Part 10

207 23 1
                                    

Kami berdiri di depan pintu ruang inap Laura yang bersebelahan dengan ruangan gue. Setelah diperiksa dan dibalut kembali, gue ga diperbolehkan mami menemui Laura. Baru hari ini gue diperbolehkan dengan syarat mami juga ikut menjenguk Laura. 

Padahal ada yang ingin gue bicarakan dengan Laura. Hanya berdua. Tetapi kehadiran mami bikin gue mengurungkannya sampai ada waktu kami dapat berbicara hanya berdua.

Hans mengetuk pintu yang langsung dibuka oleh Salsa, salah seorang asisten Laura yang ga ikut Laura syuting. Yang gue dengar, ia akan menyusul belakangan bersama dua videografer untuk merekam vlog Laura. Tetapi semua rencana batal karena wanita yang terbaring di dalam sana. 

"Silakan masuk,"

"Terima kasih." Hans mendorong kursi roda masuk ke dalam ruangan. 

"Bu Bianca, Hans, silakan duduk." Mami Laura menyambut kami. Mami Laura kenal dengan Hans setelah Hans mengabarkan kondisi Laura dan membantu mengurus administrasi Laura. 

"Maaf, saya belum menjenguk Tory lagi. Papi Laura dalam perjalanan kemari. Setelah papi Laura datang, rencananya kami akan menjenguk dan mengucapkan terima kasih kami ke Tory,"

"Ga apa-apa tante. Saya sudah menerima niat dari tante," Mami Laura mengirimkan karangan bunga, keranjang buah, dan suplemen tambahan buat gue saat gue tidur.

"Bagaimana keadaan Laura?" Tanya mami sambil menoleh ke Laura yang tersenyum ke arah kami. Lalu mengernyit melihat banyak orang di mengerumbuni Laura.

Kamar Laura ga hanya ada maminya dan Salsa. Ia dikunjungi oleh teman-teman sesama artis. Selain itu ditambah asisten artis yang ikut sambil merekam Laura dan sebagian orang diam-diam merekam ke arah kami.

"Keadaan Laura sudah lebih baik. Tetapi sama seperti Tory, Laura harus menggunakan kursi roda sampai kakinya yang terkilir dan terluka sembuh."

"Saya benar-benar berterima kasih dengan Tory. Kalau tidak ada Tory, Laura dan teman-temannya sudah terbawa arus ombak."

Mami ingin berbicara lalu bungkam. Begitu mendengar kalau gue terluka karena menolong Laura, mami marah besar. Mami terus memarahi gue sampai gue tertidur karena kelelahan.

Mami bahkan berniat buat memarahi Laura. Tapi melihat reaksi mami sekarang, gue rasa mami mengurungkan niatnya.

"Bu Bianca, saya juga ingin berterima kasih karena Ibu mengirim Laura ke rumah sakit ini."

"Sama-sama, Bu Arlin."

Mami dan mami Laura ngobrol lama. Gue ga nyangka kalau mami yang sangat pemilih berteman, bisa bicara banyak ke mami Laura.

Gue hanya bisa diam duduk di kursi roda. Mendengar obrolan mereka. Ga ingin mendekati Laura yang terus melirik ke arah gue. Selama semua temannya masih ada, gue ga mau dekat dengannya. Gue ga mau ditanya-tanya oleh mereka apalagi direkam untuk konsumsi publik. 

"Laura, kita pamit dulu. Besok kita datang lagi." Ucap salah seorang teman Laura yang sepertinya tau kalau Laura ingin mereka pergi.

"Makasih lo semua sudah jenguk gue,"

"Sama-sama, Laura,"

"Cepat sembuh, sayang." Teman-teman Laura berpamitan satu per satu ke Laura.

"Tante, Pak Tory, kami pamit pulang dulu." Ucap salah satu teman Laura pada kami diikuti teman-temannya yang lain.

"Iya, makasih sudah datang," Mami Laura berdiri sedangkan mami hanya tersenyum sambil mengangguk.

Mami Laura mengantar tamu Laura sampai keluar pintu. Lalu kembali duduk di sebelah mami.

ToryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang