Hana tidak menyangka kalau Aryan memang menunggunya sampai ia selesai dengan pekerjaan kantornya. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, jadi berapa lama cowok itu menunggunya?
"Itu Aryan?" tunjuk Jihan kala keduanya berjalan menuju pintu keluar. Hana mengangguk dengan sedikit tidak enak sebab mungkin Aryan sudah terlalu lama menunggunya.
"Beneran gemas ih!"
Hana lantas langsung mendelik membuat Jihan bungkam.
"Sorry, gue cuma excited aja. Yaudah gue duluan." Jihan langsung kabur sebelum mendengar ocehan dari Hana.
Sementara Hana berjalan mendekati sosok bahu lebar itu yang sedang sibuk dengan ponsel sambil duduk di atas motornya.
"Aryan," panggilnya sambil menepuk bahu Aryan. Cowok itu langsung menoleh sembari menampilkan senyuman menawannya seperti ia tidak lelah menunggu berjam-jam lamanya.
"Maaf, aku lama ya. Harusnya kamu gak usah nungguin."
Aryan menggeleng lalu memberikan helm pada Hana yang masih terlihat cantik meski sudah bekerja seharian ini.
"Aku gak mau pulang ke rumah dulu."
Dahi Hana mengkerut.
"Jadi kita mau kemana?"
"Kemana aja. Aku mau menikmati malam sama kakak," jawabnya. Hana tak banyak tanya, ia segera memakai helm yang diberikan Aryan dan duduk di boncengan.
Motor matic itu meninggalkan gedung kantor dan melaju dengan kecepatan sedang.
Bagi Hana sudah lama ia tidak menikmati pemandangan malam seperti ini lagi. Angin malam menerpa wajahnya hingga ia senderkan kepalanya pada punggung Aryan. Lelah hari ini tiba-tiba menghilang begitu saja.
***
Mungkin ia terlalu nyaman berada di balik punggung Aryan. Saat cowok itu menghentikan motornya, ia terkejut melihat tempat yang dipilih Aryan.
"Kita dimana, Yan?"
Hana melihat sekeliling yang begitu sepi dengan pemandangan cantik di bawah sana. Sebelumnya ia belum pernah ke tempat ini. Apa mereka di atas bukit?
Aryan menggandeng tangan Hana berjalan ke depan membuat cewek itu sedikit tercekat dengan perlakuan Aryan padanya.
"Maaf, kakak pasti capek, tapi aku malah bawa kakak keliling gini," ucapnya. Hana menggeleng, tadinya ia memang lelah. Namun, saat bersama Aryan tiba-tiba saja rasa itu lenyap. Ia hanya bingung saja dengan tempat yang dipilih Aryan.
"Ini tempat apa? Kok aku baru tau ada tempat seperti ini di kota?"
Aryan tersenyum lalu tanpa khawatir kotor ia duduk di atas rumput. Ia menarik Hana untuk ikut duduk di sebelahnya.
"Berarti dulu kakak gak suka jalan-jalan ya?"
Mana mungkin, dulunya ia sering keluar bersama teman-teman SMA nya. Tapi untuk tempat ini ia baru kali pertama menginjakkan kakinya.
"Salah, aku termasuk cewek yang sukanya jalan-jalan dulu. Cuma pas udah kerja gini gak sempat lagi."
Aryan terkekeh mendengar bantahan dari Hana yang begitu lucu saja di telinganya.
"Kamu bahkan masih pakai seragam sekolah, kenapa gak pulang dulu aja?"
"Kalo udah sampai rumah, aku gak mau keluar lagi, jadi biar sekalian gitu."
Lalu keduanya terdiam hanya suara bising kota di bawah sana.
"Kakak pernah ketemu mantan gak dulu?"
Pertanyaan Aryan yang tiba-tiba membuat Hana sedikit kaget. Apalagi membahas mantan. Pasti cowok ini sedang ada masalah.
"Pernah, kenapa tiba-tiba tanya mantan?"
Aryan menoleh pada Hana.
"Mantan aku pas SMP sekarang udah pindah ke sekolah."
"Trus?"
"Dia mau deketin aku lagi." Aryan mengatakan itu dengan hati-hati berharap Hana tidak marah, nyatanya cewek itu biasa saja.
"Lalu?"
"Kakak gak marah?"
Hana tersenyum. Ia baru tahu Aryan merasa ia akan marah akan hal tersebut.
"Itu tergantung kamunya, kalo kamu gak memberi dia harapan. Pada akhirnya dia akan menyerah."
"Jadi gak apa-apa?"
"Buat aku hal seperti itu gak usah terlalu dibuat beban. Kalo kamu gak menanggapi, ya gak bakal bisa."
"Kakak gak cemburu?"
Hana bungkam. Mungkin jawaban itu yang ditunggu Aryan sebenarnya.
"Mungkin lebih ingat status kita apa, Yan. Dari pada nanti kamu memberi harapan padanya."
Aryan menunduk. Sepertinya Hana salah memberikan jawaban.
"Makasih ya kak," ucapnya.
"Kok makasih?"
"Udah dengerin aku."
Hana jadi gemas sendiri. Ia ingin mengelus kepala Aryan sebelum cowok itu malah menahan tangannya lalu mengecupnya sebentar. Ia tercekat di tempat.
"Kita pulang sekarang?"
Hana mengangguk kaku. Entah apakah setelah ini ia akan bisa tidur nyenyak.
***
Sebelum mereka benar-benar pulang ke rumah, Aryan dan Hana berhenti di sebuah warung di tepi jalan untuk mengisi perut yang sudah keroncongan.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, tapi suasana malam di kota malah semakin ramai.
"Katanya sekolah kamu bakal adain pensi, kapan acaranya?" tanya Hana ditengah makannya.
"Sabtu malam minggu ini, kakak datang ya."
"Emang boleh?"
"Boleh."
Hana mengangguk karena sepertinya pekerjaan kantornya tidak sebanyak hari ini.
"Oke."
Aryan sempat ragu mengajak Hana ke sekolah, tapi ia ingin istrinya itu melihat acara yang ia dan anggota lainnya adakan. Dan mungkin mengenang masa-masa sekolahnya dulu.
***
Harap maklum sama sedikitnya jumlah kata di beberapa part. Yah, gak sampai 1000 kata, tapi gak apa-apa yah
Jangan lupa vote ya
Komen juga boleh
KAMU SEDANG MEMBACA
My Brondong Husband (Proses Terbit)
FanfictionBagi Hana tak masalah jika harus dijodohkan dengan pilihan kedua orang tuanya. Namun, ia tidak menyangka jika calon suaminya adalah seorang bocah SMA yang masih berusia belasan.