1.8

15 10 0
                                    

Setelah mandi dan ganti baju, Arki membaringkan tubuhnya diatas kasur miliknya. Saat ini ia hanya memikirkan gadis itu, rasanya sudah lama sekali tidak merasakan banyak kupu-kupu yang menari riang di perut nya lagi. Menurutnya, Calla memang gadis dingin, namun Calla tetap cewek yang memiliki hobi cerewet dan tidak mau kalah. Meskipun terkadang gadis itu kalau dingin suka kelewat batas. Arki tahu kalau menjadi dingin itu memang ciri khas gadis itu.

Sejenak ia menutup matanya untuk tidur, namun ia teringat sesuatu. "diary Calla" ucapnya sambil menepuk jidatnya. Ia pun beranjak dari tempat tidur menuju tas yang berada dimeja belajar dan mengambil sebuah buku berwarna biru muda.

Dengan rasa penasaran ia membuka halaman kedua pada diary yang berada di depannya.

13 july 2019

Today, we talked about semesta dan isinya sembari memperhatikan bulan yang semakin berubah seiring berjalannya waktu.

Jika langit semakin gelap, maka bulan pun semakin bercahaya, namun meskipun ia akan bercahaya sendirian, ia akan selalu ikhlas tanpa pamrih.. Seperti kamu, Ze.

Terima kasih dan selamat ulang tahun, Azetta Cathlenna.

Sejenak Arki tersenyum melihat halaman pertama di buku itu. Ia sangat kagum dengan tulisan indah gadis itu. Namun disisi lain, ia teringat akan tulisan "Azetta Cathlenna." di pemakaman beberapa hari lalu. Setelah itu, ia mengangguk paham akan nama tersebut.

Ia sebenarnya masih penasaran, namun tatapannya sudah sayu, beberapa kali ia menguap dan mengucek kedua matanya. Sebuah tanda jika ia benar-benar merasa kantuk. Tak lama ia menaruh diary itu di atas nakas, lalu merebahkan tubuhnya di kasur.

✮ ✮

Pagi ini adalah pagi yang cerah, Calla yang masih terlelap dalam mimpinya setelah kemarin ia kelelahan karena pulang malam.

Dengan mata yang mulai terbuka, tangan nya perlahan menurunkan selimut dan disusul kaki yang mencoba turun dari tempat tidur. Calla berusaha mengumpulkan nyawanya sampai akhirnya setelah cukup lama, Calla segera beranjak dari tempat tidur bergegas menuju kamar mandi.

Saat Calla sudah lengkap memakai seragamnya. Ia turun dengan wajah yang begitu frustasi, karena ia baru menyadari kalau diarynya menghilang dengan tiba-tiba. Dan seingat nya, ia masih menyimpan diary itu di tasnya. Tapi hari ini kenapa hilang?

"Lo kenapa anjir?" ia masih sibuk dengan handphonenya dan hanya menjawab seadanya, "Diary gue hilang." jawabnya tanpa menoleh.

Calla benar benar kesal, ia mendudukkan dirinya di sofa. Ia menarik nafasnya kasar, "Bener bener nyebelin!" geramnya tertahan.

"Kok bisa? Terakhir lo taro mana?" Calla mencoba mengingat ngingat, namun ia tak mendapatkan apapun. la hanya ingat diarynya ada di tasnya, itu saja. Tidak mungkin diarynya itu berjalan sendiri.

"Kalau gue tau, gue gak akan nyariin."

"Sarapan dulu dah, pulang sekolah kita cari." jawab Yesha.

"Yaudah deh." Calla menghela nafas pasrah.

Ketika mereka sedang asyik mengunyah, tiba-tiba terdengar suara motor memasuki halaman rumah lantas terparkir di garasi.

"Siapa dah?" tanya Yesha membuat Calla hanya mengangkat bahu sebagai jawaban.

"Bentar gue cek." Yesha pun berjalan menuju pintu untuk membukakan pintu pada si tamu.

"Hai, Sha!"

Oh! Ternyata itu suara Arki, si cowok kepedean.

Calla menghela nafas. Ia menoleh menatap pria itu lalu mendengus kesal, ia bosan melihat wajah pria itu selalu muncul di hari harinya.

"Ngapain sih lo ke sini terus?" tanya Calla heran.

Tanpa disuruh, cowok itu pun sudah duduk santai disalah satu kursi meja makan sembari mengambil kerupuk udang dan menikmatinya.

"Kan calon pacar." jawab Arki santai.

Calla kembali manatapnya dengan tatapan sinis. "Tau ah!" Calla mulai beranjak dari tempatnya. Disusul Arki yang juga ikut berdiri.

"Sha, kita duluan!" dengan tangkas, pria itu menarik lengan Calla, hingga membuat perempuan itu ikut tertarik ke arah luar.

"Awas kalau sampe sahabat gue lecet!" teriak Yesha yang hanya dijawab acungan jempol oleh Arki.

Calla dengan wajah datarnya ia berjalan santai. Sesekali ia berusaha melepaskan genggaman tangan Arki, tapi sulit. Tangan Arki terlalu besar dan bertenaga.

"Nih pake helmnya." masih dengan ekspresi datar, Calla menerima helm Arki lalu mengenakannya.

"Ayo!"  Calla pun menerima uluran tangannya dan naik ke atas motor.

Arki langsung menancapkan gas motornya meninggalkan halaman kediaman Calla. Ia pun tersenyum melihat raut wajah kesal gadis itu.

Pria itu melajukan motornya seperti orang tak takut mati, ia tak pernah berhenti walau lampu rambu lalulintas memunculkan warna merahnya.

"Lo gila!" geramnya sambil mencengkeram pundak Arki dengan erat.

Bukannya merendahkan kecepatan bermotornya, Arki malah lebih mengencangkan lajunya. Pria itu mahir memotong atau menyalip kendaraan lain.

"STOP, KI!" teriaknya.

Arki tidak mengubris ucapan Calla, pria itu masih sibuk mengendarai motornya kencang. Lama-lama nyawanya bisa terbang juga. Dengan terpaksa ia memeluk erat seputaran perutnya dan mendekatkan posisi duduknya tuk lebih dekat dengan punggungnya. Ahh yang benar saja, kami sudah seperti orang pacaran.

Setelah ia memeluk Arki, lelaki bar-bar ini memelankan laju kecepatan motornya. Astaga, lelaki ini bermotor ngebut-ngebut tuh tujuannya cuma tuk dipeluk? Kalau lambat begini Calla rasa lebih baik lepas aja pelukan ini. Tetapi baru saja ia ingin melonggarkan tangannya, Arki menahannya supaya tangannya tidak kemana-mana.

"Jangan dilepas." katanya singkat.

Itu cowok kenapa sih? Aneh banget. Cowok itu selalu membuat Calla kesal karena kelakuannya yang seenaknya.

Ascella StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang