12 || Drama

1 0 0
                                    

•H a p p y R e a d i n g•

Rasa bersalah kini mulai memenuhi benak Clara setelah ia diceramahi habis-habisan oleh para sahabatnya.

*Flashback on

"Clara kau... keterlaluan." Ucap Tiara tiba-tiba.

"Ya, aku rasa juga begitu. Mengapa kau harus menamparnya di hadapan banyak orang?" Timpal Viona.

Bianca mendekati Clara lalu menepuk pundaknya pelan. "Ku kira dia orang se-brengsek seperti yang kau katakan. Tapi menurutku tidak, dia baik Clara. Buktinya ketika kau menamparnya, dia langsung membawa mu keluar untuk menghalangkan fikiran negatif orang-orang yang ada di dalam cafe."

Kepala Clara terangkat dan matanya yang sudah tergenang oleh air. "A-apakah aku sangat keterlaluan? A-aku tidak bisa mengontrol diri ku sendiri. Dia... dia sangat menyebalkan dimata ku, dia orang yang selalu menggangguku. Aku tidak suka hidupku di usik seperti ini." Kini air matanya sudah menetes dengan sangat deras.

Cengeng memang.

"Yaa, dia memang salah, tapi kau juga salah Clara. Harusnya kau memperingatinya dengan baik-baik, tidak seperti tadi." Ujar Lala dengan hati-hati.

Clara adalah anak tunggal dari orang kaya, jadi wajar saja jika selama hidupnya ia selalu di sayang dan di manja setiap saat. Semua permintaanya akan di kabulkan oleh kedua orang tuanya tanpa berfikir panjang.

Jadi... begini lah sifat kekanakannya.

Semua orang selalu tidak mengerti keinginan Clara, hanya sahabatnya. Hanya keempat sahabatnya yang mengerti dan mengetahui apa kemauannya.

"Hiks... lalu aku harus bagaimana?" Tanya Clara kepada sahabatnya.

"Emmm, kalau begitu kau harus meminta maaf padanya." Saran Tiara.

Wajah Clara nampak gelisah. "A-aku tidak terbiasa meminta maaf." Cicitnya sembari menundukan kepala.

"Aishh"

"Maaf..."

"Begini saja. Nanti, jika kau bertemu pria itu, minta maaf saja." Ucap si Lala yang polos bin tolol.

"Ihh Lala, kau ini!!" Geram Bianca.

"APA SIH"

Teman-teman sinting. Batin Clara.

*Flashback off

• • • • •

2 hari berlalu.

Bel Andalanesia berbunyi dengan sangat nyaring di setiap sudutnya. Kini Marvin, Ryan dan Ervin sedang berjalan untuk pergi ke asramanya di seberang sana.

"Tenang saja, aku akan mendapatkan gadis itu."

"Halah, omong kosong."

"Kau tidak tau keahlian ku sebenarnya."

"Marvin" Panggil Ervin.

"MARVIN" Panggilnya lagi dengan lebih keras.

Marvin menoleh dan mengangkat kedua alisnya.

"Itu" Ucap Ervin sembari menunjuk menggunakan mulutnya.

Marvin pun menoleh kebelakang untuk melihat siapa yang dimaksud oleh Ervin. Dan ternyata itu adalah Clara.

Yaa Clara Evania, si gadis yang menampar Marvin tempo hari.

"Pergilah." Tutur Marvin kepada Ryan dan Ervin.

Lalu Marvin mulai melangkahkan kakinya dan berjalan kearah Clara berdiri dengan kepala yang menunduk.

"Ya, ada apa?" Tanya Marvin mengawali pembicaraan.

Dengan hati-hati Clara mencoba untuk menatap mata hitam pekat yang dimiliki oleh Marvin.

"Eee, teman-teman ku merasa aku sudah keterlaluan padamu waktu itu. Jadi, aku harus meminta maaf padamu."

"Oww, lalu apa yang kau rasakan? Hmm?"

"Eee, aku merasa mereka benar. Maafkan aku." Cicitnya.

"Tidak apa apa." Jawab Marvin dengan santai.

"Teman-teman ku juga merasa jika kau bersalah, dan kau pun harus minta maaf."

Marvib mengangguk-anggukan kepalanya beberapa kali. "Dan... apa yang kau rasakan juga?"

"Aku merasa... mereka benar."

"Baiklah, maafkan aku." Ujar Marvin sembari mengulurkan tangan kanannya.

Clara yang senang pun langsung menautkan tangannya ke tangan Marvin yang ada di hadapannya.

Dengan wajah berbinar Clara pun kembali berbicara "Bagus, kita sudah impas."

Kedua alis Marvin berkerut. "Ini belum impas."

"Kenapa?" Tanya Clara yang kebingungan.

"Karena waktu itu kau menamparku, dan aku belum menamparmu kan?" Jawab Marvin dengan wajah tengilnya

"Jadi kau ingin melakukannya kepada ku?"

"Ohh, aku mau sekali."

"Jadi kau mau memukul seorang gadis?"

"Kalau si gadis itu ingin impas, apa boleh buat. Bagaimana? Hm?"

Clara menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Baiklah, aku pun ingin mengakhiri ini selamanya."

Marvin mendengkus geli sambil menggelengkan kepalanya.

Clara sudah memamerkan pipi mulusnya sembari menutup kedua matanya dengan sangat erat.

"Ayo pukul."

Marvin tertawa sejenak.

"Ayo pukul."

"Pukul."

"Ayo pukul aku."

Tangan Marvin sangat ingin sekali mengelus pipi indah itu. Namun ketika tangannya sudah 1 cm, mata yang terpejam erat itu terbuka.

Seakan ketahuan, Marvin lebih memilih untuk mengelak. "Aaa, sebenarnya lupakan saja. Percuma nanti tangan ku akan kotor."

Lalu Marvin berbalik dan berjalan menjauh dari Clara.

"Hah?"

"KAU FIKIR KAU INI SIAPA?!"

"TEMAN-TEMAN KU SUDAH SALAH TENTANG DIRI MU. AKU YANG BENAR."

"AGRHHH"

"DASAR JELEK"

"JELEK"

"MENYEBALKAN"

Clara pun berbalik untuk pergi ke asramanga sendiri. Setiap dia jalan, tangannya selalu merusak tanaman yang berada di dekatnya. Dan kakinya yang terus menendang batu-batu yang ada di bawahnya untuk memendam rasa kesalnya.

• T o b e c o n t i n o e . . .

Note :

~ Tolong Koreksi bila ada kata-kata yang salah penulisan.

~ Chapter ini berisi : 753 kata.

Haduhh cintanya anak remaja emang labil yaa.

Gimana perasaan kalian setelah baca chapter ini?

Jangan lupa klik tombol bintang di bawah biar aku lebih semangat ngetiknya...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 22, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CINTA TERHALANG PERATURANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang