"Baiklah, hanya untuk menolong tidak ada maksud lain."
Kata gadis bernetra suram itu. Dengan cepat Varsha menitipkan tasnya kepada Yara sahabatnya itu, Varsha pergi berlari menuju tengah lapangan. "Ayo angkat keruang UKS." Gadis itu membantu menaikkan tubuh Biru ke punggung Zico, mereka berlarian menuju UKS, dan saat mereka sudah memasuki ruang UKS, Zico terlihat membaringkan tubuh Biru di ranjang yang disediakan UKS tersebut.Varsha langsung saja membuatkan teh hangat khas PMR yang katanya obat paling manjur untuk pasien yang berkunjung diruangan UKS tersebut. Saat gadis itu selesai membuat teh hangat dan menemui Zico serta Biru yang tengah berbaring, Zico terlihat keheranan. "Hei, dia itu serasa akan patah tulang karena terpental, apakah obatnya hanya teh hangat, nona?" Mendengar hal tersebut Varsha hanya menghela nafas dan menaruh teh tersebut di meja.
Gadis tersebut membuka kotak P3K dan mengambil minyak urut. "Lagipula manja sekali, mungkin ini hanya terkilir." Gadis itu bergumam sedikit kesal, dan mengangkat tangan Biru dan sedikit mengusap minyak urut ke pinggangnya lalu mengurutnya perlahan hingga sang empu pemilik pinggang yang hampir pingsan itu berteriak-teriak dan mengeluh, dia pun tak jadi pingsan karena urutan gadis itu seperti alat setrum. "Sial, bisakah kau melakukan itu pelan-pelan saja, Nona?" Umpat Biru yang hampir menangis karena kesakitan. Zico sang teman sejati tertawa terbahak-bahak melihat sahabatnya mengerang kesakitan.
"Bisakah kau tutup mulutmu kalau kau tak ingin ku patahkan pinggang mu?" Varsha terus mengurut pinggang Biru yang terkilir dengan perasaan kesal karena dia cowok itu sangat berisik dan membuat gadis itu pusing. Biru hanya mengumpat didalam hati karena melihat Zico yang menertawakan nya, tapi saat manik Biru menangkap mata Varsha, gejolak didalam hatinya mulai lagi. Sama persis seperti saat menatap matanya untuk kesekian kalinya, tapi rasa itu tak pernah bosan.
Saat melihat Biru mendadak diam sambil menatap matanya, Varsha berhenti mengurut dan melepaskan tangan Biru. Gadis itu tampak sedikit gelagapan lalu dia memilih mundur sedikit. "Sudah selesai, coba sedikit gerakkan badanmu." Mendengar perkataan sang gadis, Biru tersadar dari lamunannya dan dengan sedikit gelagapan Biru mengangguk dan duduk sambil sedikit meregangkan pinggangnya.
Biru melebarkan matanya dan terheran, bagaimana bisa hanya dengan teh hangat dan minyak urut bisa semanjur ini. "Bukan main, apakah kau punya tangan sihir atau semacamnya?" Tanya Biru pada Varsha, "mungkin karena dokternya seorang gadis cantik." Mendengar perkataan Zico Varsha memutar bola matanya dan berpaling dari mereka menuju wastafel lalu membasuh kedua tangannya karena bau minyak urut.
"Yeah, bisa jadi." Biru tertawa pelan saat mengatakan itu, dia melihat punggung Varsha, saat dia sedang mencuci tangannya di wastafel. Suasana hening lalu beberapa saat terlihat dari jendela hujan turun dengan lembut, Biru hanya menghela nafas karena pada saat ini pasti dadanya akan sakit lagi. Tapi saat suara rintikan hujan terus terdengar, entah kenapa dia tak merasakan perasaan sesak, atau dadanya yang serasa perih. Biru menatap Varsha yang juga tengah melihat kearah jendela untuk melihat hujan.
"Zic, kamu keluar lebih dahulu, bereskan bola basket atau apapun daripada di marahi oleh guru." Mendengar sahabatnya yang berbisik kepadanya, Zico terdiam sejenak lalu tersenyum dengan konyol, "oh astaga, bilang saja kau ingin berduaan dengan gadis itu, dasar buaya." Biru memukul bahu sahabatnya itu karena berani menggodanya, "diamlah dan keluarlah saja dasar kunyuk." Zico hanya terkekeh pelan lalu mengangguk sebelum dia berdiri dan berjalan menuju pintu. "Semoga berhasil sahabatku."
Melihat cowok satunya sudah keluar, Varsha hanya diam sejenak dan berbalik untuk menatap Biru yang tengah menatapnya juga. "Kau tak ikut pulang?"
Tanya Varsha sambil menutup jendela yang sedikit terbuka itu, Biru tertawa pelan dan mengulurkan tangannya. "Mungkin ingin mengetahui nama malaikat yang menyembuhkan ku?" Varsha terdiam sejenak melihat uluran tangan cowok narsis itu, dan memilih menerima uluran tangannya. "Varsha Eira." Biru tersenyum dan balas berbicara "Biru Giandra."Di momen ini mereka berdua merasakan sesuatu yang aneh didalam dada mereka, selama ini dada mereka rasanya hanya sakit dan itupun saat hujan turun, saat hari biasa hati mereka merasakan perasaan hampa dan kekosongan. Tapi saat ini, saat mata mereka bertemu, kulit mereka bertemu saat berjabat tangan seperti ini rasanya kekosongan dihati mereka hilang, rasa dingin didalam dada mereka hilang digantikan kehangatan. Walau mereka baru saja bertemu tapi rasanya seperti sudah sangat lama mereka saling mengenal dan saling terikat. Hujan kali ini belum reda tapi, Hujan kemarin sudah mulai mereda, kerinduan kemarin sudah mulai mereda karena pertemuan ini.
Hujan masih terus mengguyur diluar sana, sebagai saksi bisu bagaimana dua manusia yang terikat oleh hujan dan selalu tersiksa perjalanan kerinduan dan sekarang telah berhenti sejenak dari perjalanan kerinduan tersebut. Dada mereka telah sembuh setelah tergores disetiap tetes hujan turun tanpa perasaan hangat ini dan entah berapa lama hal tersebut terus menggores hati mereka sampai hari ini hujan tak menyakiti hati dan perasaan mereka melainkan, menyembuhkan luka-luka mereka.
Bersambung....
Senin, 11 September 2023
Jangan lupa vote ya....
KAMU SEDANG MEMBACA
Regen
Teen Fiction"Kita bertemu lagi ya, aku juga tidak mengerti kenapa takdir kita selalu dipertemukan, yang membuat takdir ini sakit adalah kita dipertemukan tapi kau belum bisa mencintaiku." -Varsha Pertemuan ini menyakitkan tapi juga obat kerinduan, selama ini hu...