11.

85 23 3
                                    

Mentari pagi menyambut hangat Harvor dan Noa di Santorini. Pemandangan laut biru yang memukau membentang di hadapan mereka, dipadu dengan bangunan putih khas yang berdiri megah di sepanjang jalan. Harvor senantiasa setia menggenggam tangan Noara erat, menghabiskan bulan madu mereka dengan menjelajahi setiap sudut Pulau Vulkanik itu.

Sesekali Harvor melirik ke arah Noara, menikmati senyum dan sorot mata takjub perempuan itu saat memandangi setiap sudut Santorini. "Ini lebih indah dari yang kubayangkan," Noara begitu antusias akan bulan madunya yang sempurna.

"Sudah kubilang, kau akan menyukainya."

"Arve," panggil Noa tiba-tiba dengan nada serius.

"Iya?" jawab Harvor, mengangkat alisnya, penasaran. Langkahnya ikut terhenti karena Noara.

"Jangan pernah berubah, ya," ujar Noara pelan, namun penuh arti. Ada secumuk rasa takut dalam sorot matanya, melihat itu Harvor langsung mengerti maksud Noara.

"Berubah menjadi lebih tampan? Atau kau takut aku menjadi buruk rupa?" Harvor sengaja berusaha mencairkan suasana. "Tenang saja, aku tidak akan menjadi buruk rupa."

"Aku serius." Namun tampaknya itu tidak berhasil. "Jangan pernah berubah, tetaplah menjadi Arve yang kukenal."

"Seperti apa Arve yang kau kenal?"

"Seperti ini." Mengangkat tangannya yang digenggam erat oleh Harvor. "Meski kau tidak mencintaiku, tetaplah berpura-pura seperti sekarang. Aku tidak masalah dengan itu, genggam tanganku, dan peluk aku seperti kau memeluk dan menggeggam tangan perempuan yang kau cintai."

"Noa," Nafas Harvor tercekat, sungguh ia tidak bermaksud. "Sungguh aku–" Sebuah kecupan sukses membungkam Harvor, pria itu hanya mematung kehilangan kata-katanya.

"Jangan katakan apa pun." Menarik tangan Harvor untuk melanjutkan perjalanan mereka, seakan pembicaraan sebelumnya tidak pernah ada.

Harvor berlari ke setiap sudut jalanan kecil di Santorini, memanggil nama Noara dengan putus asa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Harvor berlari ke setiap sudut jalanan kecil di Santorini, memanggil nama Noara dengan putus asa. Pikirannya penuh dengan kemungkinan-kemungkinan buruk, dan hatinya terasa tercekik oleh rasa takut yang makin menguasai.

Setiap orang yang ditemuinya, ia tanyai tentang keberadaan Noara yang sudah menghilang sejak beberapa jam yang lalu. Tak ada yang tahu atau melihat perempuan itu.

Kini wajah Harvor sudah tampak pucat, ekspresinya menunjukkan seseorang yang berada di ambang kegilaan. "Noa!" suaranya terdengar serak, setelah berjam-jam mencari, meneriakkan nama perempuan itu tanpa hasil.

Saat malam mulai menyelimuti, kegelisahan Harvor semakin tak terbendung karena Noara tidak bisa dihubungi sama sekali karena ponselnya ditinggal begitu saja di kamar hotel.

Ke mana? Di mana? Apa yang terjadi...

Berbagai pertanyaan dan kemungkinan buruk penuh kecemasan terus memenuhi kepalanya, ia tidak bisa berpikir jernih. Ditambah laporan yang ia buat telah ditolak oleh pihak berwenang dan Harvor diminta untuk menunggu lebih lama.

Someone Else's HandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang