11. Farewell

147 17 2
                                    

Kringgggg

Bel sekolah berbunyi menandakan bahwa pelajaran akan segera dimulai, Ray terus menatap pintu kelasnya menunggu kedatangan teman sebangkunya, Haga. Ia sangat khawatir mengingat Ayahnya Haga sedang berada di rumah. Sepanjang pelajaran Ray tidak fokus, ia ingin segera pulang dan menanyakan kabar Haga kepada orang tuanya.

"Ray, Haga kemana?" Tanya Jaafar, Ray hanya menggelengkan kepalanya dengan mata sendu.

"Nanti istirahat kita ke basecamp aja, siapa tau dia bolos di sana." Ucap Jaafan yang disetujui oleh Jaafar.

"Oh, iya! Semoga ada deh." Kini Ray mendapat sedikit harapan.

Mereka pun melanjutkan kegiatan belajarnya. Sebenarnya Ray ingin sekali menanyakan kepada gurunya, tetapi ia takut dengan ia bertanya akan mencampuri urusan Haga, dan akan mempersulit keadaan temannya. Entah kenapa Ray berpikir sejauh itu.

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Bel istirahat sudah berbunyi, Ray, Jaafar, dan Jaafan segera meninggalkan kelasnya untuk pergi menuju belakang sekolah. Mereka- terutama Ray, sangat mengharapkan kehadiran Haga di basecamp mereka. Setelah sampai Ray menghela nafasnya kasar, ia tidak menemukan Haga di sana. Ketika ingin kembali ke sekolah, Jaafan menemukan secarik kertas.

"Ray.. " Panggi Jaafan pelan.

Ray dan Jaafar segera menghampiri Jaafan lalu membaca tulisan yang ada di kertas itu. Setelah selesai membaca Ray lari sekencang-kencangnya menuju rumahnya. Ia tidak peduli jika nanti akan dimarahi oleh gurunya.

"RAY! TUNGGU!" Teriak Jaafar.

"Bang, ikut yu!" Pinta Jaafar kepada Jaafan, tak berpikir lama Jaafan pun langsung mengejar Ray diikuti oleh Jaafar.

"Ray, tunggu! Kita pergi bareng-bareng!" Jaafar berusaha menenangkan Ray.

Karena seruannya tidak digubris oleh Ray, mau tidak mau mereka pun mempercepat larinya agar dapat menyusul Ray. Kini jarak mereka berdekatan, Jaafar sedih sekali melihat Ray yang seperti ini. Ray berlari sambil menangis sejadi-jadinya.

Setelah dekat dengan rumah Haga, Ray berteriak memanggil nama Haga berkali-kali, ia menggedor pintu rumah Haga. Mendengar keributan itu Margriet keluar dan segera menghampiri Ray, ia memeluk Ray dengan erat.

"H-HAGA PERGI KEMANA, MAH?!!!" Ray masih menangis.

"Tenang dulu, Ray. Ayo ke rumah, kita bicara di sana." Bujuk Margriet.

Ray menggelengkan kepalanya, "H-haga gapapa, k-kan' Mah?"

"Gapapa, sayang."

"Hikss, Ray takut Mah.."

Margriet memeluk kembali badan Ray, ia mengusap punggung Ray berusaha menenangkannya. Jaafar memegang erat tangan Jaafan, mereka juga sangat khawatir dengan Haga. Mereka tidak pernah melihat Ray se-histeris ini. Jaafar tiba-tiba berpikir, jika dirinya pergi meninggalkan Jaafan, apakah dia akan seperti Ray? Begitupun sebaliknya, jika Jaafan yang pergi apakah ia sanggup tanpa Jaafan? Entahlah, ia tidak bisa berpikir jernih saat ini.

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

ㅤㅤ

ㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

ㅤㅤ

ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ

ㅤㅤㅤ

ㅤㅤㅤ

ㅤㅤ

ㅤㅤㅤ

Masa Kecil | RENHYUCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang