27. Permintaan

1.8K 124 5
                                    

Sejak tahu Hana hamil, Aryan seakan menjadi suami siaga. Istrinya itu tidak boleh melakukan pekerjaan yang berat atau sampai stres. Ia pernah baca di sebuah artikel kalau wanita hamil muda, kandungannya belum kuat dan rentan keguguran dan ia tidak mau hal itu terjadi pada Hana.

"Aku mau nolongin kamu, Yan. Masa gak boleh?" protes Hana yang ingin membantu Aryan menjemur pakaian. Suaminya itu malah mendorong pelan tubuh istrinya untuk kembali masuk ke dalam rumah.

"Udah gak usah, biar aku aja. Ntar kakak capek."

"Cuma jemur doang gak bakalan capek ih, kamu khawatiran amat!"

Aryan menghela nafas lelah melihat keras kepalanya Hana.

"Yaudah, aku yang jemurin kakak yang kasih ke aku pakaiannya," ucap Aryan akhirnya, tapi Hana masih cemberut.

"Sama aja gak!" Lalu Hana malah kembali masuk ke dalam rumah jengkel.

Aryan menggeleng tak habis pikir. Sejak hamil, Hana juga sering ngambek tidak jelas padanya. Entah itu karena kesalahan Aryan atau dirinya sendiri.

"Yaaan, aku mau makan nasi goreng buatan kamu!" teriak Hana dari dalam rumah.

"Iyaaa, tunggu bentar."

Aryan kembali membereskan pekerjaannya dan berlari masuk ke dalam rumah.

***

"Jangan banyak-banyak camilannya, yang," ingat Aryan pada Hana yang terus memasukkan berbagai macam snack ke dalam troli belanjaan. Hari ini adalah jadwal belanja bulanan mereka.

"Ini untuk persediaan aja kok," balas Hana sambil terus memasukkan camilan lainnya. Lagi-lagi Aryan hanya bisa geleng kepala. Berani protes siap-siap dicuekin seharian.

Setelah berkeliling ke rak makanan keduanya beralih ke rak yang menyediakan keperluan bahan dapur. Hana melihat list yang sudah mereka catat tadinya dan mencari barang yang diperlukan.

Satu jam mereka berkeliling hingga troli itu hampir penuh, mereka akhirnya menuju meja kasir untuk membayar.

Sepulang dari belanja keduanya mampir ke tenda makan pinggir jalan atas kemauan Hana. Istrinya itu ingin makan nasi uduk.

"Ramai banget," gumam Aryan melihat banyaknya orang-orang yang makan di sana.

Lalu seorang penjual di sana menyapa keduanya dan menawari tempat yang baru saja kosong.

Aryan dan Hana duduk di tempat yang disediakan.

"Udah lamaaaa banget rasanya aku gak makan di warung tenda kayak gini." Hana seperti mengingat kenangan ia dulu bersama keluarganya sering makan di sana.

"Aku gak nyangka kakak sering makan di tempat kayak gini."

"Kenapa memangnya?"

Aryan menggaruk pelipisnya bingung menjelaskan. Ia takut istrinya tersinggung.

"Kamu mikir kalo kami risih makan pinggir jalan kayak gini?"

Aryan mengangguk.

"Ya gaklah, aku diajari sama orang tuaku untuk tidak membedakan makanan atau tempat dimana kita makan. Selagi makanan itu masih pas sama selera kami, why not?"

Aryan mengangguk menyetujui pendapat Hana. Dulu ia kira orang-orang yang dianugerahi materi lebih hanya akan mengunjungi tempat yang bergengsi.

Pembicaraan keduanya diinterupsi oleh kedatangan makanan mereka. Mata Hana tampak berbinar. Sepertinya istrinya itu memang lagi ngidam.

"Enak banget." Hana mengunyah makannya dengan semangat membuat Aryan terkekeh karena gemas.

Aryan mengambil tisu lalu mengelap bibir Hana yang tampak celemotan.

My Brondong Husband (Proses Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang