1.2

29 13 0
                                    

Setelah sampai di sekolah, ia bingung mengapa lelaki ini malah membawanya hingga parkiran. Bukankah ia seharusnya mengantarnya hingga gerbang saja? Ah mungkin pria ini hanya ingin bertanggung jawab atas kejadian tadi pagi. Pikirnya seperti itu.

"Kita gak telat kan?"

Calla mengernyit bingung. "Kita?"

"Gue Arki, murid baru di sini." lelaki itu menyodorkan tangannya, berniat berkenalan dengan Calla.

Mau tak mau, Calla terpaksa menjabat tangan dengannya sebentar. "Oke." jawabnya dingin.

"So? What's your- " belum sempat Arki melanjutkan kalimatnya Calla sudah melanggang pergi.

Arki dengan gesit menahan tangannya. Langkah Calla terhenti, terpaksa ia membalikan tubuhnya menatap mata cowok itu. "Apa?"

"Biar gue bantu ke UKS." ujar Arki mendekat mau meraih lengan Calla namun di cegah oleh Calla.

"Stop! Gue bisa sendiri." ucapnya penuh penekanan seolah tak boleh ditolak.

"SELAMAT HARI SENIN, CALLA!" teriak seseorang yang selalu berteriak keras mirip orang kesurupan. Yang tak lain dan tak bukan ialah sahabatnya.

Ia lalu menoleh kearah kedua sahabatnya yang berdiri tak jauh darinya. Lalu ia mengalihkan pandangannya, kedua sahabatnya pun berlari kearahnya dan memeluknya begitu saja.

Calla hanya bisa menggelengkan kepalanya merasa heran sekaligus malu dengan tingkah sahabatnya ini. Ya, namanya Adel dan Yesha. Mereka sudah bersahabat sejak kecil.

"Aww sakit." umpat Calla saat lukanya tersentuh.

Adel yang mendengar itu mengernyit keningnya bingung, namun ia pun segera memastikannya terlebih dahulu. la menatap lekat, Calla dari atas sampai bawah.

la langsung melebarkan matanya, saat melihat lutut gadis itu yang terluka. "ANJIR KENAPA LUTUT LO LUKA GINI?!" tanya Adel heboh, sambil berlutut mengsejajarkan tingginya dengan lutut Calla.

Yesha, yang mendengarnya pun langsung menoleh, "Iya kenapa jir?!" ujar Yesha heboh.

"Abis jatoh." jawabnya singkat.

Adel langsung terdiam. Ia menoleh ke arah pria itu dengan tatapan bingung. Ia tak mengenali pria yang berdiri di depannya. Calla pun mematung melihat kedua sahabatnya.

"Terus dia siapa? Ngapain dari tadi di sini terus?" Arki menoleh, tatapan horror dari kedua gadis bermulut toa ini kini ia dapatkan.

"M-mau tanggung jawablah." Sontak jawaban Arki membuat kedua sahabat Calla terkejut.

"Anjir maneh abis ngapain?!" Yesha memukul pundak pria itu yang mana membuat sang empunya meringis.

"OH GOSH?!" kata Adel heboh.

Yesha yang berada di samping Adel langsung menengok, "Bisa kaga si del gak usah kenceng-kenceng? Kalo gue tuli mendadak gimana?" protesnya.

Adel nyengir kemudian mencolek dagu Arki, "maaf ya aa ganteng, saya tuh kaget banget soalnya."

Calla menghela nafas jengah melihat tingkah sahabatnya itu. Kemudian ia tampak mengamati suasana lingkungan sekolah yang mulai sepi.

"Yaudah deh lo pergi sana ke kelas lo. Gue males memperpanjang masalah ini." Embusan napas panjang terdengar dari gadis itu, mood-nya belum juga membaik, ditambah bertemu dengan cowo aneh yang menyebalkan membuat harinya semakin suram.

Setelah melalui perdebatan yang cukup alot akhirnya Arki pun mengiyakan. "Oke oke. Sekali lagi maaf ya." Hanya itu yang diucapkan arki sebelum akhirnya ia pergi.

Kedua sahabatnya menatap Calla tajam. "Gak gitu juga kali Cal? Ya walaupun dia ganteng sih, tapi seenggaknya lo harus bikin dia jadi berlutut minta maaf karena udah bikin lecet lutut lo yang no minus ini." protes Adel heboh sambil menunjuk-nunjuk lutut Calla.

"Tau!" Yesha memutar bola matanya sebal, ia sudah paham betul sifat sahabatnya itu. "Yaudah kita anter ke UKS deh."

"Ke kelas aja." kemudian Yesha dan Adel membopong tubuh Calla ke kelas.

Calla memang gadis yang disebut tidak peduli dengan keributan, dia mah bodo amat. Calla Cathlenna, itu namanya. Ia memang gadis yang sangat cantik, selain cantik ia juga pintar. Tapi selain dua sahabatnya kenapa disekolah tidak ada yang mau berteman dengannya? karena terdengar rumor kalau Calla itu tidak baik dan tidak berperasaan.

Tatapan yang selalu datar dan tajam membut orang-orang menjauh darinya. Walau begitu Calla juga tidak peduli, semua orang itu munafik menurutnya.

✮ ✮

"Woi! ada Bu Rani!"

Sontak semua yang berada di kelas langsung duduk ditempatnya masing-masing sembari menyimpan ponselnya dengan aman.

Berbeda dengan murid yang tengah duduk dipojok. Pria itu sibuk mencoret-coret indah dibuku sketsa nya. Ia menggambar seseorang yang diam-diam selalu ia gambar siluetnya. Seseorang yang ia kagumi dan sekarang duduk tepat di hadapannya, bersama dengan buku tulis nya.

"Selamat pagi!" guru itu tersenyum memandang kelasnya, rapi.

"Pagi ibu!" sambut siswa kelas 12 mipa 1 dengan semangat.

"Hari ini kelas kita kedatangan murid baru ya anak-anak." ujar Bu Rani.

Kemudian guru itu mempersilahkan siswa itu masuk, banyak dari kalangan siswi perempuan yang sedikit histeris karena murid baru itu. Satu kata, tampan.

"Perkenalkan diri kamu," titah guru tersebut.

Siswa itu mengangguk, ia tersenyum tipis, "Perkenalkan nama saya Abbie Arkia Samudera, panggil aja Arki."

Seketika pria yang duduk dikursi pojok sontak menghentikan kegiatannya, ia mendongak, memastikan bahwa yang didengarnya itu tidak benar.

Satu tangannya terkepal kuat, dalam hati ia mengumpat. Kedua matanya menatap tajam Arki, si murid baru. Sedangkan yang ditatap, ikut menatap balik pria itu sembari tersenyum remeh.

Guru itu pun mempersilahkan Arki untuk duduk disalah satu bangku yang kosong.

"Thanks, Bu." jawabnya santai dengan berjalan sebelah tangan yang dimasukkannya ke sebelah kantung celananya.

"Walcome bro! Akhirnya pindah juga kesini." ujar Revan membuat lelaki bertubuh jangkung itupun tertawa dan menepuk pundak Revan.

Pria itu menyadari jika ada Calla di sebelahnya yang sedari tadi tengah memasang muka tidak pedulinya.

Ascella StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang