(Chapter ini sudah tersedia versi booknya)
"Wahai cermin ajaib, wajah cermin ajaib!" (Nama) memanggil ruh dalam bingkai cermin berulik akrilik serba emas. Bayangannya terpantul di cermin itu, ia mengenakan gaun victoria berkerah sabrina, bulu-bulu gagak hitam menghiasi tiap tepalnya, juga ia melapisi diri dengan jubah beledu berbordir beads embroidery berupa berlian hitam—berlian bertingkat inklusi paling tinggi sebentuk kristal vivid mengkilap.
"Ya, Ratuku?" Jawab sang cermin ajaib, Supra.
"Siapakah wanita tercantik di negri ini?!" Tanya (Nama).
Mata Supra berkilau, bumbungan cahaya mengitari sosoknya di dalam cermin itu, ia menerawang jauh, mencari di tiap sudut desa di penjuru negri, hingga mengindera tiap wanita di ibu kota.
"Wahai ratu, engkaulah yang tercantik." Ujar Supra.
"HAHAHAHAHHAAHAHAH!!" (Nama) tertawa terbahak, diikuti oleh pecutan petir di langit malam yang menggelegar bagai sentakan kemarahan para dewa. "AKU MEMANG YANG TERCANTIK. HAHAHAHA!"
"Apa raja baru saja meninggal, Ratu?" Supra mengalihkan pembicaraan pada topik sensitif itu. Selain menjadi orang yang ditanya-tanyai 'Siapa-Wanita-Paling-Cantik-Di-Negri-Ini', Supra juga berprofesi sebagai ahli strategi Ratu Jahat ini. Meskipun ia melakoninya tanpa digaji; justru Supra diancam akan dipecahkan apabila tidak menurut kepada sang Ratu.
(Nama) tertawa lagi, "Ya. Aku berhasil menyingkirkannya. Tapi sayangnya, dia meninggalkan seorang anak perempuan."
"Hati-hati." Ujar Supra cepat. "Dia bisa menjadi ahli waris. Karena dia keturunan langsung dari raja ... sedangkan kamu putri angkatnya."
"Akulah yang berkuasa, dan akan tetap begitu selama-lamanya."
-
(Nama) menari-nari dengan gaun hitamnya, menyenandungkan kidung revolusi negrinya seraya melukiskan gerakan asal-asal di peraduan paling tinggi di kastel batu itu.
Sebetulnya, (Nama) agak kesal. Putri Salju—julukan yang diberikan rakyat kerajaan pada saudari angkatnya yakni Yaya—berbuat onar lagi. Yaya membantu para warga bertani, karena ini sedang musim panen. Gadis itu begitu disenangi penduduk, ia dermawan, ia cantik, rendah hati, memperoleh pinangan dari berbagai pangeran dari negri-negri lain di kontinen dan juga suka menolong tanpa pamrih.
Masalahnya, itu malah menjadikan citra diri (Nama) semakin buruk. Rakyatnya kian saja menyukai Yaya, dan menghujat (Nama) karena (Nama) tidak egaliter. Sebagai ratu dari Kerajaan Pulau Rintis, (Nama) belum mengikuti satu pun kegiatan amal, atau mencetuskan ultimatum yang membahagiakan rakyatnya; penurunan pajak, misalnya, atau pemutasian para duke problematik.
(Nama) terlalu sibuk mengurung diri di kastelnya, mengaggumi apa yang telah ia dapatkan dari kematian ayah angkatnya. Ia tidak lagi hidup sebagai budak belian, ia memiliki kebebasannya sendiri. Ia memimpin Kerajaan, mengendalikannya seperti bermain monopoli single player. Ia bersolek dengan gaun-gaun french farthingale yang bagian torsonya dibuat lebih ketat dan mengikuti lekuk tubuh, dihiasi berbagai manik-manik batu mulia serta renda-renda dan perhiasan emas—ia amat menikmati kesenangan semacam itu.
(Nama) tinggal di bangunan yang terlindung dari segala jenis cuaca, ia mendekam disana sambil mempercantik diri dengan mandi di kolam susu, membaca buku ilmu hitam terlarang, dan mencintai dirinya sendiri sambil menatap bayangannya di cermin. Menjadi ratu ... karena usianya lebih tua dari putri kandung Raja, Yaya.
Dan karena (Nama) kesal, (Nama) mengurung Yaya di menara, tak membiarkannya dengan bebas keluar masuk lingkungan istana dan menyebarkan lebih banyak kebencian rakyat terhadap dirinya; meskipun Yaya tidak bermaksud menjelek-jelekkan (Nama), tapi opini publik dapat mengancam kedudukannya saat ini. (Nama) takut dilengserkan, atau dipenggal lehernya karena kemarahan rakyat yang memuncak karena sokongan emosi dan sentuhan-sentuhan kecil dari para aristokrat pembelot pendukung Yaya.