3

79 13 0
                                    


"Master kita sudah sampai" Kata BaoBao

BaoBao yang sudah meletakkanku didepan pintu mulai berubah bentuknya menjadi kecil kembali. 

Sekarang apa yang harus kulakukan. Kulihat dan kupandang terus pintu rumah keluarga itu. Tidak mungkin aku menangis. Malulah itu. 

"BaoBao bisakah kamu mengetuk pintu rumah mereka?" kataku

BaoBao yang mendengar itu tengah berpikir

"Baik Master." katanya

BaoBao mendekati pintu mereka dan mulai mengetuk dengan paruhnya. Tapi itu terdengar kecil sekali. kurasa mereka tidak akan mendengarnya.

"BaoBao bisakah lebih keras lagi?" kataku

BaoBao yang mendengar itu langsung berusaha sebisanya. Hingga...

"Master, maaf tenagaku habis setelah berubah menjadi raksasa tadi" katanya dengan suara sedu

Aku yang mendengar itu mulai berpikir.

"BaoBao kalau kamu mendengar ini. Jangan tertawa dan mengejekku" kataku yang kutekankan

"Ba.. Baik Master" katanya yang takut takut

Tanpa berpikir panjang ku keluarkan suara merduku

OEK.... OEK.... OEK....

kulakukan berulang-ulang hingga mereka bisa mendengarku. Secara aku juga lapar sekali. Sedihlah hati ini juga

OEK.... OEK.... OEK....

OEK.... OEK.... OEK....

OEK.... OEK.... OEK....

"Bu, Apa kamu mendengar suara itu? Ku rasa suara ini bukan dari suara Ara." Kata suami

"Benar loh bapak, ni Ara juga anteng sekali. Dimana suara itu?" tanya istri itu kembali

"Biar bapak lihat dulu ya. Ibu di sini saja jaga Ara" kata suami

"Hati-hati ya pak" kata istri

"Ya bu" kata suami

Suami itu celingak celinguk mencari sumber suara. Terdengar suara itu semakin keras terdengar di luar rumahnya. Suami itu berjalan berjaga-jaga ke depan rumah hingga saat membuka pintu...

"ASTAAAGAAAA..... Kartikaaaaa.... Bu... Bu.... Kemari...."Teriak bapak

"Ada pak, jangan teriak-teriak. Nanti Ara bangun" Ucap Ibu sambil bergegas berlari keluar mencari bapak

"Bapak, Anak siapa ini?" Tanya ibu 

Melihat suaminya menggendong anak bayi dalam dekapannya. Ibu yang melihat bayi itu juga terpana sama seperti wajah suaminya yang terpana melihat bayi itu.

Bayi cantik, putih bersih, dengan mata bulat hitam yang besar, bibirnya yang terbentuk seperti jantung. Seolah-olah mereka melihat dewi yang cantik dihadapan mereka.

Suaminya yang menggendong bayi cantik itu berusaha menenangkan tangisan bayi itu. 

"Pak, coba biar aku yang gendong" kata ibu

Bapak yang mendengar itu langsung menyerahkan bayi cantik kepelukan sang ibu.

Bayi itu mencoba mencari-cari payudaranya berusaha untuk minta susu. Ibu yang menyadari tindakan bayi itu tersenyum haru

"Kamu lapar nak?" kata ibu lembut sambil membukakan kancing baju atasnya hingga terpapang payudaranya yang gembul. 

Tanpa babi bu. Bayi cantik itu langsung melahap puting ibu dan menyusu di sana

Ibu yang melihat itu tersenyum haru merasa bahagia dan ingin memilikinya

"Pak, lihat." kata ibu sambil berkaca-kaca

Bapak juga ikut tersenyum haru sambil menganggukan kepalanya dan mengelus lembut serta pelan kepala bayi itu

"Bapak, kita rawat ya?" tanya ibu

Bapak yang mendengar itu sedikit terkejut. Masalahnya kita tidak tahu asal usul bayi itu dan siapa keluarganya. Bagaimana bisa ada di depan rumahnya.

"Tapi bu, kita harus mencari keluarganya" kata bapak

Ibu yang mendengar itu menggelengkan kepalanya

"Ibu udah sayang dengan anak ini pak. Bagaimanapun keluarga sudah membuangnya dan menaruhnya di depan rumah kita. Itu artinya keluarga atau ibunya percaya dengan kita untuk merawatnya." kata ibu lembut dan tersenyum dengan anak yang menyusu dengannya. Seolah-olah tersihir untuk memilikinya

Bapak yang mendengar itu hanya bisa mengela nafasnya pelan. Bagaimanapun juga dia juga setuju dengan perkataan ibu sudah terlanjur sayang semenjak pertama kali bertemu dan melihatnya. Bapak masih mengelus kepala bayi munyil itu

"Ya bu, kita rawat bayi ini bersama Ara. Kurasa bayi ini baru lahir selisih 2 hari dengan Ara. Itu artinya Ara kakaknya bu." kata bapak

Ibu yang mendengar itu tersenyum menganggukan kepalanya.

"Nama anak ini siapa bapak? Apa di keranjang itu ada surat atau apa gitu, pak?" tanya ibu

Bapak langsung ke depan rumahnya lagi, dilihat ada burung pipit bertengger di keranjang itu dengan antengnya. Burung pipit itu melompat membiarkan pria itu mengambil keranjangnya.

Bapak memeriksa keranjang itu siapa tau ada petunjuknya. Nyatanya kosong.

Bapak kembali masuk ke dalam sambil membawa keranjang itu dan burung pipit yang kembali bertengger ke keranjang. 

"Bapak bagaimana?" tanya ibu

"Nggak ada apa-apa bu" kata bapak menggelengkan kepalanya. Menaruh keranjang itu di meja. Sedangkan burung pipit masih setia bertengger di keranjang

"Hanya ada burung pipit kecil, bu" kata bapak

"Kalau begitu nama bayi kecil kita ini siapa pak?" tanya ibu

Terlihat bapak berpikir sedang mencari nama yang indah untuk anak keduanya

"Luna.... Luna Wijaya" kata bapak

Tunggu....

Aku yang masih menyusu merasa bingung masalahnya aku mengerti apa yang mereka katakan dan mereka memberiku nama yang aneh... Luna.. Luna Wijaya... Selain itu aku ada dimana sebenarnya ini. Aku adalah peri anggrek bahkan guruku sudah memberiku nama Lin Xie.

Tapi apalah dayaku. Aku membutuhkan mereka untuk membesarkanku dan aku juga harus berterima kasih kepada mereka yang mau merawatku. Jadi di kehidupanku ini di alam manusia namaku menjadi Luna Wijaya


Hukuman Sang Peri CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang