05.

221 103 51
                                    

Menepati janjinya, hari ini Harvor kembali menjemput Noara. Pria itu terlihat sangat bersemangat ketika membawanya ke sebuah yacht untuk kencan kedua mereka. Beginilah sosok Harvor yang Noara kenal, pria itu selalu memiliki segudang ide dan tingkah yang membuatnya tidak bisa melupakan Harvor begitu saja. Pria itu adalah cinta pertamanya, dan mungkin selamanya akan menjadi cintanya.

Noara bahagia, sangat bahagia. Seolah ia telah memiliki Harvor seutuhnya. Harvor, pria itu terlihat begitu meyakinkan dalam memperlakukan Noara, seolah ia mencintainya–sebuah cinta yang hangat layaknya cahaya matahari.

Bagaimana Noara tidak luluh dan teryakinkan setelah semua usaha Harvor? Terlebih, sejak awal ia memang telah mencintai Harvor. Tanpa berusaha pun, Harvor tetap menjadi pemenang dalam hatinya.

"Aku tidak tau jika kau bisa mengemudikan yacht," tutur Noara, berpikir bahwa ia sudah mengetahui segala hal tentang Harvor. Nyatanya ia tidak tau bahwa pria itu bisa mengemudikan yacht, sejak kapan?

"Selama pelatihan dulu, aku belajar banyak hal."

"Sepertinya mereka membuatmu mempelajari banyak hal," gumam Noara yang masih bisa didengar oleh Harvor.

Harvor dan Noara berdiri di dek, menikmati pemandangan yang tenang. Meskipun mereka sudah mengenal satu sama lain sejak lama dan kini resmi bertunangan, namun masih ada kejanggalan di antara mereka, sebuah kecanggungan yang mereka berdua rasakan, namun tak ingin diakui.

Kecanggungan itu semakin menjadi tatkala yacht bergoyang keras karena ombak besar, membuat Noara hampir terjatuh. Refleks, Harvor menangkapnya, dan mereka berdua terdiam dalam posisi itu–begitu dekat hingga mereka bisa merasakan napas satu sama lain.

"Apakah kau baik-baik saja?" tanya Harvor, suaranya lembut. Masih berada di posisi semula sembari menahan tubuh Noara.

Noara mengangguk, dengan cepat berdiri dari pelukkan Harvor. Memalingkan wajahnya yang memerah karena malu. "Aku baik-baik saja, terima kasih."

Dan kini Harvor merasa semakin canggung. "Maaf, aku tidak bermaksud..."

"Tak apa," potong Noara, tersenyum lemah. "Aku yang ceroboh dan tidak berhati-hati."

Setelah insiden kecil itu, mereka kembali mengobrol, mencoba menikmati sisa waktu mereka di atas kapal.

Mereka tertawa bersama, berbicara tentang kenangan masa kecil, dan untuk sesaat, Harvor merasa bahwa segala sesuatu mulai berjalan dengan baik hingga pembicaraan kembali pada rasa penasaran Noara akan insiden yang menimpa Harvor.

"Sebenarnya apa yang terjadi kepadamu dulu..." gumam Noara, menatap Harvor dalam penuh rasa ingin tau. "Tidak perlu mengatakannya jika kau tidak nyaman," sambungnya cepat, berusaha untuk tidak bersikap egois dan membebani Harvor dengan mengorek luka pria itu.

"Apa yang ada dipikiranmu?" Harvor ingin tau apa yang Noara pikirkan ketika ia kembali dalam keadaan yang mengerikan, selama ini ia tidak pernah bertanya langsung kepada Noara meski perempuan itulah yang menjaganya dan meladeninya dengan penuh kesabaran.

"Entah hal mengerikan apa yang sudah terjadi kepadamu, kau tidak pernah bercerita atau mengatakan apa pun. Mungkin hal itu masih melukaimu, tetapi aku mengkhawatirkanmu."

"Hanya itu?"

"Aku khawatir, aku takut kau menderita sendirian."

"Kau tidak membenciku?"

"Mengapa aku harus membencimu?"

"Aku sudah sering menyulitkanmu, bahkan aku tidak pernah berterima kasih kepadamu."

"Aku melakukannya karena ingin bukan karena kau yang meminta, jadi tidak perlu berterima kasih atau merasa sungkan. Lagi pula, kau sudah banyak menolongku dulu."

Someone Else's HandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang