Dibawah Payung

10 1 0
                                    

"Tidak baik hujan-hujanan."

Suara Biru.
Varsha melongok dan menatap Biru, badan mereka berdua berada dibawah payung.

"Kau lagi?"

Biru terkekeh pelan lagi dan menggunakan tangan kanannya untuk menepuk-nepuk kepala Varsha. Varsha sebenarnya tak terbiasa ditepuk kepalanya oleh seseorang, tak bisa dipungkiri kalau sebenarnya tepukan kepala itu membuat hatinya hangat walau hujan membuat badannya dingin.

"Ayo kita pulang bersama."

Lenggang sejenak, Varsha mengangguk pelan dan memutuskan berjalan diikuti oleh Biru disampingnya dengan payung yang masih kokoh melindungi mereka dari hujan.

Mereka berdua berjalan dalam kesunyian, hanya gemericik air hujan saja yang terdengar ditelinga mereka masing-masing.

"Bagaimana menurutmu, tentang hujan Varsha?" Biru memecahkan keheningan itu. Gadis yang ditanyai hanya diam dan menghela nafas.

"Sakit."

"Mengapa demikian?"

"Tidak bisa dijelaskan."

Biru hanya diam dan tersenyum tipis.

"Sepertinya kita mempunyai kesamaan, orang lain tampak menikmati saat dimana hujan turun, tapi aku tidak. Hujan membuat hatiku dingin dan sesak. Sama sepertimu, aku tak bisa menjelaskannya."

Varsha tampak menatap biru sejenak. Varsha hendak mengatakan kalau akhir-akhir ini rasa sakit saat hujan turun itu perlahan menghilang, tapi dia memilih mengunci mulutnya membiarkan suara hujan yang membalas pembicaraan Biru.

Kembali hening, mereka berdua berjalan dibawah payung, dibawah hujan. Merasakan hati mereka berdua hangat, jantung mereka bergejolak tapi memilih diam satu sama lain. Hujan dan mereka seperti satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan, mereka adalah bagian dari rintik hujan yang terhubung saat jatuh. Mengalir dan air itu dipeluk oleh samudera, dan kembali lagi menjadi hujan.

Mereka berjalan dan terus menyusuri air hujan yang menggenang di bawah sepatu mereka. Lalu Varsha berhenti berjalan dan menatap Biru.

"Sampai disini saja."

"Kenapa? Ini belum sampai rumahmu kan?"

Varsha terdiam dan sedikit menunduk, dia menggelengkan kepalanya.

"Aku bisa berlari, rumahku dekat."

Biru ingin bersikukuh untuk mengantarkan Varsha sampai depan rumahnya, memastikan Varsha untuk bisa aman masuk kedalam rumahnya. Tapi sepertinya gadis itu tak ingin diganggu lebih jauh.

"Baiklah, berhati-hatilah tapi pakai payung ini"

Gadis itu menggelengkan kepalanya tidak mau menerimanya, lagipula rumahnya sudah dekat dibandingkan Biru yang masih jauh rumahnya. Biru tak bisa berkata apapun lagi, dia tak bisa memaksa gadis itu.

Varsha berlari begitu saja, untung saja seragamnya tertutup jaket dan kepalanya tertutup hoodie membuatnya tak terlalu basah. Biru menatap Varsha yang berlari menuju gang-gang menuju rumahnya, Biru menghela nafas dan berbalik pergi dengan payungnya

***

Varsha melepas hoodie nya dan mengibaskannya saat dia sudah sampai dirumah reyot dan dalamnya yang bocor tak layak huni. Setiap hari gadis itu harus menyiapkan ember supaya air tak menggenang. Varsha membuka pintu dan menemukan seseorang disana.

"Kenapa kau kesini?"

Tanya Varsha dengan kesal, suasana hatinya yang sudah suram sekarang menambah suramnya suasana hati Varsha. Karena kedatangan ayahnya.

Bersambung....

Jangan lupa vote ya....

RegenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang