CALL - 39 | IS IT OVER NOW?

2.5K 210 18
                                    

Bagaikan raga tanpa jiwa, dalam diam Jan Lakis menangis di balik setir mobilnya yang terus melaju.

Di luar sana, hari semakin larut, tetapi Jan Lakis terus membelah jalanan dengan mobilnya seraya hanya mampu menatap kosong pada jalanan lengang di depannya. Kekecewaan yang dirasakannya telah terlampau menyakitinya hingga membuat pria itu linglung untuk bagaimana lagi ia menjabarkan emosi yang dirasakannya saat ini.

Sungguh, rasanya Jan Lakis ingin mengeluarkan semua emosi menyesakkan dalam dadanya itu, tetapi ia tidak tahu harus bagaimana. Sehingga, tanpa sadar setelah meninggalkan kaki dari rumah Yan Jati, pria itu menangis untuk pertama kalinya setelah sekian lama.

Untuk yang satu itu, Jan Lakis menyadari bahwa tangisnya bukanlah hadir sebab sakit hatinya yang baru mengetahui fakta bahwa dirinya bukanlah darah daging Yan Jati. Bukan karena itu. Bahkan, dapat dikatakan untuk persoalan tersebut, Jan Lakis justru merasa sedih dan bahagia sekaligus. Sedih karena dia menyesal sebab selama ini telah begitu bodoh tidak mampu melakukan apa pun ketika dikendalikan oleh seseorang yang bahkan tidak memiliki darah yang sama dengannya. Di saat yang bersamaan, itu juga membuatnya bahagia karena pada akhirnya Jan Lakis memiliki kekuatan mutlak untuk tidak menyandang nama Saudjaja lagi dalam kehidupannya.

Jadi, tentu saja tangis itu berasal dari rasa sesalnya yang besar akibat baru menyadari bahwa sejak awal, tidak pernah ada pengkhianatan seperti yang ada dalam pikirnya. Ia dan istrinya sama-sama terluka oleh satu orang yang sama—pria tua bajingan yang telah mempermainkan rumah tangga mereka.

Jan Lakis mengakui dirinya begitu tolol seperti yang dikatakan Haar. Sungguh, sikapnya terhadap sang istri beberapa hari ini sangat buruk dan sekarang ia harus menelan akibatnya, yaitu rasa sesal dan sesak sendirian di jalan pulang.

Jan Lakis memutar balik apa yang telah ia lakukan pada istrinya sendiri sepanjang jalan, mengenai sikapnya yang mudah salah paham akibat besarnya ego hingga sulit percaya seperti yang sudah-sudah. Juga, bebal dirinya yang tidak mau mendengarkan, hingga diamnya yang terlalu dungu untuk menyadari bahwa sikap tak memberi penjelasan apa pun ketika semua rumor itu menyebar hanya membuat pernikahan mereka kian di ujung tanduk. Apalagi dengan begitu bodohnya, dia lebih mendengarkan iblis seperti Yan Jati.

Jan Lakis kini menyesali semua itu. Sebuah penyesalan yang bahkan dapat disadari oleh dirinya sendiri bahwa itu semua sudah sangat terlambat.

Samira Noa. Bagaimana wanita itu bisa menerimanya kembali?



Bagi kalian yang belum sempat membacanya, hanya akan bisa dibaca melalui karyakarsa (at.suniskie)

ciao.

CALL ME YOUR WIFE, LAKIS! ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang