United Kingdoms, 1918
Selepas perang dunia pertama, atau Armistice Day, kurva ekonomi Inggris melonjak naik. (Nama) beruntung ia diadopsi oleh keluarga bangsawan pebisnis di Hull.
(Nama) terlahir pintar. Dan karena itulah, ia merasa ia pantas untuk terpilih sebagai anak asuh keluarga kaya.
Sepasang suami istri bernama Sai dan Shielda mengangkatnya menjadi anak mereka, bahkan menjanjikan (Nama) setengah dari puluhan hektar tanah jajahan mereka di penggalian harta Agra.
"Nak. Ini rumah kita. Dan ini, Thorn, kakakmu." Shielda memperkenalkan.
Thorn terlihat nyaris sepantaran dengan (Nama). Dari caranya mendadah, (Nama) dapat mengenali kurang lebih seperti apa tabiatnya.
Shielda meninggalkan (Nama) berbincang dengan Thorn. (Nama) tahu kakak angkatnya mengemban tugas sebagai navigatornya di rumah super mewah ini. (Nama) tak tahu pasti dimana dia berada. Tapi (Nama) yakin rumahnya terletak di dekat Kingston upon Hull. Atau di Hull itu sendiri. Semacam kota pelabuhan di east Yorkshire. Sebab (Nama) sempat membaca nama daerahnya dari plang di tukang semir ketika ia mengintip dari kaca kereta kudanya.
"Namaku Thorn." Thorn menyalami (Nama). Pemuda bersih ini memiliki tangan selembut kelopak anggrek.
"(Nama)." (Nama) memperkenalkan diri.
"Ayah dan aku akan pergi ke kotamadya Bradford. Ayah ingin meninjau asahan senapannya di St George's Hall. Kamu mau ikut setelah beres-beres?" Tanyanya.
(Nama) tidak tahu seberapa jauh Bradford itu. Sebanyak apapun Thorn menyuguhkan detail, (Nama) tidak akan mengerti. (Nama) bukan berasal dari panti asuhan Inggris. (Nama) hanya mengetahui sedikit mengenai Inggris; serangan pesawat amfibi mereka, dan gempuran zeppelin semasa perang dunia satu dari tentara Inggris.
"Eh? Kamu tidak mengerti? Darimana kamu berasal?" Tanyanya lagi.
"Belanda." Ucap (Nama).
"Oh! Belanda." Thorn mengangguk.
Mustahil, pikir (Nama). (Nama) tidak mengerti kenapa kakak kencurnya mengetahui ... Belanda? (Nama) bertanya-tanya apakah bisnis Sai memiliki keterkaitan dengan kapal Belanda? Tampaknya tidak. Usaha Sai tak merambah ke sektor pelabuhan. Thorn berwawasan tinggi. Ia terpelajar. (Nama) memakluminya, namanya juga anak bangsawan.
"Nak." Sai, ayah baru (Nama), mengetuk pintu dan menyambut kedua anaknya. Ia lalu berjongkok di depan (Nama). "Kakek Retak'ka sedang sakit. Maaf, (Nama), Thorn, padahal aku menjanjikan liburan musim panas di London. Tapi, bisakah kalian ikut ke desa untuk menengok kakek?"
Kakek? (Nama) membatin. Ia belum pernah merasakan memiliki seorang kakek.
-
Keluarga ini cukup membingungkan, bagi (Nama) kecil. Kepala keluarganya ialah Reta'ka. Ia memiliki dua anak lainnya selain ayahnya, Sai. Anak pertama namanya Borara, dan istrinya namanya Kikita. Anak keduanya itu Adudu, beristri seorang wanita cuek bernama Ayuyu. Dan terakhir, ayah, dan ibu.
Paman Borara juga membawa anak-anaknya. Anaknya, bernama Halilintar dan Taufan. Sedangkan Paman Adudu juga begitu, anak mereka terdiri atas Gempa, Ice, Blaze dan Solar. Kesemuanya ialah sepupuh jauh (Nama).
Paman Borara mengelola biara Abingdon di kota pasar dan paroki sipil di daerah seremonial Oxfordshire. Ia juga memiliki pabrik senjata di pinggir sungai Thames. Paman Borara bercerita pada (Nama) bagaimana keadaan sungai Thames sekarang-sekarang ini; kelabu, dan daerah sekitarnya selalu berasap. Kota abu-abu itu tidak ramah perempuan. Seseorang selalu saja diculik dan dipekerjakan sebagai pekerja seks di White Chapell.