Dengan sisa energi yang ada, Luna mendorong pintu rumahnya agar terbuka, sementara jari-jemarinya sibuk men-scrool layar ponsel yang selama sepanjang hari ini bergetar setiap saat. Jemari tangan dan kakinya terasa hampir mati rasa karena terlalu lama berada di dalam ruangan operasi.
Tidak ada rencana lebih baik selain berendam air hangat, dan tidur dengan nyenyak. Atau dia harus menyuruh suaminya untuk melakukan pijat andalan yang selalu membuatnya seperti terbang ke surga. Luna terkekeh pelan ketika membayangkannya, laki-laki itu memang selalu jadi yang terbaik dalam hidup Luna.
Dia bisa sejenak mengesampingkan segala permasalahan rumah sakit, operasi-operasi yang sudah terjadwal, dan banyaknya pasien-pasien darurat yang datang setiap hari. Saat dia sibuk memikirkan hal itu semua, tiba-tiba dia merasakan sesuatu di bawah sepatunya. Menyingkirkan kakinya dari apa yang baru saja dia injak, Luna menemukan selembar kertas merah muda berbentuk persegi besar yang kemudian ia pungut. Tiba-tiba saja, Luna memukul kepalanya sendiri karena bisa-bisanya dia melupakan tentang janji dengan suami dan putri cantiknya.
"MAMA LANGSUNG KE TAMAN BELAKANG YA :)"
Luna menaruh tasnya asal di sofa. Lalu, dia langsung berjalan menuju ke taman belakang rumah. Baru mencapai pintu belakang, Luna bisa mendengar tawa yang selalu menyambut paginya dengan indah. Dia membukanya perlahan. Disana, melewati beberapa deretan bunga anggrek, tanaman yang berjejer rapi, beraneka warna, ada dua orang versi disana, berdiri membelakangi Luna.
Versi pertama, seorang laki-laki tampan, yang tengah tertawa keras melihat tingkah putrinya yang mungil. Laki-laki yang cintanya begitu besar di berikan pada keluarganya. Laki-laki yang memberikannya rumah untuk pulang. Laki-laki yang begitu Luna cintai.
Sedangkan versi yang kedua, sedikit lebih mungil, polos, cantik, dan senyumnya seindah warna pelangi setelah hujan. Seorang gadis yang telah menemani Luna selama lima tahun terakhir, dan semoga akan tetap bersamanya hingga puluhan tahun kedepan.
Dua orang itu serentak menoleh ke arahnya, mungkin mereka mendengar suara pintu yang berderit pelan. Si gadis kecil langsung lari terbirit-birit kearah Luna, sedangkan si laki-laki tampan hanya berjalan pelan dengan tatapan jenaka.
"Happy birthday, Mama. Happy birthday, Mama. Happy birthday... Happy birthday, happy birthday, Mama."
Diga dan Kinan kompak bertepuk tangan heboh, membuat Luna semakin tersenyum lebar. Di tengah meja, ada cake ulang tahun berukuran besar dengan lilin bentuk stetoskop angka 29 dan banyaknya hidangan makan malam yang tersebar memenuhi meja bundar di tengah-tengah taman milik Luna.
Taman itu menjadi jauh lebih indah malam ini, dengan banyaknya kerlap-kerlip lampu yang menghiasi pagar. Macam-macam hiasan dan balon warna-warni yang ada di setiap penjuru taman. Luna yakini itu adalah ide dari Kinan, putrinya.
"Pa, gendong Mama dong."
"Boleh? Tapi jangan jeaulos ya?" tanya Diga dengan nada geli pada putrinya.
"Boleh dong. Inikan hari spesialnya Mama."
Luna terkekeh pelan mendengar ucapan polos putrinya. Dia mengacak-acak rambut pirang Kinan dengan gemas. Lalu setelahnya, terpekik keras karena Diga yang mengendongnya tanpa aba-aba.
"Mas turunin. Aku bisa jalan sendiri." bisiknya pelan, tangannya memeluk leher suaminya dengan erat.
"Ini permintaan tuan putri loh," bisik Diga lembut, dia mencium telinga dan ceruk leher Luna dengan gemas, membuat tubuh istrinya terasa geli.
KAMU SEDANG MEMBACA
IT's ME ; the person you call the devil
Mistério / SuspenseSetelah lima belas tahun, kasus pembunuhan di desa Gedawang kembali dibuka. Rediga adalah seorang detektif jenius, punya ambisi besar, dan dendam yang terpendam terhadap kasus yang akan dia selidiki bersama timnya. Dimana kakaknya juga menjadi salah...