CALL - 37 | TERUNGKAP

2.5K 241 24
                                    

"Kalau begitu saya telepon Ibu Samira."

Mendengar nama istrinya, Jan Lakis memaksakan membuka kedua matanya kembali. Kepalanya terasa berputar dan sosok Asta sempat tampak bergoyang-goyang. Pria itu menggeram rendah dan pelan. Dia menggelengkan kepalanya pelan, berusaha menjernihkan kembali pandangannya. Namun, tentu itu ialah sia-sia.

"Jangan dihubungi dulu," pinta Jan Lakis. Meski suaranya terdengar lemas, tetapi masih menyertakan ketegasan yang jelas.

"Tapi, Bos. Menurut saya, Ibu Samira harus tahu keadaan Bos. Dan, dibanding melakukan apa pun setelah rumor ini tersebar, lebih baik Ibu yang terlebih dulu dijelaskan. Saya berani bersaksi untuk foto yang tersebar itu, Bos. Kalau Bos—"

"Orang-orang yang saya suruh melindungi Ibumu di mana sekarang?" potong Jan Lakis bertanya pada topik lain.

Sejak pergi ke Lombok, Jan Lakis memang selalu menempatkan orang-orang suruhannya untuk berada di sekitar istrinya. Bukan untuk menguntit, hanya saja, tindakan preventif seperti itu dirasa lebih efektif untuk melindungi Samira semenjak pria itu tidak berada di dekat istrinya.

"Sekitar apartemen, Bos," jawab Asta.

Jan Lakis kembali memejamkan matanya, menahan rintihan dengan tegang. Urat di tengah dahinya terlihat jelas ketika ia sekuat tenaga menahan sakit kepalanya. "Tepatnya di mana, Asta?" suaranya terdengar seperti gemuruh rendah.

Dengan raut begitu khawatir, Asta berkata tanpa mengalihkan pandangan sedikit pun pada atasannya itu. "Tepatnya persis di lantai bawah apartemen Bos," katanya.

Jan Lakis mengangguk. Dia menghela napas, tampak sedikit lebih tenang dari sebelumnya. Ingatannya sempat terlempar pada terkahir kali situasi chaotic yang hampir membuat keamanan Samira terancam di dalam kondominium mereka sendiri. Jan Lakis tidak ingin itu semua terulang kembali.

Bersamaan dengan itu, suasana kembali hening. Jan Lakis tidak berkata apa pun tetapi dia tetap memejamkan kedua matanya. Kerutan di dahinya membuatnya terlihat terus berpikir kendati ia menahan sakit di kepalanya. Tak lama kemudian, Jan Lakis menghela napasnya dengan berat. Tangannya memegangi ujung meja dengan kuat saat kedua matanya menatap Asta dengan begitu kuyu.

"Antar saya ke rumah besar sekarang."


Selengkapnya hanya ada di Karyakarsa at.suniskie




Seperti yang dikatakan sebelumnya, empat bab terakhir adalah bagian-bagian spesial yang Bia buat untuk mengapresiasi kalian yang membaca cerita ini dalam keadaan ON-GOING dan selalu vomment.  

Bagi kalian yang belum sempat membacanya, hanya akan bisa dibaca melalui karyakarsa (tambahan, di kk sudah sampai ending)


ciao.



CALL ME YOUR WIFE, LAKIS! ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang