"Yeayy.." Tala bersorak layaknya anak kecil ketika makanan yang dia pesan datang. Astaga! Rasanya dia sangat lapar sampai mau meninggal.
"Makan aja banyak, tapi nggak ada gizi yang masuk." dumel Rika saat melihat Satala kalap memesan banyak menu untuk dirinya sendiri.
"Bodok!" Tala menjulurkan lidah, tidak peduli dengan ejekan temannya. "Yang penting makan banyak tapi body tetep kek Lisa blackpink. Emang situ."
Rika mendengus, lalu membuang muka. Sedikit iri karna dia minum air putih dengan nol kalori saya tetap gendut. Alasan kenapa Rika jarang makan di luar, itupun menu yang dia pesan hanya salad sayur. Berbeda dengan Satala, gadis itu bahkan bisa memesan seluruh menu, tanpa takut gendut ataupun membayar.
Tidak lama, Edo datang dengan membawa kertas bill, lelaki itu menatap tajam Satala yang asik menikmati makanannya tanpa rasa bersalah.
"Ini apa?" cecar Edo. Menujuk pada kertas dengan rentetan harga yang harus dia bayar.
"Traktir Adek, Abangg." rengek Tala manja
"Tala, Satala! Astaga!" Edo menggeleng tidak habis pikir. Tadi dia sedang sibuk membongkar mobil, tapi tiba tiba salah satu rekannya yang bekerja di cafe menyerahkan bill atas namanya. Tidak pikir panjang, Edo dengan cepat naik dn menghampiri Tala karna pasti hanya gadis itu yang berani melakukanya.
"Kan aku abis putus, Edoo. Pipiku juga masih sakit, jadi traktir lah. Biar hatiku bisa kembali normal." jawab Satala dengan mengedipkan matanya mengoda ke arah sahabat laki lakinya itu.
"Kalau gitu terus aku bisa miskin." ucap Edo dengan mengeluarkan kartu ATMnya. Baru minggu lalu dia melakukanya, dan hari ini terulang. Mau tidak mau dia juga yang harus membayar. Lalu pandangannya beralih pada Rika yang hanya menikmati segelas air putih. "Nggak pesan?" tanyanya. Suaranya kini melunak, tidak seperti dengan Satala yang harus menggunakan otot.
"Nggak, ini aja cukup." jawab Rika. Dia tentu lebih sayang dengan 2 jam waktu yoganya tadi pagi, ketimbang sepiring ayam goreng bumbu pedas seperti yang Tala nikmati saat ini.
"Pesan aja, sekalian." Edo mengeser kartunya ke arah Rika, gadis itu tentu tidak memiliki jin makan seperti Satala.
Rika mengangguk saja, setelah itu Edo pergi. Pekerjaannya belum selesai, masih ada sekitar 2 mobil yang harus dia perbaiki. Sedangkan Satala, cewek itu terlihat cuek menikmati makanannya tanpa berucap terimakasih. Yang terpenting Edo mau membayarinya, sehingga uang jajannya bulan ini aman. Ya walapun hasil paksaan.
"Mbak, ayam lagi!"
Rika mendelik melihat Satala memesan makanan yang sama. Gadis itu gila? padahal di meja masih ada dua piring yang belum di makan.
"Taa." jeritnya tertahan.
"Kesempatan nggak datang dua kali." jawab Tala dengan menujuk kartu milik Edo yang tergeletak. Jarang jarang lelaki itu mau memberinya kartu.
Rika menggeleng tidak habis pikir. Satala dan kegilaanya memang tidak pernah terpisahkan. Bagaimana bisa, dia yang selalu melakukan diet sehat setiap harinya bisa berteman dengan Satala yang hobi makan apa saja. Sepertinya Rika harus memperbarui pertemanannya.
"Lihat apa sihh?" tanya Satala ketika Rika diam dan tidak lagi berkomentar tetang makananya. Biasanya gadis itu akan cerewet membahas kalori, kesehatan, keberihan, sampai dampak globalisasi.
Rika mengoyangkan dagunya, menujuk perempuan cantik yang duduk di pojok cafe yang menatap ke luar jendela.
"Ohh, Laluna."
"Kamu kenal?" tanya Rika cepat. Setelah di perhatikan, perempuan itu sejak tadi hanya diam, menatap keluar jendela dengan tatapan sendu.
"Yang punya butik itu." tujuk Tala dengan tangan kotornya. Butik dengan nuansa merah muda yang berada tepat di depan bengkel juga cafe milik Edo.
"Btw, kok kamu kenal?"
"Dari Edo."
Rika megerutkan dahi. "Edo?"
Satala mengangguk. Pertanyaan Rika benar benar tidak penting, tapi dia harus tetap menjawab karna sekarang Rika mendelik ke arahnya.
"Iya, Edo yang kenalin." jawab Satala setelah meyeruput es colanya. "Edo kan udah lama buka usaha di sini, jadi kenal lah sama orang-orang sekitar. Apalagi waktu cafe ini di bangun, ya makin rame juga bengkelnya. Edo juga pernah beliin aku baju di butiknya. Ini juga." tunjuk Satala pada baju yang dia pakai.
"Deket ya sama Edo?"
"Iya lah, kan tetangga bisnis."
"Maksutnya mereka deket dalam hal lain."
"Ihh,.. Ya nggak lah." saut Satala cepat. "Dia udah nikah kok." setau Satala sih begitu, dia pernah melihat cincin di jari manis perempuan itu, jugaan Edo itu jomblo abadi. Dekat dengan perempuan saja tidak pernah, kecuali dengannya dan Rika, jadi mana mungkin.
Rika membulatkan bibir. Sepertinya dia salah sangka ketika melihat Edo menatap lamat perempuan itu tadi, bahkan Edo seperti akan menghampiri tapi penuh keraguan. Rika pikir mereka memiliki hubungan, tapi mendengar cerita Satala sepertinya dugaannya salah. Rika sih lebih percaya Edo menyukai Satala, karna sikap cowok itu sangat berbeda jika bersama Satala.
Tidak berapa lama, Rika pamit karna harus bertemu pacarnya, tertinggal Satala sendiri. Setelah ini dia akan melakukan apa? Satala mendesah pelan. Perutnya sudah kenyang, tapi dia bosan jika duduk di cafe itu sendirian. Turun ke bawah menemui Edo pun bukan opsi terbaik, dia bisa di cekik oleh cowok itu nantinya.
Di saat galau dengan apa yang akan dia lakukan, Satala tidak sengaja mentap Laluna yang masih duduk diam di pojok sana. Tumben sekali tadi Rika bertanya tentang pegunjung cafe, biasanya gadis itu selalu cuek. Apalagi itu Laluna, perempuan itu kan memang selalu ada di cafe ini hampir setiap harinya seperti Satala.
Tala mengikuti arah pandang Laluna,, sebenarnya apa yang perempuan itu lihat sampai betah tanpa beranjak.
Edoo..
Jantung Tala berdetak lebih kencang.
Sorry for typo.
Luvv❤

KAMU SEDANG MEMBACA
Fri&s
NouvellesPertemanan antara laki laki dan perempuan akan berhasil, jika keduanya tidak pernah memandang satu sama lain sebagai lawan jenis. Tapi bagaimana jika Sitala berulah dengan memandang Edo seperti itu? Sampai rasa yang tak boleh ada muncul, dan rahasia...