6. Patah

339 33 2
                                    

Ray sudah tertidur pulas, sedangkan Haga masih tidak bisa tidur sampai sekarang. Ia tidak bisa tenang karena terus memikirkan keadaan orang tuanya. Haga beranjak dari tempat tidur Ray dan berjalan kesana kemari, ia sangat gelisah. Haga memandangi rumahnya dari jendela kamar Ray, rumahnya yang sangat gelap membuat Haga semakin takut dan tidak tenang.

Haga memutuskan untuk kembali ke rumahnya, jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, kedua orang tua Ray sudah tertidur. Haga mengendap-endap keluar rumah agar tidak membangunkan keluarga Ray. Haga berlari ke arah rumahnya, ia masuk ke dalam karena pintunya tidak dikunci, seluruh badannya bergetar tak karuan.

Haga berlarian di rumahnya seraya memanggil sang Ibunda. Ia mencari di seluruh ruangan tetapi tidak menemukan siapa pun.

"IBUNNN!!" Haga mulai meneteskan air matanya.

Ketika tiba di depan ruangan yang tidak pernah ia datangi di rumah barunya, Haga membuka pintu ruangan tersebut. Ia membulatkan matanya karena terkejut setengah mati, Haga terjatuh, seluruh badannya sangat lemas ketika melihat pemandangan yang mengerikan.

Tak lama dari itu Margriet dan Dhevan—Papah Ray, berlari ke arah Haga dengan panik. Margriet memeluk Haga dan membawanya ke rumah miliknya, Haga masih shock, ia belum mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutnya. Sedangkan Dhevan menggendong Helena ke arah mobil, ia segera membawa Helena ke rumah sakit terdekat.

Margriet masih memeluk Haga sambil mengusap punggungnya agar Haga sedikit tenang. Haga melepaskan pelukannya perlahan, ia menatap mata Margriet.

"Ibun gapapa, kan?" Tanya Haga dengan tatapan kosong.

"Gapapa sayang, om Dhevan udah bawa Bunda Haga ke rumah sakit, kamu tunggu di sini sama tante, ya?" Ucap Margriet sambil tersenyum sendu.

Haga menundukkan kepalanya dan mulai menangis walau tertahan, Margriet mengusap-usap punggungnya.

"Gapapa, nangis aja."

Akhirnya Haga melepaskan tangisnya, Margriet memeluk kembali tubuh Haga yang masih bergetar ketakutan. Haga menghabiskan malamnya dengan tangisan untuk sang Ibunda tercinta. Ia menangis di pelukan Margriet.

"Tante, Haga jahat, ya?" Tanyanya dengan susah payah karena nafasnya tersengal-sengal.

"Kok jahat? Ini bukan salah kamu, Haga."

Haga menggelengkan kepalanya karena tidak setuju dengan perkataan Margriet.

"Ini salah Haga, seharusnya Haga ga ninggalin Ibun sendirian di rumah, harusnya Haga nemenin Ibun biar pukulan ayah ga sepenuhnya kena Ibun, ha-harusnya Haga juga ikutan dipukul biar Ibun ga sakit sendirian, Haga-"

"Udah Haga, udah.." Margriet menghentikan ucapan Haga, ia menangis mendengar ucapan yang menyakitkan itu dilontarkan oleh anak sekecil Haga.

Margriet memeluk Haga. "Haga, ini bukan salah kamu, kalo bunda kamu denger ucapan Haga barusan, bunda bakal sedih. Kamu ada di rumah tante karena sudah takdir, ini bukan kehendak Haga. Sekarang Haga berdoa supaya bunda ga sakit parah dan cepat sembuh."

Haga mengangguk sambil sesenggukan. Margriet tidak melepaskan pelukannya kepada Haga, tangannya terus mengusap punggung Haga tanpa lelah. Karena lelah sudah menangis cukup lama Haga pun tertidur di pangkuan Margriet.

Suara telepon berdering, Margriet mengambil ponselnya lalu mengangkat telepon dari Dhevan. Haga terbangun dari tidurnya, Margriet mengusap rambut Haga mencoba untuk menidurkannya kembali.

"Gimana, Mas?" Ucapnya pelan.

"Ibunya Haga harus dirawat di RS, tulang rusuknya ada yang patah."

"Ya Tuhan.."

Margriet dan Dhevan diam sejenak, Margriet menatap Haga dengan tatapan sendu, ia sangat kasihan dengan Haga dan juga Helena.

"Kamu nunggu di sana dulu gapapa?"

"Gapapa kok, besok aku libur."

"Ya sudah, aku kesana besok sama anak-anak, ya."

"Iya, sekarang tidur gih."

Margriet mengangguk, "Iya, dah~"

Margriet menutup telponnya. Ia pergi ke kamar Ray untuk menidurkan Haga.

Ketika hendak meninggalkan kamar Ray, Margriet melihat Haga terbangun dari tidurnya, Haga menatap Margriet.

"Tante, mau temenin Haga ga?"

Haga memohon kepada Margriet karena ia masih ketakutan, Haga terus teringat keadaan Helena yang tergeletak di lantai dengan penuh darah. Margriet kembali menghampiri Haga, ia menggenggam tangan Haga sambil tersenyum.

"Tidur, ya? Besok kita ke rumah sakit lihat bunda."

Haga mengangguk paham dan berusaha untuk tertidur kembali, Margriet mendudukkan dirinya di kasur dan menjadikan pahanya sebagai bantal untuk Haga, Margriet pun ikut tertidur di sana.

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Keesokan harinya,
Margriet dan Haga sudah siap untuk berangkat ke rumah sakit, mereka sedang membangunkan Ray yang masih tertidur pulas.

"Bentar lagi mahhh~"

"Bangun Ray, mamah sama Haga udah siap ini mau berangkat."

Ray membuka matanya sedikit.

"Kok Haga ga pake seragam?"

"Bundanya Haga sakit, kita mau jenguk nih ke rumah sakit, kamu mau ikut apa mau sekolah?"

"IKUTTT!" Ray langsung berlari ke kamar mandi.

Margriet menggelengkan kepalanya dan terkekeh pelan, ia beranjak untuk menyiapkan baju Ray.

Setelah selesai dan sudah siap semuanya, Ray dan Haga pergi duluan ke garasi, sebelum keluar dari kamar Ray, Margriet menemukan selembar kertas di meja belajar milik Ray.

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Maaf ya udah ngerepotin, kayaknya Haga ga jadi nginep, soalnya Haga khawatir sama ibun di rumah, terus rumah Haga juga gelap Haga takut ibun kenapa-napa, jadi Haga pulang dulu, ya."

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

Masa Kecil | RENHYUCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang