Bab 6 : Andina's figure

36 6 1
                                    

"Dok, keluarga Bapak Ridwan ingin bertemu kembali. Ingin membahas tentang perizinan operasi."

"Mereka dimana?" Tanya Luna datar sembari memperhatikan gerbang sekolah Kinan yang masih belum terbuka. Di sekelilingnya ada beberapa orang ibu-ibu yang juga sedang menunggu anak mereka. Sama seperti Luna.

"Sudah saya suruh pulang, Dok. Nanti jam 3 mereka balik lagi."

"Iya. Terima kasih."

Luna segera menyudahi panggilannya saat melihat Kinan yang berlari ke arahnya dari arah gerbang.

"Mamaaa..." Panggil gadis kecil itu manja. Dia memeluk perut Luna dengan tangannya yang bahkan tidak sampai, sehingga membuat Luna berjongkok di hadapan Kinan.

"Gimana sekolahnya? Kinan nggak nakal kan?" Tanya Luna lembut, dia merapikan beberapa helai rambut putrinya yang berantakan.

"Nggak kok. Kinan baik, bu guru juga baik, temen-temen Kinan juga."

"Wuaaah, bagus dong." Puji Luna dengan senyuman lebar. "Sekarang kita pulang ya. Ayo." Dia lalu berdiri, mengenggam jemari kanan Kinan untuk dibawa masuk kemobil.

"Oh ya, Kinan nanti malam tidurnya di rumah Oma ya, Mama sama Papa ada kerjaan malam. Oke?"

"Iya, sip Mama." Ucap Kinan dengan senyum lebarnya. Dia memasuki mobil dengan tanpa bantuan dari Luna. Saat akan menutup pintu mobil, Luna dikejutkan dengan tepukan kecil di bahunya, dia segera menoleh lalu tersenyum lega.

"Mbak jemput Kinan ya?"

"Iya Jes. Kok kamu disini?" Tanya Luna pelan. Dia tersenyum lembut pada seorang perempuan yang berdiri di depannya. Jesna, rekan tim suaminya yang sudah dia kenal beberapa bulan yang lalu.

"Aku... kebetulan makan siang disana, Mbak." Jesna menunjuk kesalah satu arah warung yang ada di seberang jalan, "Tadi nggak sengaja ngelihat Mbak disini, yaudah di samperin deh."

Luna semakin melebarkan senyumnya, "kamu nggak masuk kerja? Udah jam dua loh ini."

Jesna tersenyum lembut, dia lalu juga ikut memperhatikan jam tangannya.
"Kerja kok, Mbak. Bentar lagi, jam-jam tigaan kami mau pergi keluar kota, sama Pak Diga juga."

"Ooo... kemana Jes?"

"Desa Gedawang, Mbak. TKP pembunuhannya Herman. Pak Diga nggak cerita?" Tanya perempuan itu dengan kernyitan dalam.

"Tadi Mas Diga telfon cuman izin dinas keluar kota, nggak cerita mau kemana. Belum sempat mungkin."

Jesna kembali tersenyum samar, dengan kepalanya yang mengangguk paham. Lalu keduanya dikejutkan dengan kaca pintu mobil yang terbuka. Dari dalam, kepala mungil Kinan menyembul keluar.

"Ma, cepetan dong. Kinan lapar nih." Rengek gadis itu manja.

Luna terkekeh pelan. Dia menepuk bahu Jesna pelan, "yaudah, kamu balik sana. Bilang sama Mas Diga suruh hati-hati ya."

"Siap, Mbak."

Luna tersenyum lembut. Dia lalu langsung berjalan kearah pintu mobil yang sebelahnya lagi. Jesna menunduk, memperhatikan istri dan juga anak dari kepala timnya.

"Kami jalan ya."

"Iya. Hati-hati Mbak ya."

Jesna kembali berdiri tegap, saat mobilnya Luna berlalu dari hadapannya. Dia memperhatikan mobil itu lekat, dengan senyuman samar.

***

Bayu dan Diga menelusuri jalanan yang menuju ke arah rumahnya Herman. Mereka mencari lokasi rumahnya Herman yang dulu. Sedangkan Andi dan Jesna memeriksa beberapa lokasi cctv yang ada di pinggiran jalan sesuai dengan tanggal-tanggal hilangnya para korban. Keadaan jalan yang sedikit rusak dan becek , membuat mereka semakin susah untuk bergerak lebih cepat, dikarenakan jalanannya yang berbelok-belok, bebatuan, dan mereka juga harus mendaki dengan jalan kaki beberapa meter lagi kedepan.

IT's ME ; the person you call the devilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang