Perahu Kertas

6 0 0
                                    

Jam 02.00 dini hari, gadis itu termenung di kamar dengan kasur kumal nya, hanya ada suara tetesan air yang jatuh dari genteng ke ember dan juga suara hujan yang tak kunjung reda, reda pun hanya 1 jam dan lanjut hujan turun dengan derasnya.

Varsha yang belum mengantuk mengeluarkan kertas, keluar rumah di teras dia menatap hujan, apakah kita sudah bersahabat? Tanya gadis itu dalam hati, Varsha duduk di tangga masuk rumah tersebut, untung saja tak becek. Dia membuat sebuah perahu kertas dengan lihai melipat kertas tersebut, sebelum dia berlari sedikit dan menaruhnya di atas air yang menggenang didepan rumahnya.

Varsha hanya tersenyum melihat perahu kertasnya seperti berlayar dibawa arus genangan air sebelum perahu tersebut berhenti didepan kaki seseorang.

"Jam segini malah mainan perahu kertas?"

Varsha mendongak untuk melihat wajah seseorang itu, melihat wajah familiar dengan senyum songongnya. Biru. Payung hitamnya menutupi kepalanya.
"Kenapa kamu malam-malam kesini?" Tanya Varsha heran, bisa gawat bukan kalau seorang cowok mendatangi rumah cewek di malam-malam seperti ini.

"Ya seperti kau tiba-tiba ingin membuat perahu kertas, aku juga tiba-tiba ingin kerumahmu." Biru tersenyum dan menutup payungnya lalu duduk di samping Varsha. "Buatkan untuk aku sekali, Varsha, aku tak pernah membuat mainan anak-anak seperti itu." Seringai muncul dibibir Biru saat meminta kepada gadis itu.

"Lahir dimana kamu, tidak tahu cara membuat perahu kertas dan....perahu kertas bukan mainan anak-anak tau." Jawab Varsha ketus. Varsha membuat sebuah perahu kertas lagi dari kertas yang masih tersisa. "Bukan mainan anak-anak? Tapi kebanyakan aku melihat yang sering membuat adalah anak-anak." Biru nyengir dan menatap Varsha yang sibuk membuat perahu kertas.

"Kau taunya hanya itu, kau tak tahu perahu kertas punya filosofi sendiri."

"Sebuah perahu kertas memiliki filosofi? Coba kau beritahu aku." Biru lagi-lagi hanya nyengir.

"Perahu kertas itu sebuah harapan, hanya dari kertas, rapuh, dan.... pastinya gampang tenggelam. Hanya harapan, pastinya harapan memiliki sifat rapuh, dan gampang tenggelam kau mengerti maksud ku? Karena yang menenggelamkan nya adalah kenyataan, dan dalam sebuah perahu kertas mempunyai kenyataan yaitu perahu kayu lebih kuat daripada perahu kertas. Dan....realita atau kenyataan lebih besar daripada harapan."

Biru hanya menopang dagu sambil menatap Varsha, lalu matanya beralih menatap perahu kertas yang terapung-apung di genangan air hujan dan bergoyang-goyang karena diterpa triliunan hujan.

"Lalu kalau perahu kertas itu adalah harapan yang rapuh, kenapa kau membuat perahu yang rapuh itu?"

"Karena harapan tak selalu tenggelam bukan, kita lihat saja kalau perahu itu berlayar sampai didepan pohon rambutan itu, maka....harapan di perahu kertas itu lebih besar daripada perahu kayu, artinya realita mengalahkan harapan itu."

Biru hanya tertawa mendengar itu, Varsha hanya melotot kearah Biru lalu menyerahkan perahu kertas itu kepada Biru. "Apanya yang lucu, kau bilang ingin tau filosofi perahu kertas." Varsha mengerucutkan bibirnya dan menatap sinis Biru yang masih cekikikan, Biru berdiri dan menaruh perahu kertas di genangan air. "Kalau begitu aku yakin realita perahu kertas ku lebih besar daripada harapannya."

Varsha hanya tersenyum tipis-tipis dan melihat kapal kertas mereka berdua bergoyang-goyang digenangan air.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 21, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RegenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang