6

64 11 0
                                    


Keesokan harinya saat akan berangkat sekolah. Tiba-tiba bapak dan ibu yang mengantar kami ke sekolah. Saat di mobil...

*Luna Pov*

"Ma, kita ke sekolahkan?" tanya Ara

"Ya nak, kita ke sekolah" jawab mama sambil mengelus kepala Ara

"Tapi kok jalannya berbeda ma?" tanya Ara lagi

Aku mah lain anteng dengerin mereka aja lah.

"Ya nak, kalian pindah sekolah" kata mama

Ara yang mendengar itu nggak terima

"Maaaa... Kok gitu sih. Kakak masih suka sekolah di sana." Gerutu Ara

Aku yang mendengar hal itu membulatkan mataku. Apa jangan-jangan kejadianku kemarin ya. Tetapi aku lebih baik memilih diam daripada seperti Ara yang mulai menggerutu dan merengek nggak mau pindah sekolah

"Udah Ara ya, liat adik kamu aja diam dari tadi. Stop no comment Ara" kata mama sedikit penekanan biar Ara mau diem

Sesampai di sekolah yang tak kalah mewah dengan sekolahku yang dulu. Orang kaya mah bebas.

Sopir memakirkan mobil kami di tempat khusus parkir mobil. Di sini hanya bapak yang turun.

"Ayo Ara, turun" kata bapak 

"Ara turun ya" dibarengi dengan ibu juga

Akhirnya Ara pun turun menggendong tas ranselnya. Melihat Ara turun, aku yang berniat turun dipegang tanganku oleh ibu.

"Luna di sini dulu dengan ibu ya." kata ibu lembut

Ara yang sudah turun tangannya di gandeng bapak. Ara yang menoleh tidak melihatku..

"Bapak, kok adik nggak ikut?" tanya Ara

"Ya adikmu beda sekolah, kak." jawab bapak tegas

Ara yang takut bertanya lagi dengan bapak mengurungkan niatnya bertanya lagi.

Sedangkan aku yang sebenarnya diam melihat kepergian Ara melihat 2 benang lagi di jari Ara yang awalnya samar-samar mulai bergetar dan mulai sedikit demi sedikit terlihat jelas.

'Adeh...' batinku sambil menggelengkan kepalaku

'Biarin dah dari pada aku pusing' pikirku

Aku yang masih berada di mobil dengan ibu, sopir kami mulai menjalankan mobilnya. Kutolehkan kepalaku melihat ibu. 

"Kok, bapak ditinggal?" tanyaku

Ibu yang mendengar itu malah tertawa sambil mengelus kepalaku.

"Tenang saja, biar bapak naik taxi saja" jawab ibu

Perjalanan cukup jauh kayaknya ini di pinggiran kota deh. Hingga akhirnya kami sampai di sebuah SD yang terlihat sederhana. Karena SD nya sempit tidak ada tempat parkir mobil. Akhirnya kami turun di lapangan dekat SD menaruh mobil kami.

"Ayo dik, kita turun" Ucap ibu lembut

"Ya bu" jawabku

"Ini SD tempat bapak dan ibu sekolah dulu" kata ibu

"Benarkah?" kataku

Ibu menganggukan kepalanya sambil menggenggam erat tangan munyilku.

"Mulai hari ini sekolah di sini ya dik" Ucap Ibu. 

Ibu berjongkok mengeluarkan masker kecil dari tasnya

"Adik pakai masker ini ya. Janji sama ibu, adik selalu pakai masker ini ya. Kalau ingin makan, buka sedikit maskernya terus tutup kembali ya. Ibu tidak ingin ada yang pernah melihat wajah adik." Kata ibuku panjang lebar

Aku yang mendengar itu mengerutkan dahiku

"Janji dulu sama ibu" ucap ibuku kembali

Akupun mengganggukan kepalaku meski aku bingung dan kurang mengerti maksud ibu.

"Ya bu, adik janji" ucapku

"Ya udah yuk, kita ke ruang kepala sekolah dulu" Ucap ibuku kembali menggenggam tanganku erat.

Setelah dari ruang kepala sekolah ternyata yang menjadi kepala sekolah di sana temannya Ibuku, memudahkanku untuk pindah sekolah meski jauh sekali dari rumahku yang mewah. Seorang guru mengantarku ke kelas 2, kulihat teman-temanku pada cengengesan dengan ruang kelas sederhana dan hangat itu yang kurasakan. Ibu guru memperkenalkanku dengan teman-temanku di depan kelas. Kulihat semua duduk rapi dengan tangan di atas meja melihat ke arahku. Bahkan ada yang masih mengantuk, ada yang ingusnya keluar, waduh macem-macem lah ini. 

"Siang anak-anak, lihat kita kedatangan siswa baru, kenalin namanya Luna Wijaya. Ayo semuanya bilang Hai Luna" kata bu guru

"Hai Luna" jawab serempak semua siswa siswi di kelas

"Ada yang ingin bertanya tentang Luna?" tanya bu guru ke teman-temanku yang baru

Krik... Krik... Krik.... 

Sunyi itu yang terdengar. Bu guru tertawa kikuk.

"Hahaha... Baiklah Luna duduk di belakang ya, sama Priyo" kata bu guru

Aku hanya menganggukan kepalaku dianter di pegang bahuku menuju tempat dudukku.

Ku lihat Priyo ngemut jarinya sambil melihatku. Setelah aku duduk. Priyo hanya senyum pepsodent ke arahku memperlihatkan gigi ompongnya. 

Bu guru mulai mengajar dan meminta Priyo membagi bukunya bersama denganku. Sesekali kulihat Priyo ngupil terus upilnya dimakan.

'Wadidaw nggak tuh namanya. Emangnya upil enak' pikirku tertawa cekikikan

Priyo yang menyadariku melihatku dengan gigi ompongnya lagi.

-Skip-

Beginilah masa SD ku di sekolah pinggiran kota yang masih sederhana dan desa gitu. Sekolahku terbilang asri bahkan sangat sejuk. Selama sekolah di sini semua kelas mengenalku dengan baik meski hanya beberapa yang tak sengaja melihat wajahku begitu juga dengan guruku meski hanya sekilas karena terhalang masker. Sedangkan priyo sudah pernah melihat wajahku. Dia melongo dan terkejut tapi karena aku sering memakai masker dia juga menjadi biasa aja denganku. Priyo terkenal nakal dan jahil di kelas. Kadang priyo pernah ngajak aku bertengkar yang berakhir dia sih yang nangis. Tetapi meski begitu kita tetap berteman. Guruku mengajarkan kita satu kelas berteman dan keluarga. Ingat satu kelas adalah keluarga. Itulah yang menyebabkan meski kita bertengkar dan saling jahil kita tetaplah keluarga.

Selama sekolah di SD ini aku harus berangkat jam 6 pagi yang diantar oleh sopirku. Sesampai di sekolah pastinya jam 7 pagi. Satu jam perjalanan jauhnya. Makanya aku selalu tidur di mobil. Apalagi kalau kelas 2 sd masuk siang dari jam 10 pagi sampai 15.30 sore. Sedangkan kelas 3 - 6 SD sekolah dari jam 7.15 pagi - 12.40 siang. 

Selama aku dan Ara beda sekolah aku jarang bertemu Ara karena dia ada les musiklah, les menari dance apalah gitu, les mata pelajaranlah. Namanya juga sekolah elite. Sedangkan aku, awalnya ibu ingin memberiku les seperti Ara tetapi di urungkan niatnya. Karena selalu melihatku letih dan kelelahan dengan perjalanan jauh dari sekolah. 

Selama sekolah aku dan Priyo menjadi sahabat sejati, itulah yang aku rasakan. Apalagi aku selalu melihat pendamping penjaga Priyo seorang ksatria membawa tombak. Seperti prajurit jaman dulu. Setiap aku bertemu Priyo pasti prajurit itu membungkuk memberi hormat kepadaku tidak berani melihatku langsung hanya menundukkan kepalanya kemanapun Priyo pergi pasti diikutinya. Aku bisa merasakan Priyo adalah laki-laki baik dengan hati yang bersih, meski jahilnya nggak ketulungan sih. Aku bisa melihat satu benang merah di jari tangan kanan Priyo yang masih samar. Itu tandanya dia belum bertemu dengan pasangannya.

-Skip Masa SD Menuju SMP-

Yups masih sama dengan masa SD ku. Di SMP aku bersekolah terpisah dengan Ara. Dimana Ara bersekolah di sekolah elite anak orang kaya berada. Sedangkan aku bersekolah di SMP yang dekat dengan SD ku. Senangnya ternyata teman SD ku dulu termasuk kakak kelasku dulu berada di SD yang sama sepertiku. Selama sekolah di SD benar-benar kenangan indah bagiku tidak ada bahaya atau masalah sedikitpun, ku bisa rasakan bagaimana anak-anak kecil bermain dan bersenang-senang dengan wajar pada umumnya. Bahkan Priyo juga satu sekolah denganku. Hanya saja tragedi SMP terjadi yang akan membekas selamanya di ingatan sahabatku Priyo.

Hukuman Sang Peri CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang