Bab 1 : Expected House

130 9 0
                                    

Luna menompangkan sisi kepala sebelah kirinya dengan tangan yang dia tumpukan diatas bantal. Menatap sayang kearah laki-laki yang tengah tertidur setelah aktivitas panjang mereka. Dia menunduk, mendaratkan satu kecupan di kening, membiarkan helaian rambut pirangnya menyapu setiap sisi wajah laki-laki itu. Membuat Diga tersenyum dengan mata terpejam. Dia bahkan bisa merasakan beberapa helai diantara mereka masuk kedalam hidungnya. Membuatnya menahan geli.

"Kamu nggak mau biarin aku tidur bentar, Dee? Setelah banyaknya energi yang kamu kuras."

Luna tersenyum geli. "Aku nggak ngelakuin apapun."

Mata indah Diga terbuka, menatap hangat sang istri yang sedang melihatnya. "Lalu, tiga kali setelah aktivitas kita yang pertama itu apa?" goda Diga dengan nada geli.

"Apaan sih. Mas duluan ya yang mesum." Luna menyentil kening Diga pelan. Dia berlagak seolah hanya Diga yang menginginkannya, padahal dia juga menikmati apa yang tadi suaminya lakukan.

"See? Kamu merah." Diga mengulurkan lengan sebelah kanannya kearah belakang leher Luna dan perlahan menarik kepala perempuan cantik itu semakin mendekat kearahnya. Dia membiarkan bibir mereka kembali bersentuhan dan mengecap rasa manis di sana.

Diga membiarkan lengannya yang lain mengelus punggung telanjang perempuan itu dengan lembut. Ketika pangutan mereka terlepas, Diga menatap dalam kearah istrinya yang semakin hari semakin cantik di matanya. Bahkan setelah perempuan itu memberikannya seorang putri yang begitu cantik.

"Sayang..."

"Apa? Nggak lagi ya." Luna tersenyum geli. Dia berusaha bangun dari tidur, dengan tangan yang menahan selimut yang menutupi tubuh telanjangnya.

"Lima menit lagi, please..."

Diga ikutan bangun dengan wajah memelas. Dia cepat-cepat memeluk istrinya yang ingin beranjak ke kamar mandi. "Aku ada operasi jam sembilan, Sayang."

"Lima menit doang." Diga mengecup tengkuk Luna lembut. Menyerap semua aroma khas perempuan itu yang selalu bisa membuatnya tenang.

"Diga!"

"Tapikan pegang yang atas nggak apa-apa?"

"Aku mau mandi."

Diga bebal. Tangannya kembali bergerak, meremas dada kiri Luna lembut. Bibir yang tadi hanya sekedar mengecup, kini berubah menjadi kecupan basah.

"Minggir Mas, atau aku marah ya?"

Diga tersenyum. "Aku nggak takut, Dee."

Diga kembali menempelkan bibirnya pada bahu Luna. Tapi sayang, niatnya untuk melanjutkan pemanasan dengan sang istri gagal, karena pintu kamarnya yang di ketuk heboh dari luar.

Diga menghela napas pelan. Dia dengan berat hati melepas Luna yang sedang terkekeh pelan melihat wajah frustasinya.

Dia mengambil kaus yang letaknya tak jauh dari tempat tidur. Memakainya cepat karena tahu pasti siapa yang datang pagi-pagi begini.

Begitu pintu terbuka. Kinan sudah berdiri dengan dua ikat rambut dan jepitan kupu-kupu di masing-masing tangan. Wajahnya yang begitu polos dengan cengiran lucu membuat Diga bahkan tidak bisa mengomeli gadis kecil itu.

"Morning, Papa."

Diga tersenyum lembut. Dia menunduk, mengendong Kinan yang saat ini sudah menginjak umur 6 tahun. Malaikat kecil ini benar-benar duplikat Luna saat masih kecil. Itu yang selalu di bilang Papa Mertuanya saat beliau bertemu Kinan.

Dengan seragam sekolah TK yang berwarna peach putih, semakin membuat gadis itu terlihat cantik. Bahkan Diga tidak menyangka, bisa hidup dengan dua orang malaikat cantik seperti mereka.

IT's ME ; the person you call the devilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang