Bab 2

465 105 29
                                    

"Siapa lo berani ngatain gue. Lo kenal gue," ucap Radit ketus.

Mata wanita itu bergetar, bergerak ke kanan dan kiri tampak gelisah. Sudut bibir Radit terangkat melihatnya. Netijen. Beraninya ngomong di belakang pas dihadepin, auto gagu.

"Dit?"

Panggilan dari suara yang sangat ia kenal, membuat Radit menengok sekilas ke arah Bagas. Manajernya itu menatapnya dengan dahi berkerut dari depan pintu akses tempat keluarnya tadi. Radit mendengkus pelan melihat cara Bagas menatapnya saat ini, dia pasti berpikir wanita dihadapannya ini adalah salah satu 'Koleksinya' yang lain. Well, sebenarnya tidak rugi juga bila Bagas berpikiran demikian. Mata Radit bergerak menelusuri dari atas ke bawah. Overall, wanita ini memang cantik dan cukup seksi. Secara penampilan, dia lolos screening tahap awal.

"Tolong yang sopan."

Bibir Radit terangkat sedikit mendengar suara ketus wanita mungil dihadapannya. Matanya yang sempat terpaku pada ID Card di lanyard sang wanita kembali bergerak ke atas dan berhenti di mata bulat besar yang kini balas menatapnya dengan ekspresi marah. Matanya jelas cantik, she's definetely not bad at all.

"Boleh gue tahu, bagian mananya yang nggak sopan? Gue bahkan nggak ngapa-ngapain lo," balasnya lalu tersenyum miring.

"Cara anda melihat saya. Itu tidak sopan."

Radit mendengkus keras. Ditegakkan tubuhnya sambil memasukkan kedua tangannya ke saku celana. "Dan komentar lo soal gue masih tergolong sopan, gitu?" sindirnya telak.

Wanita itu diam tak bersuara. That's it? Nggak ada balesan lagi? batinnya tanpa sadar menunggu balasan argumentasi yang mungkin akan dilontarkan wanita berambut panjang ini. Radit mengembuskan napasnya pelan kala tak kunjung ada sahutan dari lawan bicaranya. Ia sudah menggeser sedikit kakinya, bersiap melangkah pergi kala suara wanita itu kembali terdengar.

"Beda konteks. Cara anda melihat saya terkesan merendahkan saya sebagai wanita. Sementara apa yang saya sampaikan murni pendapat saya tentang diri anda dan semua itu berdasarkan fakta yang ada."

Nice. Berani ngelawan juga ternyata.

"Anda tidak mengharuskan semua orang untuk mencintai, mengagumi dan mengelu-elukan anda, bukan?"

Radit mendengkus mendengar kalimat penuh hinaan yang dikemas dalam nada manis itu.

"Seharusnya anda sadar, orang yang tidak menyukai sikap dan sifat anda bisa jadi sebanyak atau bahkan lebih banyak dari orang yang mencintai anda. Seharusnya anda paham itu."

Radit tersenyum miring dibalik masker yang dikenakannya. She's indeed hot, tho. Sayang mulutnya tajem kayak silet.

"Sama. Beda konteks juga. Gue nggak mempermasalahin adanya fans and antifans, gue sadar itu hal yang wajar. Yang gue permasalahin di sini adalah lo sebagai diri lo yang nge-judge gue di tempat umum, secara terang-terangan. Kalo lo bilang semua itu based on fakta, gimana cara lo tau valid nggaknya berita yang lo baca? Apa yang lo tau soal gue."

"Dan kalau anda tidak mempermasalahkan adanya haters, harusnya anda tidak mempermasalahkan ucapan saya. Karena jujur saja, saya bukan fans anda. Perihal ke validan sumber berita, saya rasa tanpa saya harus adu urat dengan anda seperti sekarang. Anda juga pasti sadar betul jawaban valid tidaknya berita tersebut."

Shit! Kali ini Radit yang dibuat terdiam. Wanita itu berhasil meng-counter ucapannya. Wanita itu menengok sekilas ke sisi kirinya, mengangguk singkat pada Bagas lalu kembali menatapnya.

"Kelihatannya anda sudah ditunggu, saya juga sedang buru-buru. Boleh permisi," ucap wanita itu sembari membuka sedikit pintu mobilnya. Mau tak mau Radit pun menggeser tubuhnya.

The Unwanted PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang