CALL-8 | I DON'T NEED YOUR SHELTER

7K 810 162
                                    

jangan lupa mampir/follow twitter Bia di @/suniskie buat liat daily chat atau kapan update si Salak Couple (Samira-Lakis) wkwk.

Jan Lakis tidak pernah membahas ucapannya malam itu. Dia bersikap selayaknya segala kalimat yang keluar dari bibirnya malam itu tidak pernah terucap sama sekali. Pria itu melupakannya—atau lebih tepatnya, berpura-pura lupa.

Begitu pula dengan Samira yang tidak pernah bertanya perihal segala hal yang terjadi pada malam itu. Tentu saja Samria pun bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Wanita itu belum siap membahasnya sekalipun ia ingin.

Semenjak kejadian di pagi hari itu, di mana suaminya terkejut akan kehadiran Samira di dalam kamarnya, Jan Lakis tetap memaksakan diri untuk bekerja. Dia tidak mendengarkan saran Samira sama sekali yang tujuannya hanya untuk kebaikan pria itu. Tentu saja Samira tidak bisa berlaku apa pun. Wanita itu mengira bila Jan Lakis marah atas kelancangan sikapnya hingga sejak saat itu dia jarang sekali pulang ke rumah.

Namun, setelah hampir dua minggu suaminya tidak bertemu dengannya bahkan tidak pulang, Samira sadar bahwa ia salah mengira. Jadwal Jan Lakis memang sedang padat-padatnya. Pria yang setiap harinya sudah sibuk itu tampak tiga kali lipat meningkat kesibukannya.

Selama dua minggu lebih itu tidak jarang Jan Lakis tidur di lokasi syuting, pergi ke luar kota untuk urusan projek, mengadakan pertemuan-pertemuan dengan kolega bisnisnya, sampai meninjau langsung lapangan. Itu adalah salah satu hal yang perlu dilakukannya agar menunjukkan keseriusan pada sang papa dalam meneruskan kejayaan Saudjaja.

Bagaimana Samira bisa tahu itu semua? Oh, tentu saja semua itu Samira dapati informasinya dari manager Jan Lakis. Dia cukup mengenal Asta hingga Samira bisa mendapatkan semua informasi itu dengan mudah. Namun, jangan salah sangka bahwa Samira tidak pernah berani untuk bertanya langsung pada sang suami.

Itu pernah Samira lakukan. Bertanya langsung pada Jan Lakis. Namun, apa jawaban pria itu? Dia berkata, 'Saya harap kamu membaca ulang kontrak itu, Samira. Kamu tidak perlu mencampuri urusan saya. Silakan lakukan apa yang menjadi urusanmu. Itu saja.'

Ucapan itu memberi kesan yang amat tidak mempedulikan perasaan Samira. Begitu sepelenya perasaan yang ia miliki. Itu sama saja Jan Lakis meninggalkan Samira dengan perasaan bersalah, karena alih-alih mendengarkan kalimat maaf yang hendak keluar dari bibir Samira, pria itu malah menyemprotnya dengan kalimat tak acuh yang menyakiti hati.

Tentu saja, sekuat-kuatnya Samira, semandiri apa pun wanita itu, ucapan yang dikeluarkan suaminya tetap terasa sangat menyakiti hatinya. Namun, Samira tidak akan membairkan perasaan sedih itu berlarut-larut. Dia perlu memikirkan hal lain yang jauh lebih penting dibanding perasaannya sendiri.

Pagi ini, tepat setelah ke enam belas hari Jan Lakis tidak pulang, Samira mendapati sedikit keterkejutan. Tampaknya, kemarin malam Jan Lakis pulang ke rumah. Samira dapat melihat sepasang sepatu pria itu berada dalam deretan sepatu-sepatu lain di dalam rak.

Oleh karena itu, pagi ini Samira langsung melakukan kegiatannya seperti biasa; membuat sarapan untuk sang suami dengan harapan kali ini pria itu akan memakan masakannya. Sayangnya, hingga Samira selesai memasak dan menaruh semua sarapan yang dibuatnya di atas meja, wanita itu tidak kunjung mendapati eksistensi suaminya yang keluar dari kamarnya. Samira juga tidak mendengar suara gemercik air dari dalam kamar mandi.

Karena penasaran, dia memberanikan diri untuk mengintip masuk ke dalam kamar suaminya. Dan hal yang mengejutkan adalah kamar itu kosong. Tidak ada sosok Jan Lakis sama sekali di dalam kamar itu. Hanya ada seprai yang sedikit kusut. Terlihat sekali kasur itu hanya dibereskan secara asal.

CALL ME YOUR WIFE, LAKIS! ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang