Part 1

493 36 8
                                    

Andi memasang muka kesal begitu liat gue yang berdiri di depan apartmentnya. Langsung masuk tanpa peduli undangannya seakan gue pemilik apartement. Gue dekat dengannya karena kami partner bisnis. Ia yang dulu suka jadi sutradara drama sekolah sekarang jadi salah satu sutradara terkenal. Apapun film yang digarapnya pasti akan mendapat penghargaan dan ditonton banyak orang. 

Tentu semua itu ga didapatkan dengan mudah. Gue masih ingat awal ia menjadi asisten sutradara mendapat perlakuan ga adil. Saat reuni gue ga sengaja mendengar ia ditelpon dan dibentak oleh bosnya. Gue merasa kalau Andi bisa menyutradarai film sendiri menawarkan menjadi investornya.  Ga peduli kalau saat itu gue akan rugi besar. 

Ternyata insting gue tepat. Film pertama kami hasilkan pun menjadi kuda hitam di perfilman. Membuatnya terkenal dan mudah mendapat investor dan produser yang mau mendanai setiap filmnya. Dan gue selalu menjadi orang pertama yang dikabari setiap ia mau membuat karya baru. 

"Lo datang mau nambah pemain baru kan?" Tebak Andi yang sangat tepat dengan tujuan kedatangan gue.

"Ya, mantan gue mau main di film lo." Jawab gue sambil duduk di salah satu sofanya.

"Mantan lo yang mana?" Andi memberi tatapan sinis yang gue balas dengan senyum lebar. "Lo punya 2 mantan artis!"

"Riana." Gue melihat reaksi Andi yang berubah semakin muram.

"Riana? Lo mau bikin film kita banyak dikritik!"

Gue tau Riana sangat terkenal dengan aktingnya yang kaku. Ia akan melotot kalau marah dan berteriak hingga urat di lehernya nampak. Menangis yang kelihatan kalau memakai obat tetes mata. Bahkan akting bahagianya terlalu dibuat berlebihan.

Meski aktingnya yang sangat buruk, ia terkenal karena kecantikannya. Itu kenapa gue mendekatinya yang akhirnya gue sesali. Walaupun hanya dapat bertahan 3 hari bersamanya, tetapi ia membuat seakan gue pacaran bertahun-tahun dengannya.

Pada hari ketiga kami pacaran, ia mengabarkannya ke seluruh media. Membuat namanya melambung naik dan jadi pusat perhatian. Terutama saat gue langsung memutuskannya pada hari itu juga karena menyebarkan status kami. Ia memasang siaran langsung saat menangis dan menceritakan kalau gue putus dengannya. Membuat semua orang bersimpati padanya higga akhirnya ia mendapat tawaran iklan dimana-mana dan mendapat peran di sinetron.

Riana benar-benar bikin nama gue jadi jelek. Tetapi ia ahli dalam menempel sampai keinginannya terwujud. Ia seperti stalker yang mengerikan menghubungi gue dan orang-orang di sekitar gue demi mendapatkan peran begitu mendengar kabar gue invest di film yang Andi garap. Gue yang muak dengan gangguan Riana akhirnya menerima permintaannya. Ini terakhir kali gue menuruti permintaannya. Jika ia mengganggu gue sekali lagi, gue ga segan-segan buat ia menyesal!

"Lo sama sekali ga ada peran kecil buat dia?"

Andi terdiam sebentar lalu mengangguk. "Ada. Peran jadi mayat." Mayat? Gue tertawa terbahak.

"Itu satu-satunya peran cocok buat dia. Kalau dia mau, kabari gue."

Itu emang peran yang cocok buatnya. Pas seperti yang gue mau. "Oke, gue bakal bilangin ke dia." Pasti Riana bakal batal menerima peran itu.

"Ah, lo oke kan Laura main di film kita?" Tanya Andi sambil membuka kulkas kecil yang ada di ruang tengah.

"Ya, sesuai kesepakatan bersama. Suara yang paling banyak pemenangnya."

"Lo masih marah dengan kejadian yang dulu?" Tanya Andi sambil menyodorkan botol minuman ke arah gue.

"Ga. Itu sudah lama." Kejadian yang gue anggap masa lalu. Lagipula Laura dan keluarganya sudah mendapat hukuman yang pantas.

Keluarga gue dan keluarga Audrey bersatu buat perusahaan keluarga Laura diambang bangkrut. Semua musuh mereka keluar membuat keadaan mereka makin susah. Sampai yang gue dengar Laura dibully di sekolahnya yang baru dan setelah lulus memutuskan menjadi artis.

Apalagi bekerja di dunia hiburan menjadi bomerang untuknya. Semua kehidupan dan masa lalunya disebar sehingga semua orang tau. Tentu aja itu bukan ulah kami. Bokap gue dan bokap Audrey sepakat, balas dendam kami cukup buat orang tua Laura dan Laura ga bisa berkuasa dan seenaknya dengan orang lain. Tetapi kalau mereka mau cari nafkah dengan cara yang baik, kami ga akan menghalangi apalagi mengganggu. Asalkan mereka ga mencari masalah dengan kami semua.

"Kalau begitu sering datang ke lokasi" Andi tersenyum lebar mengejek gue. Ia mengingatkan gue yang sering datang ke lokasi syuting buat mengencani artis di filmnya yang gue invest sebelumnya.

Dia tau gue akan malas ke lokasi karena ada Laura. Dan pemikirannya emang ga salah. Karena selama ini gua ga mau ada satu tempat yang sama dengan Laura dan kalau gue ingin sekali di tempat itu, Laura tidak diperbolehkan datang.

"Tentu gue pasti datang" Bohong gue yang bikin senyuman Andi hilang. Ia mendengus ke arah gue. 

Kali ini gue ga bisa mengelak akan bertemu dengan Laura. Apalagi sebagai investor, pasti gue akan bertemu dengannya. Setelah 15 tahun entah ia masih sama seperti dulu atau tidak, gue ga peduli. Yang pasti gue berharap ia ga menempel ke gue apalagi buat masalah  sama seperti dulu!

*******

ToryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang