6. Perhatian

2.1K 156 0
                                    

Aryan merenggangkan tubuhnya usai menyelesaikan tugas sekolah bersamaan dengan telpon dari rumah masuk ke ponselnya.

"Assalamualaikum."

"Bang Yan!"

Aryan langsung menjauhkan benda pipih itu dari telinganya sebab suara cempreng Dara begitu nyaring. Ia lalu menloudspeaker teleponnya.

"Kenapa, Dek?"

"Abang kapan pulang sih?" Terdengar nada sewot dari sana yang membuat Aryan menyunggingkan senyumnya.

"Nanti Abang pulang kok."

"Kapan? Dara maunya besok!" Lalu terdengar suara ibunya yang menegur bocah itu. "Jangan ganggu Abang kamu, Ra."

"Kalo Abang pulang kamu mau ngapain?"

"Dara kangen Abang." Lalu terdengar suara rengekan. "Dara kesepian."

Lantas Aryan tersenyum. Ia pun sebenarnya merindukan dua wanita hebatnya itu.

"Abang juga kangen Dara sama Ibu."

"Yaudah, cepat pulang!"

"Iyaaa."

Tanpa sepengetahuan Aryan, Hana mendengar pembicaraan mereka.

"Kak Hana boleh ikut gak?" Hana sengaja menimpali membuat Aryan ikut kaget dengan kehadiran istrinya itu. Lalu tidak terdengar suara apapun di telepon.

"Halo, Dek?"

Tut Tut Tut. Sambungan telah dimatikan.

"Dimatikan," gumam Aryan. "Maaf ya, Kak."

"Gak apa-apa. Aku yang seharusnya minta maaf karna ganggu kamu telponan sama Dara."

Aryan menggaruk tengkuknya tidak enak.

"Besok aku mau pulang ke rumah. Kakak bisa ikut juga?"

Hana mengangguk.

"Tapi aku nyusul ya, kemungkinan bakal pulang malam."

"Iya, gak apa-apa."

***

Pukul 5 pagi Hana sudah bangun, suatu pencapaian yang luar biasa mengingat kebiasaannya selalu bangun setengah tujuh. Ia sengaja memaksakan diri agar tidak keduluan Aryan.

Hana sempat tertegun kala Aryan masih terlelap di sampingnya. Hal pertama yang ia alami sejak menikah, ia bahkan belum pernah melihat cowok itu tidur.

Entah kenapa Hana bisa tersenyum kala melihat Aryan. Ia jadi keingat Danis. Bedanya Danis kalau tidur agak berisik dan sering menendang.

Hana pun segera beranjak dari kasur.

Ia segera menuju dapur setelah membersihkan diri. Niatnya ingin menyiapkan sarapan untuk Aryan. Ia ingin merasakan menjadi istri yang baik.

Menunya hari ini adalah omelet dan sandwich. Ia berharap Aryan menyukainya.

"Kak Hana ngapain?" Rupanya Aryan sudah bangun. Ia menghampiri Hana yang baru selesai menyiapkan omeletnya.

"Siapin sarapan buat kamu."

Lantas Aryan langsung tersenyum. Ia tidak menyangka Hana akan berusaha bangun pagi agar bisa menyiapkan sarapan untuknya.

"Pasti buatan kakak enak."

"Tau dari mana kamu, nyoba aja belum."

"Apapun rasanya selama kakak yang buat akan aku makan," jawabnya. Hana langsung tertawa geli.

"Kamu ternyata pintar gombal ya."

Aryan menggeleng.

"Aku gak gombal. Beneran."

"Kamu udah mandi?"

"Belum." Lalu ia tersenyum jahil. "Kakak mau join?"

Hana langsung mendelik.

"Gausah ngada-ngada kamu!"

Aryan tertawa melihat Hana jadi salah tingkah.

"Bercanda." Lalu ia segera menuju kamar untuk bersiap. Sementara pipi Hana sudah memanas.

"Dasar bocah," gumamnya.

***

Hana benaran lupa untuk mengecek mesin mobil, jadinya sekarang mobil tidak bisa dihidupkan, padahal ia harus buru-buru ke kantor sebab ada rapat mendadak pagi ini.

Ia hampir memesan gojek sebelum mesin motor Aryan terdengar dan berhenti masuk ke garasi.

"Loh, kenapa balik lagi?"

"Ada yang ketinggalan. Kak Hana mau ke kantor?"

Hana mengangguk. "Tapi mobilnya mogok."

Aryan turun dari motornya lalu memeriksa mobil itu. Beberapa kali ia menstarter tetap tidak bisa hidup.

"Kayaknya perlu di bawa ke bengkel," ucapnya. Biasanya ada komponen bagian dalam yang bermasalah.

"Aku terlalu sibuk, makanya lupa buat periksa."

"Yaudah, biar aku antar kakak."

"Tapi kamu, kan sekolah."

"Gak apa-apa, masih ada waktu." Aryan melihat jam tangannya.

Hana berpikir ragu, tapi ia tidak ada pilihan lain. Ia harus segera sampai ke kantor jika tidak mau diomelin bos.

"Aku ambil helm dulu." Belum sempat Hana beranjak, Aryan memegang pergelangan tangan istrinya.

"Biar aku yang ambil sekalian." Aryan melesat masuk ke dalam rumah untuk mengambil helm dan buku tugasnya yang ketinggalan.

"Ganteng amat," puji Hana kala Aryan keluar dengan memakai jaket kulit hitam.

"Biar kakak gak malu di bonceng," bisiknya. Lantas Hana langsung tertawa.

"Kakak pegang pinggang aku yang kuat ya, aku mau ngebut soalnya." Aryan segera menstarter motor kala Hana sudah duduk di boncengan.

"Jangan ngebut juga, ntar make up aku berantakan."

Aryan hanya tersenyum geli. Lalu bergegas menjalankan mesin beroda dua itu.

***



***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.









Jangan lupa vote ya

My Brondong Husband (Proses Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang