Sembilan

2.4K 118 15
                                    

"Menurut kamu, kenapa orang bisa selingkuh ya, Rik?"

"Kenapa? Kamu mau selingkuh?"

Satala berdecak. Kelas belum di mulai, masih ada sekitar 15 menit lagi, tapi mereka sudah masuk ke dalam kelas. Satala merebahkan kepalanya di atas meja, lalu menatap Rika meminta jawaban tanpa harus mengulang pertanyaan.

"Ya nggak tau lah, kan aku nggak pernah selingkuh." jawab Rika akhirnya.

Sebenarnya tidak ada kata yang pas kenapa orang bisa berselingkuh dari pasanganya, Rika sendiri tidak bisa menjabarkan secara harafiah kenapa orang selingkuh. Terkadang, mereka yang melakukan tindak perselingkuhan pun tidak paham kenapa mereka harus berselingkuh ketika pasangan mereka nyaris sempurna.

Ada yang bilang bosan, butuh rotasi, padahal itu karna mereka kerap mengugulkan kesalahan pasangan dalam berinteraksi. Ada pula yang iseng, dan parahnya kerap berlaku biasa saja seperti tidak terjadi apapun terhadap pasangan. Dan mungkin yang paling menyakitkan adalah mencari kesempurnaan, nyatanya apa yang mereka dapat dari selingkuhan tidak lebih dari 10 persen dari pasangan asli.

Selingkuh adalah sebuah penyakit, yang mana dokter atau orang pintar seluruh dunia sepakat jika kematian adalah obat paling mujarab.

"Jadi harus selingkuh dulu baru tau kenapa orang selingkuh?"

"Bukan begitu, Tala." Rika mengatur posisi duduknya sampai menghadap Satala sepenuhnya. "Kamu nggak harus menyayat tanganmu untuk tau luka itu sakit."

"Maksutnya?"

"Maksutnya selingkuh itu nggak bener, dan nggak ada alasan apapun untuk membenarkan. Sekalipun kamu bermasalah sama pasanganmu bahkan berniat mengakhiri hubungan kalian, selesaikan dulu, baru cari yang lain."

"Tapi, Rik. Kalau.."

"Udah, Stop!"

Satala mengerucutkan bibir ketika pertanyaannya di hentikan, padahal dia ingin bertanya kalau kasus seperti Edo itu bagaimana. Tenang, Satala tidak berniat mengatakan itu Edo, hanya saja Satala benar benar ingin tau alasan lain.

"Udah dibilang nggak ada pembenaran. Lagian kenapa sih tanya-tanya selingkuh? memang kamu mau selingkuh? Pacar aja nggak punya." Rika memutar badanya menghadap ke depan, tapi tidak lama dia kembali menatap Satala. "Atau jangan jangan kamu jadi selingkuhan sekarang?"

"Ihh, nggak ya!" Satala hampir memekik jika tidak melihat dosen masuk ke dalam kelas, matanya menatap Rika tajam. Enak saja dia di tuduh selingkuhan, mana paten. "Orang bukan aku, tapi temen."

Rika mencibir. "Temenmu itu cuma aku sama Edo, aku udah nggak mungkin, Edo apa lagi, udah pasti kamu cerita tentang diri kamu."

Ingin rasanya Satala berteriak jika ini adalah cerita Edo, dan bahkan mereka sudah pernah bertemu orang jahat yang menjadikan Edo selingkuhan. Tapi sayangnya, Tala telan semuanya, dia tidak ingin membuat gaduh selagi dosen tengah mengajar, juga tidak mungkin dirinya meluapkan kejelekan Edo pada siapupun.

Setelah kelas usai, Satala langsung meluncur ke bengkel Edo, tapi bukan ingin bertemu cowok itu, melainkan ingin terjun ke lapangan secara langsung. Tala ingin melihat seperti apa Laluna sebenarnya, dalam artian apa yang bisa membuat Edo menyukai perempuan bersuami itu. Edo sendiri masih ada kelas sampai sore nanti, Tala sudah menghubunginya tadi. Jadi Edo akan ke bengkel seusai kuliah, berarti masih ada sekitr 3 jam untuk Satala mengamati Laluna.

Dari balik baju-baju yang di gantung, Satala memperhatikan Laluna yang terlihat sibuk di meja kasir, sesekali perempuan itu juga mengangkat panggilan. Sepertinya tidak ada yang spesial, lalu apa yang membuat Edo menyukai perempuan itu?

Apa Satala harus mendekat dan bertanya langsung pada perempuan itu?
"Hei, kelebihanmu apa?" tidak, itu bukan pertanyaan bagus. Mereka tidak dekat, juga akan terdengar canggung nantinya. Tapi jika tidak bertanya apa mungkin dia tau kelebihan perempuan itu.

Setidaknya pengenalan dulu, Tala harus mengenal perempuan itu agar dirinya tau apa kelebihan Laluna sampai Edo mau menjadi selingkuhanya.

Dan, bagaimana cara berkenalan?

Mendadak Satala lupa segala hal.

"Hei, kamu selingkuh sama Edo, ya?" Astaga! Ini apa sih? Satala rasanya puyeng karna kepalanya hanya berisi pertanyaan pertanyaan konyol.

"Pilihan yang bagus."

Satala berjingkat ketika orang yang akan dia tanyai sudah berdiri di belakangnya.

"Oh, ehm.." Satala kebingungan memilih kata.

Laluna menunjuk baju yang ada di tangan Satala, membuat gadis itu tersadar.

"Oh, ini.." Satala tertawa canggung. "Di bungkus ya." akhirnya dia menyerahkan baju yang entah sejak kapan ada di tanganya pada Laluna.

"Nggak mau di coba dulu?"

Satala menggeleng, karna sebenarnya dia ingin segera pergi. Tidak mungkin dia tetep berada di situ dengan keadaan yang sudah err..

"Ada lagi?" tanya Laluna dengan memasukan baju pilihan Satala pada kantung kertas.

Satala memerhatikan Laluna, lalu mengeleng. Jika di lihat dalam keadaan dekat seperti ini, Laluna adalah perempuan yang cantik dan anggun, tutur katanya juga lembut. Pantas saja Edo menyukainya.
Berbanding terbalik denganya, Laluna tentu memiliki kepiawaian mengaet lawan bicaranya.

"Satala.."

"Iya."

Tunggu, perempuan itu tau namanya? Ah, mereka pernah berkenalan dulu, saat Edo membelikan Satala baju untuk hadiah ulang tahun cewek itu, tapi Satala tidak mengira Laluna masih mengingat namanya.

"Ada apa, ya?" tanya Satala ketika Laluna hanya diam memperhatikanya.

"Bisa bicara?"

Satala mendelik. Ha? Ini dia tidak ketahuan kan?

"Maksutnya ngobrol." Laluna memperbaiki ucapan dengan cepat. Wajahnya tersenyum, menandakan jika tidak berniat lain. "Kalau kamu mau."

Satala sedikit dilema, tapi tidak lama kepalanya mengangguk.



Sorry for typo

Luvv❤❤

Fri&sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang