekonomi ataupun berita kejahatan, ia hanya perlu sedikit mengalihkan kekesalannya pada Gea.

Namun, apa di kata. Niat hati memang demikian, tapi matanya tak bisa berdusta. Ia kembali melirik Gea yang masih betah berdiri canggung di sisi sofa. Pandangan wanita itu bahkan masih ke arah ruangan tempat Bagas pergi sebelumnya. Radit menarik napas dalam-dalam. Ada spek blasteran malah cari yang lokal? Ada yang lebih body goal malah tertariknya sama Mas-Mas Jawa tanpa otot? Masuk akal nggak coba!

"Lo duduk. Gue panggil Bang Bagas," ucapnya sambil bangkit berdiri.

"Tidak perlu, Mas."

Radit menarik napas sambil menatap tajam Gea. Akhirnya sadar juga, batinnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Unwanted PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang