"SLATE IN!"
Riuh rendah berubah senyap. Tak ada lagi yang bersuara terlalu kencang. Para crew yang sebelumnya sibuk hilir mudik telah mereda. Mereka bersiap dengan lebih matang pada jobdesk-nya sebab sang asisten sutradara telah memberikan aba-aba.
Begitu pula dengan Jan Lakis yang lakis telah bersiap di lokasi pengambilan shot. Dia memperhatikan sekitar, menunggu. Sosoknya terlihat cukup berbeda dengan kesan yang membuatnya semakin menawan. Ini adalah project film-nya yang harus segera ia selesaikan.
"SOUND."
Jan Lakis berdeham kecil, menggerakkan sedikit tubuhnya. Lelaki itu juga tampak memejamkan matanya seraya melipat bibir sekejap sebelum semakin memantapkan dirinya bersiap.
"ROLL!"
Clapper mulai membacakan informasi di dalam slate. Semua orang mendengarkan, termasuk Jan Lakis.
"Slate 231, scene 9, shot 1, take 1."
Astrada melirik sekitar sejenak, lalu kembali bersuara lantang, "CAMERA?!"
Kini bergantian, operator kamera yang begitu fokus kembali memberikan aba-aba sebagai feedback, "ROLL!"
Jan Lakis menarik napas dan mengembuskannya dengan tenang hingga clapper board ditutup dengan suara tepukan yang terdengar nyaring. Hal itu bersamaan dengan seruan astrada selanjutnya.
"ACTION!"
Jan Lakis mulai bersandiwara di hadapan kamera dengan begitu professional. Dia menjadi karakter baru di sebuah scene film yang tengah ia jalani selama sebulan ini. Mengaburkan semua pikiran yang ia miliki dengan segala dialog dan adegan yang telah diatur di dalam naskah.
Terkadang, mempercayai hidup sebagai panggung sandiwara lebih mudah dilakukan dibanding dengan menganggapnya sebagai sebuah lelucon.
Seumur hidupnya, tanpa berkecimpung di dunia entertain yang membuatnya melakoni berbagai karakter, Jan Lakis telah hidup di dalam sebuah panggung sandiwara. Seperti pada umumnya, dirinya sebagai aktor atau lakon dipastikan akan mengikuti apa yang diharuskan dalam sebuah script.
Bedanya, dalam kehidupan aslinya di luar dunia entertain, bukan sebuah naskah atau skrip yang mengatur segala aksinya, melainkan sang papa, Yan Jati, pemilik utuh Saudjaja Grup saat ini.
Jan Lakis telah terlatih untuk mengikuti segala hal yang ada dalam naskah. Dia sudah terlatih dengan begitu muak mengikuti segala hal yang diinginkan oleh Yan Jati dengan dalih kebaikan dirinya dan juga keluarga.
Berkali-kali Jan Lakis hampir kehilangan jati dirinya. Dia bagaikan mainan boneka tali yang penuh kekangan kuat. Jan Lakis hanyalah mainan yang dipermainkan oleh orang-orang di atasnya; oleh sang papa, oleh naskah film. Namun, hidup di atas panggung sandiwara yang mengikuti naskah terasa jauh lebih baik karena pria itu bisa melakukan improvisasi atas beberapa hal yang menurutnya akan membuat sempurna.
Kekangan tali sebagai aktor jauh lebih longgar dibandingkan tali yang dililitkan sang papa kepadanya.
"Aku akan menunggu sebanyak waktu yang akan membuat kamu percaya akan sebuah cinta, Gala," ujar lakon perempuan utama yang kini berhadapan dengan Jan Lakis.
Suasana di antara keduanya begitu dalam dengan atmosfer yang begitu tebal akan sebuah harapan dan penentangan yang begitu kuat ketika Jan Lakis mendengar penurutan kalimat tadi.
Ini seperti sebuah hal yang terasa begitu terkoneksi dengan pikiran Jan Lakis hingga pria itu tidak butuh waktu lama untuk masuk dan menyatu ke dalam 'dunia' pada karakter yang sedang ia lakoni sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
CALL ME YOUR WIFE, LAKIS! ✔️
RomanceKehidupan pernikahan persis seperti yang dibayangkan oleh Jan Lakis; sulit, pahit dan menyakitkan. Dengan penggambaran yang melekat seperti itu di kepalanya membuat Lakis sukar menerima perjodohan yang ia jalani. Pria itu begitu skeptis dan dingin t...