일곱-07

1K 124 2
                                    

Happy reading!

.

.

Keesokan harinya, jevan mengumpulkan seluruh orang suruhannya yang ia tugaskan untuk mencari keberadaan anne dan anaknya.

Kini, semua orang suruhannya sudah berkumpul, ada 15 orang. Mereka semua menunduk tak berani menatap sosok yang saat ini sedang berdiri dengan gagahnya dihadapan mereka semua.

"Saya kecewa sama kalian." akhirnya sosok yang berkuasa disini angkat bicara.

"Saya udah bayar kalian masing-masing 15 juta perbulannya, apa masih kurang? Kenapa kalian nggak ngejalanin tugas yang saya kasih? Uang yang kasih, malah kalian pakai buat foya-foya, dan nggak ngejalanin tugas yang saya kasih. Kalian ini nyepelein saya ya?" tanya jevan panjang lebar.

"Dan, udah 5 tahun bahkan hampir 6 tahun kalian nggak pernah ngejalanin tugas yang saya kasih. Saya pikir, kalian belum berhasil nemuin anne dan anak saya karena mereka tinggal diluar negeri, tapi nyatanya, kalian bukan belum berhasil nemuin anne dan anak saya, bukan karena itu, tapi karena nggak pernah ngejalanin tugas yang saya kasih." imbuhnya lagi.

Jevan membuang nafas kasar. "Jadi sekarang kalian mau nya gimana?"
Salah satu dari 15 orang suruhannya mengangkat tangannya, lalu maju ke depan, menghadap jevan. "Saya sebagai perwakilan dari empat belas orang lainnya, meminta maaf sebesar-besarnya kepada anda, boss. Saya meminta maaf atas perlakuan kami semua sebelumnya, dan juga, maaf karena tidak pernah menjalankan tugas yang anda beri. Tapi, mulai detik ini, saya dan yang lainnya berjanji untuk menjalankan tugas apapun yang anda beri. Kami bersumpah demi Tuhan."

Jevan terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata. "Baik. Kalian saya maafkan. Tapi, kalau sampai sekali lagi kalian mengulanginya, saya tidak akan segan-segan untuk memecat kalian semua." tutur jevan tegas.

"Diam. Sekarang, keluar dari ruangan saya." serobot jevan. Chandra yang baru saja membuka mulutnya untuk membalas perkataan jevan langsung menutup kembali mulutnya rapat-rapat.

Mereka semua mengangguk patuh, menuruti perintah dari yang lebih berkuasa, dan keluar dari ruangan jevan.

Jevan pun turut keluar dari ruangannya, berjalan menuju kamarnya. Omong-omong, jevan saat ini sedang berada di rumah.

Setelah sampai di kamar, jevan merebahkan tubuhnya di atas ranjang, tapi sebelum itu, jevan meraih satu bingkai foto yang berada di atas nakas. Jevan memandangi foto itu, foto pernikahan nya dengan anne. Di dalam foto itu, ia dapat melihat dirinya dan anne tersenyum lebar dengan mata yang saling bersitatap. Tanpa sadar, air mata jevan mulai turun membasahi pipinya.

Jevan mengecup foto itu sedikit lama, lalu memeluknya. Memejamkan mata dengan tangan yang memeluk erat bingkai foto yang berisi pernikahan dirinya dan anne.

"Maafin aku.." lirih jevan sebelum akhirnya ia masuk ke alam mimpinya.

••••

Pukul 15.56. Jevan baru saja menyelesaikan meeting dengan kliennya. Setelah meeting itu berakhir, jevan berniat untuk langsung kembali ke ruangannya, namun, ada satu sosok pria berumur yang tiba-tiba menahannya.

"Maaf, pak. Ada perlu apa dengan saya?" tanya jevan.

"Eum, begini, saya punya putri lebih muda dua tahun dari anda, putri saya cantik kok, kalau kamu mau, saya bisa mempertemukan kamu dengan putri saya," jelas pria berumur itu tak lupa dengan senyum penuh maknanya.

Jevan menatap malas ke arah pria berumur itu. "Maaf, pak. Saya sudah punya istri dan anak." balasan jevan berhasil membuat lawan bicaranya terkejut. Namun dengan cepat ia merubah raut terkejutnya menjadi sebuah senyuman, senyuman palsu.

"A-ah, begitu ya.... Kalau begitu, maafkan saya. Saya permisi.." ujar pria berumur itu lalu berlalu begitu saja meninggalkan jevan.

Jevan berdecih. Cih, dasar pria bau tanah tidak jelas. batinnya.

Setelah itu, jevan kembali ke ruangannya, dan langsung di sambut oleh marvell yang dengan santainya duduk di atas sofa, sembari meminum kopi.

"Sini, ngopi," ajak marvell. Jevan menurut, toh, sekarang sedang jam istirahat.

"Kapan lo mau nyamperin anne sama anak lo?" tanya marvell setelah jevan duduk di sampingnya.

"Secepatnya. Tapi nggak sekarang, soalnya kerjaan lagi numpuk, gue mau nyelesain semuanya dulu, baru nyamperin istri sama anak," jawab jevan.

"Ralat, mantan istri dan anak," ucap marvell lalu tertawa terbahak-bahak setelahnya. Non akhlak.

"Ck, sialan!" jevan memukul belakang kepala marvell cukup keras, berhasil menghentikan tawa marvell dan digantikan dengan ringisan kecil.

"Baperan amat lo, duda." gerutu marvell. Jevan melotot bersiap untuk melayangkan pukulan lagi pada marvell. "Eh, nggak-nggak, ampun!" mohon marvell sambil cengengesan, sejujurnya ia takut. Karena mungkin jevan menganggap pukulannya hanya pukulan biasa, namun ketahuilah, marvell yang menjadi korban bisa merasakan kalau jevan memukulnya menggunakan tenaga dalam. Bisa-bisa lehernya patah!

Jevan menghela nafas sabar menghadapi sekertaris sekaligus sahabatnya ini, ia sudah biasa menghadapi sikap menyebalkan marvell, tapi kadang-kadang, ada kalanya ia merasa ingin mencekik marvell karena terlalu menyebalkan.

"Yaudah, yang penting jangan lupa nyamperin mereka, ajak anne ngomong baik-baik, jangan mancing keributan atau apapun itu, karena disini. Yang salah itu lo, bukan anne." ujar marvell.

Jevan mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. Ia sama sekali tidak merasa tersinggung saat marvell menyalahkan dirinya, karena memang ia yang salah. Benarkan?

"Besok, tolong gantiin gue meeting. Gue mau nyelesain semua tumpukan kertas yang udah menggunung itu," ucap jevan seraya menunjuk tumpukan kertas yang menumpuk di atas meja nya. Benar-benar menggunung, dan bisa kapan saja membuat jevan muntah karena sudah muak melihat tumpukan kertas itu.

"Iya, santai aja. Gue balik ke rungan dulu, mau lanjut kerja," balas marvell.




To be continue....

Janlup vote! Jangan jadi pembaca bayangan.

follow ig ku dong! @sweet.apia

Jevan & Anne | JaeròseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang