CALL - 34 | DIA GILA

3.2K 325 36
                                    

Tak ada kisah tentang cinta yang bisa terhindar dari air mata.

Samira sejak awal tahu akan hal itu. Cinta dan patah hati adalah satu paket. Di dalamnya ada kegembiraan dan juga kesedihan yang cepat atau lambat akan ia rasakan; perlu dia terima. Samira tentu bersiap diri untuk menerimanya bila sewaktu-waktu hal itu datang padanya.

Namun, sebanyak dan se-meyakinkan apa pun persiapannya akan air mata yang tumpah karena cinta, Samira tidak pernah mampu menerima sesak hatinya yang menahan kesedihan.

Pertengkarannya semalam dengan suami adalah akibat dari sikap gegabah-ah, tidak, sikap bodohnya yang sejak awal tidak bercerita dan berterus terang. Namun, ketika dipikir-pikir lagi, ini bukanlah sebuah kebohongan atau pengkhianatan. Dari awal, persetujuan yang pernah diajukan oleh Yan Jati, Samira tidak pernah menjawabnya dengan gamblang. Dia tidak pernah mengatakan 'Ya atau Tidak' atas persetujuan itu.

Situasinya berlangsung ketika kekacauan itu terjadi; hari di mana kabar akan pernikahannya yang tak diketahui oleh khalayak ramai tiba-tiba naik ke permukaan begitu saja.

Kala itu Samira masih berada di kondominium, menatap sarapan buatannya yang tidak disentuh Jan Lakis sama sekali-sementara pria itu telah melenggang pergi ke kantor. Samira hanya mampu menatap sendu dan kasihan pada makanan-makanan itu. Dia memutuskan untuk memakannya seorang diri dengan televisi menyala.

Baru saja satu sendok masuk ke dalam mulutnya, berita itu ditayangkan. Pernikahan dan statusnya yang kini menjadi salah seorang Saudjaja diketahui oleh publik. Sepanjang Samira mengganti saluran televisi, semuanya memberitakan tentang dirinya. Tentu saja itu semua tidak terlepas dari statusnya yang sebagai putri dari seorang menteri yang tahun depan akan mencalonkan diri sebagai presiden, sekaligus sebagai wanita 'beruntung' yang menikahi pewaris kerajaan Grup Saudjaja.

Namanya langsung tranding di mana-mana. Samira tahu, dibanding banyak respon positif, dia justru lebih banyak menerima respon negatif. Saat itu, bahkan kedua telinga dan matanya melihat sendiri bagaimana respon-respon negatif itu tampak mengutuk dirinya. Ponselnya berkedip-kedip tak henti meski Samira mengaturnya dalam mode senyap. Panggilan telepon, pesan singkat, masuk membludak dari segala platform.

Sebelum mematikan ponsel, Samira terkejut ada pesan anonim yang mengetahui alamat dan hal-hal pribadinya. Orang itu mengirimkan pesan teror mengutuk dirinya, mengejek, dan menjelek-jelekkan dirinya habis-habisan. Saat itu, Samira berpikir, sebenarnya dia sudah menikahi siapa sampai harus menerima hal-hal seperti ini dengan begitu kejamnya?

Dengan sesendok peanut-butter panekuk yang belum sempat di makan, tangan Samira gemetar hebat. Dadanya sesak. Dia belum pernah diberitakan sehebat ini. Dia belum pernah diteror semenyeramkan ini. Dia juga tidak menyangka bila traumanya ternyata belum juga reda sesaat setelah dia menerima pesan-pesan itu. Wanita itu berkali-kali menarik napas dan membuangnya untuk menemukan ketenangan.

Samira sudah dewasa, pikirnya. Dia harus bisa mengalahkan ketakutannya, mengalahkan caci maki orang lain yang tidak berhubungan dengannya. Dua puluh menit perlu menenangkan diri, mematikan ponsel, televisi, hingga gorden-gorden, saat itu juga suara ketukan di pintunya terdengar.

Itu aneh.

Kondominium tempatnya tinggal bersama Jan Lakis memiliki bel. Tidak perlu ketukan. Kalau pun itu adalah suaminya, pria itu tidak perlu mengetuk pintu atau memencet bel. Napas Samira kembali terasa sesak, dia mengintip dari layar CCTV. Matanya melebar menemukan tiga orang pria. Seketika sekujur tubuhnya kembali gemetar.

Samira tahu siapa mereka, meski pakaian dan barang bawaan mereka berpenampilan cleaning service, ia tetap tahu kalau itu orang-orang media yang menyamar. Sat itu juga Samira meneguk salivanya dengan ketakutan. Dia membeku di depan pintu, lalu menggigit kuku-kukunya. Kepalanya pusing dan mendadak mual. Dia tidak boleh panik. Namun, dari mana mereka semua mendapatkan access card hingga bisa menaiki lift ke lantai kondominiumnya? Apakah mereka juga bisa menerobos pintu kondominiumnya?

CALL ME YOUR WIFE, LAKIS! ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang