"Permisi."
Bik Yeni membuka pintu ruangan itu perlahan. Dia tersenyum pada perempuan yang sedang menatapnya diatas ranjang. Berangsur-angsur keadaannya mulai membaik.
"Saya bawakan makan siang buat Ibu."
Perempuan itu hanya tersenyum kecil. Dia bangun dari tidurnya ketika Bik Yeni meletakkan semua bawaannya diatas nakas kecil di sampingnya itu.
Bik Yeni menarik kursi untuk duduk dan membantu perempuan itu menghabiskan semua makanannya.
"Keadaan Ibu, bagaimana? Apa ada hal yang bisa ibu ingat?"
Perempuan itu menggeleng pelan. Dia mulai membuka mulutnya saat suapan pertama itu diberikan.
"Jangan terlalu di paksakan, nanti ingatan itu akan bisa Ibu ingat dengan sendirinya. Lagipula, Dokter bilang itu bukan permanen. Jadi Ibu jangan khawatir."
Bik Yeni kembali menyuapi suapan kedua yang langsung di terima oleh perempuan di depannya.
"Wanita yang kemarin itu siapa? Apa... dia keluarga saya?" Tanyanya ragu-ragu setelah berusaha menelan sisa makanan didalam mulutnya.
"Bukan. Itu Ibu Widia, majikan saya. Dia yang menemukan Ibu dan membawa ke rumah sakit. Katanya, Ibu korban dari tabrak lari."
"Tabrak lari? Kapan?"
"Lima belas tahun yang lalu. Dan selama itu Ibu mengalami koma. Kata Dokter, Ibu mengalami kelumpuhan otak, dan tipis sekali untuk bisa sembuh. Tapi, Ibu Widia tidak menyerah dengan anda. Dia menyuruh semua pihak Dokter disini untuk melakukan hal yang terbaik supaya anda bisa sembuh. Banyak orang yang bilang itu mustahil, tapi kenyataannya anda bisa kembali duduk di hadapan saya, sekarang." Jelas Bik Yeni perlahan.
"Apa dia juga mengenal saya?"
"Entahlah. Yang saya dengar-dengar, Ibu Widia ingin sekali anda bangun dan bisa menceritakan tentang hal masa lalu yang sangat ingin dia ketahui."
Perempuan itu mengangguk pelan, dengan mulut yang kembali mengunyah makanan.
"Jadi, kalo bisa tolong anda berusaha mengingat-ingat semua hal yang lalu, karna itu sangat penting untuk Ibu Widia."
"Iya. Saya akan berusaha."
"Terima kasih."
***
"Bagaimana kondisinya?"
"Beliau baik-baik saja, tekanan darahnya, CVP, ABGA, dan VBGA stabil. Mungkin butuh waktu sekitar enam sampai dua belas jam untuk Pak Ridwan sadar."
Raisa mengangguk mengerti. Dia menunduk sebentar lalu kembali melihat kearah Luna yang sedang menatapnya dengan tatapan datar. Mereka sedang berada di ruangan Luna untuk membahas kondisi Ayahnya setelah operasi dilakukan.
"Kalau begitu aku per..."
"Ada hal pribadi yang ingin saya bicarakan dengan anda sebentar." Ucap Luna tegas.
Raisa kembali duduk diatas kursi saat Luna memotong ucapannya. Dia diam, menunggu ucapan Dokter perempuan didepannya yang entah kenapa hatinya tetap menyakini bahwa dia adalah Andina.
"Perempuan yang anda bilang mirip dengan saya... apa anda mengenalnya dengan baik?" Tanya Luna pelan.
"Iya. Aku mengenalnya dengan sangat baik. Dulunya, dia adalah sahabatku. Kami bersahabat cukup lama. Dari kecil sampai lulus SMP."
"Setelahnya?" Tanya Luna kembali.
"Setelahnya..." Raisa mengamati ekspresi wajah perempuan didepannya ini dengan seksama. "Setelahnya... kami, lebih tepatnya aku memutuskan persahabatan itu. Setelah kami melakukan vlog youtube kami yang terakhir. Karena lokasi yang ingin aku siarkan saat itu adalah tempat praktek Ayahnya. Aku murni hanya ingin mengamati pekerjaan yang saat itu benar-benar aku kagumi. Seorang Dokter."
KAMU SEDANG MEMBACA
IT's ME ; the person you call the devil
Misterio / SuspensoSetelah lima belas tahun, kasus pembunuhan di desa Gedawang kembali dibuka. Rediga adalah seorang detektif jenius, punya ambisi besar, dan dendam yang terpendam terhadap kasus yang akan dia selidiki bersama timnya. Dimana kakaknya juga menjadi salah...