Kelompok itu terdiam dalam kegelapan, merasakan detak jantung masing-masing yang seolah berbicara tentang ketakutan mendalam yang mereka rasakan. Bayu, dengan napas yang masih terengah-engah, berhasil mengabarkan informasi penting yang ia dapat. Yusuf, yang selalu menjadi penasihat kelompok, menatap tajam ke dalam kegelapan sebelum berbicara.
"Dia benar," kata Yusuf dengan suara berat namun tegas. "Kita semua harus mengetahui apa yang sedang terjadi. Ini bukan hanya masalah rasa ingin tahu, tapi keselamatan kita yang sedang dipertaruhkan di sini."
Pacha mengangguk, wajahnya tampak serius. "Kamu tidak boleh menyembunyikan hal seperti ini, Bayu. Semua harus berdasarkan kepercayaan di antara kita."
Namun, raut wajah Alvin dan Roy penuh kekhawatiran, matanya berbinar dengan kebingungan. Roy bertanya dengan nada suara yang naik, "Jadi, apa yang seharusnya kita lakukan jika Noel dan Fathir benar-benar memiliki niat buruk dengan mesin waktu ini?"
Andika, yang selalu berpikir dengan logika, berusaha menenangkan suasana dengan perkataannya, "Sebelum kita mengambil langkah apapun, mungkin kita bisa bicara dengan Noel dan Fathir. Ada kemungkinan mereka memiliki alasan kuat di balik tindakan mereka."
Seusai berdiskusi, mereka sepakat untuk menghadap Noel dan Fathir. Dengan hati-hati, mereka mendekati gedung penelitian. Ruangannya, yang biasanya terang benderang, kini hanya diterangi oleh cahaya lilin yang berkelap-kelip, menambah kesan mencekam.
Fathir dan Noel tampaknya sudah mengetahui kedatangan mereka. Noel berbicara dengan suara yang rendah dan berat, "Kami melakukan ini karena kami khawatir dengan keamanan mesin waktu. Teknologi ini bisa menjadi senjata yang mematikan jika sampai jatuh ke tangan yang salah."
Bayu, yang wajahnya tampak marah, mengepalkan tangannya. "Tapi, kenapa kalian merahasiakan dari kami? Bukankah kita satu kelompok? Kepercayaan adalah fondasi utama kita."
Saat Pacha berusaha meredakan suasana, Andika berkata, "Kita harus mencari jalan keluar bersama. Menyembunyikan rahasia hanya akan membuat kita saling curiga."
Fathir akhirnya mengungkapkan rahasia besar mesin waktu, tentang potensi risiko dan bagaimana mesin itu bekerja. Semua orang mendengarkan dengan perasaan yang campur aduk antara lega dan ketakutan.
Dalam kebersamaan itu, harapan mereka untuk kembali ke dimensi asal semakin besar. Tetapi, mereka sadar bahwa masih ada misteri yang harus dipecahkan, termasuk menemukan Savero.
Yusuf, yang memegang kartu tarot, mencoba meramal petunjuk. Namun, yang muncul hanyalah kata-kata misterius: "Di atas adalah masa lalu, Di bawah adalah masa depan." Mereka semua bingung, mencari tahu arti di balik kata-kata tersebut.
Malam yang seharusnya tenang berubah menjadi kengerian. Mereka tidur di gedung dan rumah yang berbeda-beda, tanpa menyadari bahwa ada seseorang yang memantau mereka dalam kegelapan.
Tiba-tiba, keheningan malam terpecah oleh suara ledakan mengerikan yang mengguncang bumi. Semua anggota kelompok terjatuh, terkejut, dan ketakutan. Bayu berteriak, "Itu dari gedung Alvin!"
Andika, dengan wajah pucat, bertanya, "Alvin ada di dalam sana, bukan?"
Pacha menegaskan, "Kita harus cepat menolongnya!"
Saat mereka bergegas menuju sumber ledakan, langkah mereka dihentikan oleh sebuah bayangan gelap yang bergerak cepat. Sebelum mereka bisa merespons, sebuah tombak tajam muncul dari kegelapan dan dengan brutal menancap di punggung Simon.
Simon berteriak kesakitan, "Tolong... aku!"
Bayu berteriak, "Siapa yang melakukan ini?!"
Namun, sebelum ada yang bisa menjawab, teriakan dan jeritan lain memecah udara, memicu kepanikan di antara anggota kelompok. Yusuf berteriak, "Semua orang, berlindung! Cepat!"
Sebagian dari mereka mencoba bersembunyi di bawah semak-semak dan balik batu. Roy, dengan suara gemetaran, berbisik, "Apa yang sedang terjadi? Siapa yang menyerang kita?"
Sementara itu, Fajar menarik Simon yang terluka parah ke dalam sebuah gudang tua, berusaha menyembuhkan lukanya. Simon, dengan suara lemah, bertanya, "Siapa mereka, Fajar?"
Fajar, sambil berusaha meredakan rasa sakit Simon, menjawab, "Aku tidak tahu, Simon. Tapi kita harus bertahan."
Di luar, suara langkah kaki dan bisikan misterius semakin dekat. Pacha berbisik, "Kita harus keluar dari sini. Mereka mendekat."
Semua anggota kelompok tahu bahwa mereka tidak hanya berhadapan dengan misteri mesin waktu, tetapi sekarang juga dengan ancaman yang begitu nyata. Andika berkata, "Kita harus bersatu, temukan yang lain, dan keluar dari tempat ini."
Kengerian dan petualangan baru saja dimulai!
Terimakasih sudah membaca cerita kami! Jika kalian menikmatinya, mohon berikan vote dan ikuti akun agar tidak ketinggalan notifikasi untuk cerita selanjutnya. Dukungan kalian sangat berarti untuk kami semua 💖.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pintu ke Alam Kegelapan: Perjalanan Horor 17 Pemuda Ke Dimensi Asing
HorrorDi ujung kenangan sebuah kota tersembunyi, pintu misterius berdiri tegak menantang batas kenyataan. Tidak ada yang berani mendekat, hingga suatu malam, 17 pemuda dengan nasib yang terjalin oleh takdir, tanpa sengaja membangunkan kekuatan kuno yang t...