Bab 3

395 98 16
                                    

Biasakan klik bintang dulu ya
Follow akunku biar dapet notif updatean cerita seru
Makasih kakak2 baik..
Happy reading
Wuff you

---------------------------------------------

"Hi again, Gea."

Gea tersenyum kecil, berusaha menyembunyikan rasa terkejutnya kala mendengar Radit mengetahui namanya. Tidak hanya itu, dia bahkan memanggilnya dengan nada ramah, seolah-olah keduanya saling kenal dan tidak pernah terjadi apapun di antara mereka sebelum ini. Apa Radit sudah memaafkannya? Ataukah dia hanya bersikap profesional saja? Apapun itu, Gea lega Radit bisa bersikap biasa saat bertemu dengannya sekarang.

"Hallo, Mas Radit. Ketemu lagi, ya," sahutnya tak kalah ramah. Senyumnya mengembang lebar menatap artis yang tengah duduk dengan kaki bersilang itu.

Tak ada sahutan sampai kemudian terdengar suara dengkusan keras dari arah Radit. Senyum Gea perlahan menghilang kala sorot mata Radit berubah dingin seperti saat di parkir basement tadi.

"Hallo, Mbak Gea. Perkenalkan, saya Bagas. Manajer Radit," sapa pria yang sedari tadi berdiri di samping Radit.

Mengabaikan rasa malu karena sikap Radit padanya. Gea pun mengalihkan pandangannya pada Bagas, dijabatnya tangan yang terulur dihadapannya ini lalu tersenyum ramah pada manajer Radit itu.

"Gea aja, Mas."

Bagas tersenyum. "Gea yang tadi di basement bukan, sih?"

"Iya, Mas."

Bagas mengangguk-anggukkan kepala. "Tetangganya Radit atau ..."

"Kebetulan satu lantai."

"Ooh ..." ucap Bagas lalu melirik pada Radit. Entah apa maksudnya, Gea sendiri tak ingin tahu juga.

"Ini tadi sudah sempet ketemu sama Mas Sandy berarti ya?" tanya Gea sambil membuka telapak tangannya, mempersilakan Bagas untuk duduk.

"Kita langsung ke sini tadi. Rencananya setelah dari sini, baru kita ke sana."

"Oh? Harusnya ketemu Mas Sandy dulu. Tapi nggak papa, saya minta Mas Sandy ke sini sekalian saja kalo gitu," ucap Gea. Ditariknya kursi paling ujung lalu duduk dan mulai fokus mengetikkan pesan singkat pada sang PD—Program Director—kawakan StarNet itu.

"Kenapa duduknya jauh banget."

Suara berat Radit terdengar. Gea melirik sekilas sebelum kembali fokus menatap layar ponselnya.

"Gea."

"Ya?" Seketika Gea mendongak mendengar namanya kembali disebut. Matanya bertatapan dengan sepasang mata tajam Radit.

"Saya?" tanyanya sekedar memastikan benar dirinyalah yang diajak berbicara oleh Radit.

"Bukan. Bang Bagas. Yang duduknya jauhan siapa, sih di sini," sahut Radit ketus bukan main.

Kalau tidak ingat sedang berada di kantor dan Radit adalah kliennya, mungkin Gea sudah akan balas nyolot pada Radit.

"Radit." Sekali lagi teguran pelan diterima sang artis dari manajernya.

Radit menengok ke arah manajernya. "What? I'm just simply asking her. Ada kursi kosong di depan kita, tapi dia milih duduk jauh banget dari kita." Dia lalu ganti menatap Gea. "I'm just wondering. Is it because of I'm a piece of shit?"

Gea menarik napas dalam lalu mengembuskannya pelan. Ia seratus persen yakin, Radit masih menyimpan rasa kesal dan marah terhadapnya. Dan kelihatannya, ia bisa memahami itu. Siapapun pasti tidak akan suka bila mendengar secara langsung seseorang menjelek-jelekkannya. Sambil berusaha legowo, Gea menarik paksa sudut bibirnya ke atas.

The Unwanted PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang