12.

69 23 8
                                    

Tak terasa, sudah satu tahun sejak Harvor dan Noara menikah. Tidak ada yang berubah, dan mereka masih seperti sepasang suami istri yang baru menikah beberapa hari. Semua terasa manis walau tak bisa dimungkiri, ada satu harapan di hati Noara yang belum terpenuhi hingga detik ini.

Sudah beberapa hari Noara tampak murung dan gelisah, perempuan itu bahkan menjadi lebih sering mengurung diri dan larut dalam pikirannya sendiri, mulai mengabaikan keberadaan Harvor.

Awalnya Harvor berpikir, memberikan Noara waktu sejenak akan menyelesaikan masalah, nyatanya hal itu sama sekali tidak membantu. Pada akhirnya Harvor menghampiri Noara dan memeluknya dari belakang, menyandarkan kepalanya di pundaknya dengan lembut, bermaksud untuk mengajaknya berbicara tanpa membuat situasi menjadi semakin tegang.

Mungkinkah ia sudah melakukan kesalahan? Ah, Harvor tidak ingat. Mungkin ia pernah menaruh handuk sembarangan atau menarik baju asal dari dalam lemari sehingga Noara marah? Sejujurnya Harvor tidak ingat jika ia sudah membuat suatu kesalahan, lebih tepatnya mungkin ia tidak menyadarinya.

"Ada apa, Noa?" tanyanya lembut, suaranya dipenuhi kehangatan dan perhatian. Di lain sisi, ia bersiap jika Noara mencecarnya dengan berbagai omelan.

Bertolak belakang dengan dugaan dan prasangkanya, Noara justru menghela nafas lemas, menunduk penuh kekecewaan. "Negatif lagi..." gumamnya hampir tak terdengar, perlahan meletakkan lima testpack yang ia pegang ke atas meja.

Ah, jadi karena ini, lagi.

Ini bukan pertama kalinya Noara melakukan tes kehamilan, dan hasilnya selalu sama, negatif. Dan setiap kali melihat hanya ada satu garis yang tercetak, suasana hatinya akan menjadi sangat buruk.

Harvor membelai punggung Noara dengan lembut, mencoba untuk tidak memberikan beban kepada istrinya. "Noa, kita tidak perlu terburu-buru. Masih banyak waktu. Jangan biarkan hal ini membebanimu."

Noara menghela napas dalam-dalam, menyadari bahwa baru satu tahun mereka menikah. Namun harapannya untuk segera menjadi seorang ibu terasa semakin kuat.

Matanya tampak berkaca, berbalik menatap suaminya. "Tapi aku... aku sangat menginginkannya... aku ingin kita punya keluarga kecil," bisiknya dengan suara bergetar.

"Kau adalah keluarga kecilku Noa, dan aku adalah keluarga kecilmu. Kita berdua adalah keluarga kecil." Mengusap air mata istrinya. "Noa, aku paham keinginanmu. Tetapi jangan sampai kau membebani dirimu karena hal ini. Jika waktunya tiba, maka anak akan hadir dengan sendirinya menjadi hadiah untuk kita berdua. Lagi pula dengan begitu, aku bisa menikmati waktu bersamamu lebih lama, apa kau tidak suka menghabiskan waktu berdua denganku?"

Noara menggeleng. Ia suka menghabiskan waktunya bersama Harvor, tetapi terkadang ia menjadi sangat emosional dan mengharapkan kehadiran seorang anak.

"Kadang aku merasa gagal... seharusnya mudah, tapi..." Kepalanya tertunduk, tak sanggup melanjutkan kata-katanya.

"Hey..." Harvor mengangkat wajahnya, menatapnya dalam-dalam. "Tidak ada yang gagal, mengerti? Kamu adalah wanita yang kuat, dan aku tidak akan pernah melihat sedikitpun kekurangan darimu. Bisa saja aku yang kurang optimal bekerja saat membuatnya." Harvor tersenyum kecil, mencoba meringankan suasana, "Kita hanya perlu berusaha lebih giat lagi, bukankah itu hal yang baik?"

Sejenak Noara terdiam lalu memeluk Harvor erat, di dalam pelukan Harvor, ia merasa lebih tenang. Harvor benar, untuk saat ini hanya mereka berdua dan itu lebih dari cukup.

Setelah percakapan yang cukup emosional, itu Harvor menggenggam tangan Noara lembut, menariknya ke ruang makan untuk sarapan. "Ayo, kita sarapan dulu. Sudah lama kau mengabaikanku dan membiarkanku makan sendiri."

Someone Else's HandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang