8

74 13 0
                                    


*Luna Pov*

Semenjak kematian bapaknya Priyo sangat membekas dalam ingatanku. Bagaimana tidak, begitu banyak kejadian yang terjadi semenjak hal itu terjadi. Misteri demi misteri di alam manusia belum terpecahkan, bahkan aku yang sang peri pun tidak mengetahui misteri hal itu.

Kematian bapaknya Priyo sangat ku sesalkan bahkan seumur hidupku. Bapaknya Priyo bernama Saiudin mengalami kecelakaan tabrak lari yang bahkan pelakunya tidak ditemukan oleh polisi. Padahal di lokasi kejadian terdapat CCTV tetapi CCTV itu tiba-tiba saja rusak. Pelaku masih berkeliaran, sedangkan polisi selalu menutupi kasus ini seolah itu hanyalah kecelakaan biasa yang disebabkan malfungsi kendaraan dari kendaraan yang dikendarai Saiudin. 

Motor vario yang dikendarai oleh korban Saiudin disebabkan oleh kesalahan malfungsi kendaraan tua yang tidak terawat. Itulah pernyataan polisi. Tetapi kalau dilihat betapa ringsek motor bapak dan bagaimana bapak terpental dari motornya, ku rasa itu mustahil kalau Saiudin menabrakan diri di jalan terus ngerem mendadak dengan kecepatan tinggi dengan kondisi jalan macet yang kebetulan Saiudin berbelok ke kanan di saat lampu hijau.

Yang bikin aku heran tidak ada saksi yang melihat dan jalanan macet begitu tidak ada saksi.

Entah mengapa aku merasa pelakunya adalah orang berkuasa dan berpengaruh hingga polisi tidak bisa menyentuhnya.

Sayangnya, keluarga Priyo merelakan kematian bapaknya, Saiudin. Entah bagaimana paman dari Priyo mengotot untuk menyudahi kasus ini, padahal Priyo dan ibunya meminta dan menuntut keadilan dari suami dan bapak yang tercinta. Entah bagaimana Paman dan keluarga besarnya memaksa hingga mengusir Priyo dan ibu yang belum terima keputusan polisi.

Pada akhirnya bapaknya Priyo, Saiudin akhirnya dikebumikan dengan tergesa-gesa dikarenakan jenazah Saiudin di rumah sakit selama 3 hari untuk otopsi.

Mengenai hal itu Priyo dan ibunya menerima keadaan mereka dengan pasrah.

-TPU (Taman Pemakaman Umum)-

 Selama di TPU bacaan ayat suci terus terlontarkan menghantarkan kepergian Saiudin untuk dikebumikan.

Disinilah aku bersama ibu dan bapak serta keluarga Priyo. Ku lihat Priyo dengan mata sembabnya mengangkat jenazah bapak untuk ditidurkan selamanya bersatu dengan ibu pertiwi. Saat ku edarkan pandanganku tak sengaja kulihat Saiudin berdiri tak jauh di rerimbunan pohon dengan pakaian putih bersihnya dan wajahnya yang bersinar terlihat tersenyum melihat Priyo dan istrinya, hanya saja senyuman itu masih mengandung kesedihan.

Melihat hal itu, aku permisi dengan ibu dan bapakku. Ku berjalan mendekat menemui Saiudin.

Saiudin yang merasa aku mendekat langsung bersujud dan menyembahku.

"Bapak, Apa kabar" Ucapku basa basi

Aku bisa rasakan bapak merasa bahagia dengan kehadiranku dengan posisi masih bersujud di hadapanku

"Bapak, nggak mau liat Luna lagi? Berhentilah menunduk dan bersujud begitu bapak." Ucapku lagi

Bapak masih menggelengkan kepalanya dengan posisi yang sama bersujud begitu.

"Maaf dewi, bukannya hamba menyinggung Anda. Hamba tidak berani melihat keagungan Dewi Yang Agung" ucapnya

Mendengar hal itu betapa terkejutnya aku. Aku yang mengerti hanya menganggukan kepalaku.

"Wahai jiwa, bisakah kamu memberitahuku. Bagaimana kamu bisa mati?" ucapku

Mendengar itu ku lihat Saiudin badannya gemetar tidak berani menjawab. Hening cukup lama ku rasa dia tidak berani memberitahuku. Kalau begitu haruskah aku mengganti pertanyaanku.

"Apakah pelakunya orang berkuasa dan kaya?" tanyaku lagi

Kulihat Saiudin menganggukan kepalanya sambil bersujud. 

"Apakah pelakunya seorang pejabat?" tanyaku lagi

Saiudin menggelengkan kepalanya

 "Apakah pelakunya orang tua?" tanyaku

Saiudin menggelengkan kepalanya

"Apakah pelakunya orang muda?" tanyaku lagi

Saiudin menganggukan kepalanya

"Apakah itu pria?" tanyaku berusaha tenang karena pelaku seorang yang masih muda

Saiudin menggelengkan kepalanya

"Wanita?" tanyaku lagi

Saiudin menganggukan kepalanya

Aku membulatkan mataku terkejut akan fakta kejadian ini.

Tiba-tiba saja ku lihat malaikat menggunakan pakaian putih bersayap putih terbang menghampiri Saiudin. Malaikat yang melihatku bersujud kepadaku.

"Mohon maaf Dewi Yang Agung, hamba harus membawa jiwa ini ke alam persimpangan untuk di adili" Ucapnya

Saiudin yang mendengar itu tentu gemetaran. 

Sedangkan yang bisa aku lakukan hanya bisa melepas kepergian Saiudin padahal ada begitu pertanyaan yang harus kuajukan untuk kutemukan pelakunya.

Kupejamkan mataku tak terasa hujan mulai turun membasahi bumi pertiwi seolah mendukung kesedihan yang kurasakan.

-Skip-

Saat ini aku berada di kamarku, kutuliskan semua kejadian tentang Saiudin bahkan percakapan yang kita lakukan hari ini sebagai pengingatku. Setelah selesai kutulis di bukuku. Ku jentikkan jari kanan ku untuk menaruh di ruang penyimpanan rahasiaku.

Ku rebahkan tubuhku sambil memejamkan mataku. Aku tidak boleh terlibat dengan urusan manusia atau hal ini akan menyusahkanku kelak untuk kembali ke alam langit. Ku hela nafasku pelan berharap karma akan menghampiri pelaku itu entah kapan itu terjadi. Padahal mungkin saja aku bisa menemukan pelaku dengan mata gaibku hanya saja itu akan menguras tenagaku dan menarik makhluk tak kasat mata menghampiriku atau bahkan menyerangku. Itulah sebabnya meski aku tahu, aku tidak berani mencari tahu.

Hingga tak sadar ku tertidur dalam kasurku.

Tak terasa waktu terus berjalan normal seperti biasa. Selama aku tidak menyenggol atau bersitegang dengan manusia bahkan alam gaib yang berdampingan dengan manusia maka selama hari-hari ku lalui di alam manusia menjadi aman dan tidak terganggu. Hanya saja aku masih memutar otakku, bagaimana aku kembali ke alam langit.

Seiring berjalannya waktu kulihat jari kanan Ara sudah terlihat tiga benang merah yang sudah terlihat jelas. Ku gelengkan kepalaku untuk mengabaikannya. Biarlah, biar Ara yang menjalankannya. Sesaat ku lihat setiap hari benang merah di jari kananku terkadang samar terkadang terlihat jelas. Sepertinya seseorang yang bernama Rachel kadang lupa dan ingat dengan ku. Tetapi aku berharap benang merah ini samar terus semakin lama lepas dengan sendirinya. Hanya saja hingga saat ini masih terjalin erat dengannya.

Di usiaku baik aku dan Ara, kami berdua memiliki adik laki-laki yang baru lahir beberapa tahun yang lalu. Sekarang usianya 3 tahun, namanya Messi. Bapak menamai adik laki-lakiku karena ngefans dengan Lionel Messi. Dulu dengan Ara, bapak fans JKT sekarang adikku dengan pemain sepak bola. Ada-ada aja bapakku ini. 

Messi Wijaya, nama lengkap si bungsu tampan yang selalu suka menggangguku bahkan menangis kalau tidak ada aku. Pokoknya repot banget, nggak mau lepas sama aku. Padahal masih Ara, eh malah Messi yang takut dan nggak mau dengan Ara. 

Beginilah hariku semenjak kelahiran Messi sebagai ibu kedua untuknya, karena ibuku sendiri sudah meninggalkan Messi dibawah asuhan baby sister atau aku di saat usia Messi 1 tahun untuk kembali bekerja mengurusi butiknya. Yang aku syukuri Messi tidak seribet Ara. Benang merah Messi hanya 1 yang terjalin samar. Meski begitu benang merah itu akan membuat kecewa ibu dan bapak. Begitu juga dengan benang merahku dan Ara. Entah karma apa yang telah diperbuat ibu dan bapak hingga semuanya menjadi runyam begini. Aku bisa saja mencari tahu tentang hal ini. Hanya saja seperti yang kusadari di awal misteri ini tidak boleh kucari.

Hukuman Sang Peri CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang