9

84 11 4
                                    

*Luna Pov*

Sebentar lagi aku akan menginjak usia 16 tahun. Aku dan Priyo kembali sekolah di SMA Negeri yang sama hanya saja SMA Negeri ini dekat dengan rumahku yaitu SMA Negeri 22. Bisa dibilang SMA Negeri tempatku bersekolah tidak begitu banyak memiliki murid, namanya juga dekat kompleks perumahan mewah pastinya anak-anak mereka disekolahkan ke sekolah Elite seperti Ara contohnya yang disekolahkan di Figaro's high school. Tetapi aku yang dari SD dan SMP sekolah di perbatasan kota bisa dibilang aku lebih suka dengan hal sederhana saja lebih memilih di SMAN 22 apalagi jarak rumah dan sekolah bisa di tempuh dengan sepeda gayung. Uniknya pemandangan dari rumah ke SMAN 22 itu masih wilayah tergolong asri. Bagaimana tidak, hamparan sawah di sepanjang jalan dan pohon yang rindang di sepanjang jalan menambah suasana yang sejuk. Belum lagi tidak hanya rumahku yang mewah bahkan sawah dan pohon rindang sepanjang jalan itu milik keluargaku hingga luasnya berhektar-hektar. Apalagi sekolah SMAN 22 meski milik pemerintah jalanan di sekitar sekolah selalu di jaga dan dirawat oleh keluargaku karena pintu keluar masuk dari rumahku ke jalan raya besar yah harus melewati SMAN 22.  Sepanjang jalan dari rumahku ke SMAN 22 itu lebarnya saja bisa 10 meter cukup di lewati 2 truk. 

Sedangkan Priyo, dia mulai pindah ke kota dan tinggal di belakang halaman rumahku. Bapak dan Ibuku yang mengetahui kalau Priyo dan ibunya di usir dari rumahnya setelah Priyo lulus SMP langsung mengajak mereka untuk tinggal di rumahku. 

Awalnya ibunya Priyo menolak akhirnya dengan rayuan ibuku sekaligus ingin membuka bisnis aneka kue akhirnya ibunya Priyo mau untuk tinggal dengan keluargaku dengan catatan ibunya Priyo bekerja seperti pegawai yang lainnya dengan ibuku dan membayar cicilan rumah dengan potong gaji dari dia dapatkan. Ibuku awalnya menolak tetapi demi sahabatnya agar mau tinggal bersamanya lagi mengingat keluarga ibunya Priyo telah lama meninggal. Akhirnya mengingat sahabatnya yang keras kepala, ibuku menerima permintannya. Hanya saja permintaan ibunya Priyo ingin tinggal di belakang rumahku yang kecil dan tak terawat. 

Semenjak ibunya Priyo dan Priyo tinggal di sana rumah itu lebih terasa hidup dan hangat meski kecil dan sederhana.

-Skip-

SMAN 22 tidak begitu banyak yang bersekolah di sini. Kebanyakan yang bersekolah adalah mereka yang keluarganya dari menengah ke bawah dan mendapatkan beasiswa miskin. Jadi siswa yang kaya pastinya hanya aku saja, tetapi syukurnya guru di sini tidak membedakan siswa itu mau kaya atau miskin, kita dianggap sama semua berhak mendapatkan pendidikan yang setara. Memilih sekolah di sini tentunya bisa menghindariku dari banyak masalah terutama dari pergaulan dan juga pertemanan. Sedikit masalah mungkin bisa membantu ke alam langit lebih cepat. 

15 tahun itu waktu yang sangat lama bagiku dan BaoBao yang telah berada di alam manusia. Segala masalah berusaha kami hindari. Meski masih ada satu masalah yang belum terselesaikan yaitu satu benang merah di tangan kananku yang belum juga terlepas hingga saat ini.

Apalagi Ara yang mulai terlihat berandal dan ugal-ugalan semenjak SMA. Belum lagi masalah benang merah nya dari tiga menjadi empat sekarang. Seharusnya berdasarkan hukum alam seseorang itu hanyalah memiliki satu benang merah. Jarang ada yang memiliki dua kecuali benang merah pertama terbakar karena kematian yang memisahkan. Bahkan tidak ada benang merah sekalipun artinya emang tidak punya pasangan atau pasangannya belum lahir hingga kematianpun menjemputnya. Sedangkan Ara ini sudah empat dan terlihat berantakan. Haruskah aku mulai menyelediki hal ini karena ketidakwajaran yang terjadi. 

Kalau seperti ini terlalu banyak pasangan tidakkah itu bahayanya akan saling menyakiti. Mungkin aku terlambat bahkan mengabaikannya sebelumnya karena keinginan kuatku untuk kembali ke alam langit tanpa ikut campur dan terjadi masalah yang menghambatku selama di sini. Tetapi mengingat 15 tahun telah berlalu meski ilmu dan kultivasiku telah kembali sempurna, aku masih belum bisa kembali ke alam langit yang ada aku tetap kesetrum dan lumpuh selama 1 jam untuk bisa kembali ke sedia kala.

Ku termenung apakah kehadiranku di keluarga ini ada hubungannya dengan kesalahan tugas yang telah kulakukan di alam langit. Apalagi baru 1 manusia seperti Ara saja yang memiliki 5 benang merah berantakan yang telah aku temui selama 15 tahun di alam manusia. Bagaimana aku bisa terlambat menyadari ini semua.

"Master... Master.... Apa yang sedang Anda pikirkan?" tanya BaoBao di sebelahku sambil bertengger di ranting pohon rindang 

Saat ini aku sedang istirahat jam makan siang di sekolah di taman yang rindang seorang diri

Ingat sesuai janjiku dengan ibu, aku yang bersekolah dari SD semenjak pindah hingga masuk SMA masih memakai maskerku dan menyembunyikan wajahku. Ternyata apa yang menjadi janjiku kepada ibu cukup ampuh untuk membuatku tetap aman di mana saja tanpa orang lain melihatku terkagum-kagum. Yah, mengurangi sedikit masalahku juga sebenarnya.

"BaoBao" panggilku

"Ya Master?" tanyanya

Aku berpikir apakah harus kuutarakan isi pikiranku kepada BaoBao. Hanya saja masalahnya BaoBao masih terlalu muda kultivasinya juga belum lama, kurasa susah jika bertanya padanya

Ku gelengkan kepalaku. Ku rasa aku harus mulai berpikir pelan-pelan. Intinya bulatkan tekad dulu dengan masalah di rumah. Di mulai dari Ara, yakinku.

"Sudah makan BaoBao?" tanyaku mengalihkan kekhawatirannya

"Belum Master... Heeeheeeheee" tawa kikuknya

Aku pun tertawa mendengarnya, 'dasar burung' pikirku

Akupun mengeluarkan biji kacang hijau dan kuberikan kepada BaoBao berwadahkan mangkok bekas eskrimku

Ku lihat dia makan dengan lahapnya.

Melihatnya makan hanya ini kesenanganku tersendiri di alam manusia ini bersamanya selama 15 tahun.

Ara mungkin aku harus menyakitimu sebelum semuanya menjadi bahaya. Menghilangkan 4 benang merah dan menyisakan 1 benang merah dengan cara apapun. Sebagai Peri Cinta, maafkan aku kalau harus melakukan ini demi membenahi jalurnya jodoh. Pikirku dengan tekad yang sudah kubulatkan. Ku harap jalan yang aku ambil ini merupakan jalan kebenaran.

Seusai pulang sekolah seperti biasa ku kayuhkan sepedaku menuju rumahku. Priyo yang biasanya pulang sekolah bersamaku dengan mengendarai sepeda masing-masing berhalangan hadir ke sekolah hari ini. Dia meminta ijin untuk pergi ke rumah sakit mengantarkan ibunya yang beberapa hari ini batuk pilek. Setelah dipaksa akhirnya ibunya Priyo mau ke rumah sakit.

Ku kayuhkan sepedaku sambil menikmati sejuknya dan indahnya pemandangan yang ku lewati meski setiap hari tidak pernah bosan menurutku. Tiba-tiba saja terdengar bunyi klakson yang sengaja mengejutkanku dan menyenggol sepedaku dengan sebuah mobil hingga aku terjungkal jatuh ke sawah bersama sepedaku. Bisa kurasakan itu pasti Ara saudara tak sedarahku pelakunya. Wajahku bahkan seluruh seragamku berakhir sudah penuh dengan lumpur, belum lagi sepedaku depannya langsung bengkok. Meski aku terjatuh, aku itu nggak mungkin terluka apalagi berdarah. 

'Dasar Ara, sialan. Sengaja banget kamu' gumamku

"Hei kamu nggak papa?" tanya seseorang dengan suara merdunya.

Yang pasti itu suara perempuan. Hanya saja entah mengapa benang di jari kananku bergetar dengan hebat.  

Hukuman Sang Peri CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang