Karna merasa kurang yakin dengan penglihatannya dua hari lalu, Satala kembali mengunjungi Cafe milik Edo. Dia harus memastikan apa yang dia lihat adalah salah. Mana mungkin yang dia lihat pasti salah.
"Mas Edo kan ijin, Mbak. Katanya seminggu ini nggak bisa dateng ke bengkel."
Kening Satala mengeryit bingung. Edo ijin? Tumben sekali lelaki itu tidak memantau usahanya.
"Mbak Adel tau Edo ijin kemana?"
Adel, atau salah satu kasir cafe mengeleng. Dia mana tau bosnya itu kemana. Yang dia tau hanya Edo tidak akan datang seminggu ini karna ada urusan lain.
"Ya udah deh, mbak, nggak jadi pesan. Aku pulang aja." ucap Stala lalu beranjak. Di lihat-lihat butik milik Laluna juga tidak tutup, padahal Tala juga ingin memantau Edo dari sana.
Eh!
Satala menggeleng, mengenyahkan pikiran tidak masuk akalnya. Ahh, mana mungkin. Konyol sekali dirinya.
Karna tidak memiliki tujuan, akhirnya Satala memilih pulang. Mungkin dia akan bertemu Edo di rumah. Jika tidak ke bengkel, pasti cowok itu di rumah, bukan?
Ternyata dugaan Satala salah, Edo juga tidak berada di rumah. Setelah mengetuk sampai tanganya pegal, akhirnya Satala beranjak pulang ke rumahnya sendiri yang berada tepat di samping rumah Edo.
Kemana sih, perginya cowok itu, Satala kan ingin bertanya. Ck! Satala bukan cewek yang tahan akan kekepoan, dia asti akan langsung bertanya jika bingung akan sesuatu. Dan, ya, dia memutuskan bertanya ada hibingan apa Edo dan Laluna.
Setaunya Laluna sudah menikah, bahkan Edo mengatkanya juga saat Satala mengoda lelaki itu dulu.
Tapi..
Apa arti tatapan Lalu ada Edo tempo hari?
Satala perempuan, Laluna juga perempuan, jadi Satala yakin dengan apa yang dia lihat. Tapi mana mungkin?
Dari pada galau sendiri, Satala lebih baik menghubungi Rika. Saat itu Rika sempat menyinggung soal Laluna, pasti cewek itu tau sesuatu.
Belum sempat Satala mendial nomor Rika, siara mobil berdecit membuatnya berlari keluar. Itu pasti Edo, lebih baik dia tanyakan langsung pada lelaki itu. Satala tidak mau mati penasaran.
Tala berlari keluar rumah, mengabaikan Ibunya yang berteriak karna kegaduhanya. Dia harus cepat mememui Edo.
Baru saja Satala membuka kunci pagar rumahnya, dia sudah melihat Edo keluar dari mobil. Tepat sekali.
"Ed..oo" Satala memelankan laju suaranya, berbarengan dengan apa yang dia lihat di depan sana. Matanya mendelik.
Edo dan Laluna.
Bukan itu saja yang membuat Satala kaget, tapi Laluna yang mengecup bibir Edo. Seketika Satala mual dan menutup pintu pagarnya dengan kecang.
Sial! Apa itu tadi?
Sedangkan di tempat yang Satala lihat, Edo dengan cepat mendorong Laluna. Dia kaget setengah mati. Bukan karna ciuman perempuan itu, tapi dentuman pintu pagar rumah Satala.
Dengan jeli Edo amati, tapi tidak ada tanda tanda manusia terlihat. Apa itu Satala? Tapi mana mungkin, cewek itu pasti sedang pergi makan di akhir minggu seperti ini. Nanti dia akan mencari tahu.
"Apa itu, Do?" tanya Laluna. Dia juga kaget tadi.
"Nggak tau, pagar tetangga kenak angin mungkin."
Laluna membenarkan saja, lalu dia pamit pulang karna sejak kemarin dia belum menginjakan kaki di rumah.
"Makasih ya, Do. Sampai ketemu besok lagi." Luna melambaikan tanganya ke arah Edo.
Edo pun hanya mengangguk saja, dan mobil yang di kendarai Laluna hilang dari pandangannya.
..
"Aku duluan ya, Rik." ucap Satala buru buru.
"Eh, eh, mau ke mana?" tanya Rika panik. Padahal tadi Tala mengeluh lapar dan akan siap pingsan jika perutnya tidak segera di isi, tapi saat baru tiba di kantin lansung berlari pergi.
Kenapa, sih?
"Tala kemana?" tanya Edo dengan duduk di depan Rika. Tumben sekali gadis itu menghilang pergi tanpa memintanya membelikan banyak makanan.
Rika mengakat pundak tidak tau. "Kalian berantem apa?"
"Barentem?" Edo menryengit berfikir, sepertinya tidak. "Nggak tuh."
"Tapi dia lihat kamu terus pergi."
"Shitt." dengan cepat Edo bangkit dan berlari. Pasti cewek itu yang membanting pitu pagar kemarin.
Di lain sisi, Satala memegang dadanya yang bergemuruh. Antara lelah berlari, juga teringat bayang-bayang Edo dan Laluna berciuman.
Astaga, astaga, Satala. Dengan keras Satala memukul kepalanya, mengenyahkan pikirannya tentang apa yang dia lihat kemarin sore.
Satala tidak cemburu, mungkin. Tapi dia hanya merasa terus mual ketika mengingat hal itu. Seperti, jijik? Atau jijik?
Intinya Satala jijik, dia menjadi berfikir yang tidak-tidak.Demi Tuhan, walapun usia Satala 21 tahun, juga dia kerap bergonta-ganti pacar, dia belum pernah berciuman. Sumpah, demi ayam geprek level 15 yang pedes iblis kesukaanya.
Dan saat dia melihat Edo berciuman dengan Laluna, Satala menjadi jijik dan tidak siap melihat Edo, karna bayangan mereka melakukan hal lain hinggap di kepalanya.
"Nah, mau kemana lagi."
Satala mendongak ketika tanganya di cekal. Ternyata Edo mengejarnya. Lelaki itu mengenakan kaos hitam seperti biasa, juga jaket kulit yang Tala tau dari salah satu brand terkenal dengan harga sangat mahal, dan tidak lupa tas yang hanya menyampir di satu pundak.
Kenapa cowok itu sangat ganteng dan, dan..
"Akhh.!!" Satala memekik.
Hah? Ini dia kenapa?
"Apaan, sih? Lepas." pekiknya kembali. Sepertinya ada yang salah dengan kepalanya, kenapa dia malah membayangkan Edo yang ganteng sekali.
Sadar Satala, sadar! Edo itu sahabatmu sejak kecil!
Sorry for typo
Luvv❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Fri&s
Short StoryPertemanan antara laki laki dan perempuan akan berhasil, jika keduanya tidak pernah memandang satu sama lain sebagai lawan jenis. Tapi bagaimana jika Sitala berulah dengan memandang Edo seperti itu? Sampai rasa yang tak boleh ada muncul, dan rahasia...