Part 8

113 21 4
                                    

Malam ini gue pulang lebih cepat dan mengosongkan jadwal untuk menghadiri acara ulang tahun Laura yang diadakan di hotel ternama. Laura memesan restoran yang berada di atap gedung hotel.

Membayangkan pesta yang diadakan di atap gedung bikin bulu kuduk gue merinding. Bokap Laura ga akan melempar gue ke bawah kan? Apa gue bilang kalau gue ga bisa hadir?

Ah, tapi gue sudah janji. Tenang. Gue yakin bokap Laura ga akan melempar gue. Kalau itu terjadi, gue akan bawa Laura sama-sama gue.

Di balik dinding kaca, gue ga melihat sedikitpun orang ataupun dekorasi yang mewah. Hanya seorang pelayan berdiri di balik pintu dan membuka pintu untuk gue.

"Silakan, Pak." Pelayan laki-laki mengajak gue ke arah pod dining yang dihias mewah. Penuh dengan cahaya lampu dan hiasan bunga.

Laura berdiri begitu gue mendekat. Ia mengenakan gaun berwarna putih dan terlihat sangat cantik.

"Maaf, lo tunggu lama." Ucap gue begitu masuk ke dalam. Lalu menyerahkan buket bunga mawar dan hadiah yang sudah gue siapkan untuk Laura.

"Selamat ulang tahun."

"Terima kasih," Laura menggenggam buket bunga dan mengambil paper bag berwarna biru muda di tangan gue. Meletakan hadiah di atas meja dan hanya memegang buket bunga. Wajahnya terlihat sangat senang.

"Lo ga mengadakan pesta?" Tanya gue setelah kami duduk berhadapan.

"Ga. Lo bukannya ga suka pesta ulang tahun?"

"Ya" Kenapa dia bisa tau kalau gue ga suka pesta ulang tahun? Kenapa ia sekarang jadi sepengertian ini?

"Tapi gimana orang tau kalau gue rayain ulang tahun lo?" Gue datang ke pesta ulang tahun Laura bukan hanya untuk menepati janji gue tetapi juga punya niat terselubung. Gue ingin mengelabui orang-orang kalau hubungan kami dekat dengan menemani Laura di pesta ulang tahunnya.

"Gue bisa posting di sosial media gue."

"Oke," Gue ga punya sosial media tetapi orang-orang di sekitar gue memilikinya.

Laura memegang ponsel di tangan kanannya dan di tangan kirinya memegang buket bunga. Mendekatkan buket bunga ke hadiah yang belum dibuka dan memotonya.

"Apa lo perlu foto gue juga?" Tawar gue pada Laura yang tertegun mendengar ucapan gue.

"Ya," Laura mengangkat ponselnya dan mengarahkannya ke gue. Memoto gue yang tersenyum menghadap kamera.

"Apa bisa gue buka hadiahnya?" Tanya Laura yang gue balas dengan anggukan.

Laura mengeluarkan sebuah kotak yang berhias pita berwarna putih. Membuka ikatan pita dan membuka kotak yang ada di atas meja. Di dalamnya ada sebuah kotak perhiasan. Laura mengeluarkan kotak itu dan menekan tombol kecil. Gue yakin ia pasti senang dengan kalung berlian keluaran terbaru dari brand perhiasan terkenal.

"Makasih. Gue sangat senang hadiahnya." Laura tersenyum senang menularkan rasa bahagia.

Gue berdiri mengitari meja. "Apa boleh gue pasangkan ke lo?"

"Ya,"

Gue mengambil kalung yang ada di dalam kotak. Memasangkannya di leher Laura. Ia terlihat sangat cantik dengan kalung yang gue berikan.

"Makasih" Ucap Laura mendongkak menatap gue.

Tangan gue mengusap tengkuk leher Laura. Ruangan yang tadinya dingin, terasa sangat panas. Gue menunduk ke arah Laura. Tatapan gue beralih ke bibirnya. Tak lepas sedikitpun.

"Tory," Bisik Laura menyebut nama gue.

"Hm?" Gimana rasanya kalau bibir kami bersentuhan?

"Ada yang datang." Kalimat itu sukses menyadarkan gue. Seperti menyiram air es di kepala gue.

ToryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang