Delapan

1.4K 97 4
                                    

Satala mengelus dadanya penuh syukur. Beberapa menit lalu mereka sudah sampai, dengan Satala yang masih merasa gemetar hingga sekarang. Bayangkan, perjalanan yang biasanya memakan waktu 10 sampai 15 menit, kini hanya 5 detik. Edo memang benar-benar gila. Satala bahkan sampai memeluk lelaki itu erat-erat karna takut terhempas oleh angin.

"Aku nggak mau lagi naik motor." ujar Satala setelah menengguk air yang Edo bawakan untuknya.

"Kenapa?" tanya Edo. Cowok itu terlihat biasa dan tidak ada raut penyesalan, padahal beberapa menit lalu Satala merasa mati dibuatnya.

"Lihat ini." Tala menujukkan tanganya yang masih gemetar. "Aku belum nikah Edo, belum pernah juga ciuman, masak udah mau kamu buat mati aja."

Edo terkekeh dan menjetikan jarinya pada kening Satala sampai gadis itu memekik kesakitan. "Mangkanya cari pacar yang bener."

"Apa? Orang yang di sukain aja nggak peka."

"Halah, yang kemarin gimana? Memang itu bukan ciuman."

Satala mendengus saat Edo menyidir kejadi beberapa hari lalu saat dirinya bersama Devon. "Bukan ya! Aku nggak suka, berati itu bukan ciuman."

"Terus sukanya yang gimana?"

Satala terkesip ketika Edo begitu dekat denganya, dia menatap bergantian atara bibir Edo dan jakun cowok itu yang naik turun.

"Ihh, apaan sih, jauhan!" Tala mendorong Edo menjauh, wajahnya memerah malu.

Edo pun sama, dia merasa telah melakukan hal yang berlebihan. Tidak seharusnya posisi mereka terlalu dekat, itu menimbulkan rasa aneh pada dirinya.

"Pulang sana." usir Edo dengan membereskan bekas gelas yang Satala pakai tadi.

"Aku mau nginep di sini." Satala rebah di atas sofa tanpa permisi, sebelumnya dia sudah melemparkan tasnya entah kemana.

"Nggak, nggak. Nanti Om sama Tante cari."

"Mama Papa pergi."

"Lagi?"

Satala mengangguk membenarkan. Papa dan Mamanya adalah pasangan tidak terpisahkan, dalam artian kemanapun Papanya pergi Mamanya pasti ikut. Dan sebaliknya, semua itu sudah terjadi sejak dulu. Saat kecil Satala masih kerap ikut, tapi seiring waktu dia merasa bosan. Apalagi kedua orang tuanya pergi bukan untuk bersenang senang, melaikan bekerja, jadi ikut tidak ikut dirinya bukan sebuah masalah. Mungkin itu juga bisa menjadi alasan kenapa dia memaksa berteman dengan Edo, karna kehadiran cowok itu di sebelah rumahnya membuat Satala merasa memiliki saudara dan tidak perlu lagi ikut kedua orang tuanya. Apalagi Kakek Edo itu sangat baik dan pintar memasak, jadi Tala yang tinggal di rumah dengan Nannynya ketika orang tuanya pergi untuk bekerja pun tidak merasa kesepian.

...

Satala mengelus perutnya yang kekenyangan. Malam ini mereka makan Ayam betutu lengkap dengan sambal matah dan tumis kangkung belacan hasil masakan Edo. Jangan bertanya kenapa Edo yang memasak, karna memang tugas cowok itu memasak. Jika Satala yang melakukan sudah pasti hasilnya tidak mungkin senikmat milik Edo, yang ada mereka hanya makan arang atau semur air laut. Itulah alasan kenapa Tuhan menciptakan Edo di sampingnya, karna selain cowok itu yang pintar segala galanya, Edo juga bisa apa saja. Dan tugas Satala adalah menikmati hasil dari kerja keras Edo. Serasi bukan?

Kakek Edo adalah mantan koki terkenal yang mewariskan bakatnya pada cucu satu satunya yaitu Edo, alasan kenapa Edo membangun Cafe di atasa bengkelnya. Selain karna dukungan dari Satala karna gadis itu doyan sekali makan, Edo juga bisa menyalurkan bakatnya yang lain dengan masakan.

"Seengaknya cuci tangan dulu." ujar Edo ketika Satala sudah akan meraih puding mangga yang dia sajikan.

Satala menyengir. Karna merasa antusias menikmati masakan Edo, dia sampai mengabaikan kebersihan tangannya.

"Wahh, enaknya." seru Satala ketika memasukan puding mangga yang lembut ke dalam mulutnya.

"Masih ada di kulkas."

Satala berbinar senang, lalu beranjak menuju kulkas. Itu adalah puding terenak yang pernah dia nikmati, jadi dia harus menikmati setidaknya 3 cup. Kan bisa mubazir juga seandainya Edo membuat banyak dan tidak sanggup menghabiskanya, lebih baik di sumbangkan padanya yang lambungnya masih kuat menampung.

"Hmm, Edo?" panggil Satala setelah melihat cukup banyak stok lauk di dalam kulkas.

"Ya." jawab Edo dengan memutar tubuhnya menghadap Tala yang masih berdiri di depan kulkas.

"Nggak jadi, deh." Satala berubah tidak bersemangat, bahkan dia mendadak merasa kenyang.

Melihat perubahan Satala, Edo mengerutkan kening curiga. "Nggak papa, habisin aja kalau kamu suka. Nanti aku buat lagi."

Satala menggeleng. Edo pasti menyangka dirinya berubah tidak semangat karna hanya tersisa dua cup puding di dalam kulkas, padahal Tala memikirkan hal lain. Dia sebenarnya ingin bertanya apa Edo memasak untuk Laluna juga, seperti memasak untuknya tadi? Atau Laluna lah yang memasak untuk cowok itu hingga banyak makanan siap santap di kulkas.

Tiba-tiba Satala merasa menyesal tidak bisa memasak. Jika dia sedikit memiliki kemampuan itu, sudah pasti makan malam tadi dia yang memasak, setidaknya dia bisa mencuri hati Edo mengunakan indera perasanya.

"Mau ke mana?" tanya Edo saat Staala mengemasi barangnya.

"Pulang."

Perasaan Edo memjadi tidak nyaman, apa dia membuat kesalahan? Tadi gadis itu memaksa menginap, lalu mendadak berubah tidak bersemangat dan ingin pulang.

"Nggak jadi nginap?"

Satala menggeleng, lalu membuka pintu dan pergi begitu saja. Belum apa-apa saja dia sudah over thinking, bagaiamana kedepanya nanti?


Sorry for typo

Luvv❤❤

Fri&sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang