08.

216 107 14
                                    

Rasa sakit menjalar hebat ke seluruh Harvor akibat luka yang cukup parah pada lengannya. Entah apa yang terjadi kepada pria itu hingga keadaannya terlihat sangat mengenaskan. Selama dua hari lamanya ia terus mengerang menahan rasa sakit dalam tempat persembunyian–tempat yang gelap dan dingin itu menjadi satu-satunya sandaran Harvor, pria itu sendirian dengan wajahnya yang sudah sangat pucat, tidak ada satupun rekannya di sana.

Harvor pikir cepat atau lambat ia akan mati mengenaskan di dalam tempat persembunyiannya itu karena tidak ada yang menemukannya, sedangkan saat ini fisiknya sudah terlalu lemah untuk keluar dan kembali pada rekan-rekannya.

Namun dalam keputusasaan segelap tempat persembunyiannya, secerah harapan muncul tatkala seorang perempuan dengan pakaian lusuh berhasil menemukannya.

Awalnya Harvor ingin meminta tolong namun melihat gelagatnya yang sedikit aneh dengan tatapannya yang kosong membuat Harvor ragu. Saat manik mata mereka bertemu, perempuan itu hanya menatapnya untuk beberapa saat sebelum berbalik pergi begitu saja, tidak ada ekspresi terkejut atau takut pada wajahnya.

Saat itu Harvor berpikir bahwa perempuan itu mungkin mata-mata yang akan melaporkan keberadaannya. Ia pasti mati, pikirnya kala itu. Namun dugaannya salah, tak berapa lama perempuan berpakaian lusuh itu kembali dengan berbagai macam perlengkapan untuk mengobati Harvor.

"Jangan sentuh aku," usir Harvor sedikit takut saat perempuan itu ingin menyentuhnya.

Akan tetapi usiran Harvor tak diindahkan, perempuan itu justru menarik lengan Harvor, yang menjadi sumber rasa sakit. Tubuhnya sudah cukup lemah akibat infeksi pada luka lengannya yang mungkin sudah membusuk, ia bahkan tidak memiliki tenaga lebih untuk mendorong seorang perempuan lusuh untuk menjauh.

"Kau tuli? Menjauhlah!" usir Harvor lagi saat perempuan itu mengabaikannya dan mulai merobek pakaian Harvor. "Jangan sentuh aku..." lirihnya dengan kesadaran penuh menepis tangan perempuan itu.

Sontak satu pukulan melayang pada lengan Harvor yang terluka, membuat Harvor meringis kesakitan. "Perempuan gila!" teriaknya menatap sosok di hadapannya dengan marah. Ia tidak menyangka jika perempuan itu akan memukul lukanya. Bahkan sekarang tatapan perempuan itu yang terlihat lebih marah ketimbang dirinya.

Melihat aksi gila perempuan itu barusan membuat Harvor diam tidak berkutik, takut jika selanjutnya perempuan itu akan mematahkan lengan Harvor jika ia sampai menolak.

Dengan berat hati dan satu-satunya harapan, Harvor membiarkan perempuan itu mengobatinya.

Jujur saja, perempuan itu tampak cekatakan, seolah sudah menguasai hal ini, hanya caranya yang sedikit kasar membuat Harvor terus meringis kesakitan.

Dengan kesadaran penuh, sosok itu menyiramkan sebuah cairan ke lukanya yang terbuka. "Kau mau mengobatiku atau membunuhku?" Tepat saat itu ia menyumpal mulut Harvor dengan sebuah kain, selain karena pria itu berisik juga karena apa yang akan ia lakukan selanjutnya cukup menyakitkan.

Luka Harvor cukup dalam dan parah, tidak ada pilihan lain selain menjahitnya di sini. Jika tidak lengannya mungkin akan terus membusuk dengan luka yang menganga lebar.

Ekspresi Harvor yang melotot tak percaya saat sebuah jarum menembus kulitnya tegak lurus, perempuan itu melakukannya dengan percaya diri. Namun dijahit dengan kesadaran penuh tanpa penghilang rasa sakit membuat Harvor hampir gila.

Hingga akhirnya berbagai penyiksaan yang perempuan itu berikan berakhir, kini ia membersihkan tubuh Harvor. Kedua tangannya terlihat sibuk, meski begitu wajahnya tetap terlihat sangat tenang dengan tatapan matanya yang kosong.

Harvor terlalu lemah untuk sekedar mengucapkan sepatah kata, yang ia lakukan hanya menatap sosok itu dalam bisu hingga kepergiannya tanpa sepatah kata pun.

Someone Else's HandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang