2. Result in trauma

381 51 46
                                    

Perkara rencana Jiya yang akan melarikan diri semalam, malah membawa malapetaka baginya. Kaki kanan terkena pecahan beling tanpa ia tahu malam itu, penglihatannya tidak begitu bagus karena keadaan luar gelap gulita.

Mau bagaimana lagi, waktu untuk bisa lari dari rumah memang tidak banyak. Dia terburu-buru lari dari rumah selagi Yoongi tidak berada di kediamannya.

Sayang sekali, semalam bukan lah hari keberuntungan Jiya. Jika diibaratkan, sudah jatuh malah tertimpa tangga.
Seakan alam tak mendukung segala rencananya, semua jadi kacau, hujan turun deras, badannya basah kuyup yang mengakibatkan suhu tubuhnya tinggi sampai detik ini. Bonusnya, kaki kanan Jiya cedera luka karena pecahan beling.

Akibat hal itu, mau tak mau Yoongi menunda keinginannya yang ingin menikahi gadis bebal ini.

Biasanya pukul enam pagi adalah waktunya Yoongi menyiapkan diri untuk pergi bekerja. Namun, alih-alih bersiap, Yoongi malah memfokuskan diri untuk mengobati kaki Jiya. Sesekali menaruh kompres dari dahi sampai ke perut gadis Shin itu. Semalaman ini Yoongi benar-benar dibuat kewalahan mengurusi Jiya.

Padahal sudah Yoongi tegaskan agar tak keluar dari rumah, akan tetapi Jiya tak juga paham. Dalam hati, pria berambut hitam legam itu sudah meniatkan diri agar ia menghabiskan pagi ini untuk mengomeli gadis yang ia anggap sebagai sahabat sehidup sematinya.

"Awh! Sakit, Yoon! Kalau tidak ikhlas jangan merawatku. Pergi saja sana." Ucap Jiya sambil meringis merasakan kakinya yang terluka disentuh kasar oleh Yoongi.

Bukan apa-apa. Sedari tadi Yoongi berbicara panjang lebar, namun tak ada satupun respon dari Jiya untuknya. Hargai Yoongi sedikit apa salahnya? Begitu lah maksud hati pria Min.

"Kau benar-benar keras kepala. Sekali lagi mencoba lari, aku sungguh tidak akan mengizinkanmu keluar dari rumah, meskipun itu hanya selangkah. Aku juga tidak akan memberimu izin keluar bersamaku."

"Kalau begitu aku tidak mau menikah denganmu." Kekeuh Jiya tidak mau kalah.

"Kau harus."

"Tidak. Kalau aku tidak mau, kau bisa apa?"

Yoongi menatap Jiya penuh nanar. Detik selanjutnya ia menatap ke atas sejenak sembari membuang napas kasar. Oh, betapa kerasnya kepala Jiya. Kerasnya bagaikan batu. Habis sudah akal agar gadis itu mau menurut padanya. Kalau saja situasi tidak begini, hal ini juga pasti tidak akan terjadi.

"Yoongi, kau bahkan tidak pernah bernafsu padaku. Lalu kenapa kita harus menikah?" Jiya berusaha melembutkan ucapannya agar mereka tidak terus-terusan tersulut emosi dan terbakar api.

Yang ditanya hanya diam memandangi kaki Jiya yang terluka. Paham sekali apa maksud Jiya, tapi gadis Shin itu tidak akan pernah tahu apa yang sudah terjadi sebenarnya di hidup mereka. Perlahan Yoongi mengusap ringan luka goresan itu, bibirnya ia kulum ke dalam. Memikirkan jawaban baik, agar tak semakin melukai hati gadisnya.

"Menikah tidak hanya tentang nafsu, Jiya."

Tertawa. Jiya tertawa datar hampir menangis mendengar jawaban klise seperti itu. Tidak ada yang begitu di dalam sebuah pernikahan apalagi di zaman sekarang, kecuali Yoongi bukan lah pria normal.

"Yakin sekali kau." Ejek Jiya.

"Kenapa tidak yakin? Apa aku pernah menyentuhmu selama dua tahun kita tinggal bersama?"

"Kau sering memelukku."

"Apa sahabat tidak boleh berpelukan?"

"Kau juga sering menciumku."

"Hanya dahi Jiya, hanya daerah dahi dan rambutmu. Aku melakukan itu karena aku menyayangimu."

Jiya bangkit dari baringan tidurnya, pelan-pelan mendekati Yoongi. Mendekatkan bibirnya sampai tepat di hadapan bibir mungil pria itu. Matanya menatap dalam, menyelami kedua manik Yoongi yang selama ini sangat ia sukai. Melihat pria manis itu terdiam tidak berkutik, Jiya menempelkan bibir mereka. Menyesap sedikit-sedikit bibir itu sebelum ia melumat penuh. Dari pandangannya, Yoongi sudah mulai menutup mata. Ia tersenyum dalam hati, pria Min sudah mulai masuk jebakannya.

Made in Heaven Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang