Mas Raden : Tanggungjawab

240 36 4
                                    





Janu kira, Raden hanya bercanda mengenai tanggungjawab yang pemuda itu sampaikan saat Janu masih terbaring di rumah sakit.

ternyata, pemuda itu benar-benar menepati ucapannya.

terbukti dengan Raden yang menemaninya tiga hari penuh saat Janu dirumah sakit. pemuda itu dengan santainya berkata bahwa akan menginap dirumah sakit, mengingat tidak adanya sanak saudara yang menemani Janu.

dan orangtua dari Raden menyetujuinya. bahkan keduanya juga selalu mengunjungi Janu setiap sore hari dengan membawa buah-buahan atau cake dari brand terkenal sebagai buah tangan.

bahkan, sampai hari kelima setelah insiden tabrakan itu, Raden masih terus melaksanakan tanggungjawabnya. pemuda itu akan datang setiap pagi sekali untuk mengantar sarapan dan makan siang ke kost-an Janu, lalu pergi berkerja dan kembali menjenguk Janu di sore hari sembari membawa makan malam dan buah-buahan segar.

seperti saat ini, Janu dan Raden sedang duduk berdua di meja makan yang ada di dapur kost-an. Raden yang sedang bergerak mengupas apel dan Janu yang melahap makan malamnya.

"emm.."

"hm? kamu butuh apa, nu?"

Janu menelan makanannya, lalu meletakkan sendok makannya.

"saya udah baikan, kok. mungkin besok saya bisa balik kerja. saya udah kelamaan bolos kerja, takutnya nanti boss cari orang baru. lagian kamu udah service-in motor saya. saya terimakasih banget, lho"

yang lebih tua terkekeh pelan kemudian mengangguk paham, "saya tau, kamu ga nyaman. tapi saya takut diamuk papi karena terkesan tidak bertanggungjawab" jawab pemuda berdarah chindo itu dengan tenang.

"tapi, saya mau kerja.."

"iya, bisa kerja. tapi saya antar-jemput, ya? motornya bakal saya ambil kalau jahitan di kepala kamu udah boleh dilepas"

dan Janu tidak bisa meresponnya selain dengan anggukkan. sebenarnya ia tidak risih, munafik jika Janu tidak menikmati fasilitas apa saja yang sudah diberikan oleh keluarga Raden.

mulai dari makanan yang enak dan bergizi tiap hari, pengecekan kesehatan dengan teratur dua hari sekali, motornya yang sudah di service, dan juga beberapa lembar uang yang sering Raden selipkan didalam plastik makanan yang ia bawa.

"yasudah, tolong besok anter ya jam setengah delapan ke restoran seafood depan pet shop"



-



"eh? sudah nunggu lama?"

Janu terkekeh kecil dan menggeleng, "belum ni, baru aja duduk abis ngunci pintu kost"

Raden hanya mengangguk kemudian menyerahkan helm yang sengaja ia bawa agar Janu lebih aman. perban pemuda itu sudah diganti dengan penutup luka yang lebih nyaman dan tidak mencolok, sehingga mempermudah pemuda itu dalam beraktifitas.

"kamu keren naik motor begini" puji Janu.

"biasa aja kali, nu. udah ayok, keburu telat kamu" ajak Raden setelah melihat jam tangannya.

"iya-iya, pelan aja ya. kepala saya kadang masih pusing gitu kalo kena getar sedikit sama lonjakan kecil"

"iya tenang aja, yang penting pegangan sini"

"e-eh!"

Janu membulatkan matanya kaget. Raden secara tiba-tiba menarik kedua tangannya untuk berpegangan pada Raden. wajah Janu memerah malu, entah apa yang ada dipikirannya itu.

"biar aman," celetuk Raden dengan kekehan sebelum menghidupkan mesin motor dan menjalankan motor sportnya.

si penumpang hanya bisa diam pasrah dengan posisi yang sebenarnya cukup tidak enak dilihat. tubuh yang membungkuk, pantat yang condong, dan pegangan eratnya pada jaket Raden.

setelah tujuh menit bertahan dengan posisi itu, akhirnya Janu dapat bernafas lega ketika melihat restoran tempat ia bekerja sudah didepan mata. pemuda itu melebarkan senyuman lalu melepas helm dari kepalanya perlahan.

"langsung mau masuk?"

"iyaaa takut telat. makas—"

"Janu?"

Janu yang merasa dipanggil langsung berbalik dan mendapati manager restoran tempatnya bekerja sedang berjalan kearahnya. wajah dari pria itu terlihat kurang bersahabat.

"ada apa ya pak?"

"Janu, maaf kamu sudah dipecat"

"l-loh pak?"

"kamu sudah hampir seminggu ga datang. saya sudah mencoba memberi pengertian ke bos, tetapi beliau tidak mau tau. mengingat karyawan kita ga terlalu banyak dan pengunjung makin ramai tiap harinya. bos sudah dapat pengganti kemarin dan itu artinya kamu sudah dipecat. dan ini—" pria berusia 52 tahun itu merogoh saku jasnya kemudian menyodorkan sebuah amplop

"p-pak ini serius?" tanya Janu dengan suara yang sedikit bergetar. kedua mata Janu melihat kearah restoran, dimana ada teman-teman seperjuangannya yang menatapnya sedih dan ada pula Malik, sahabatnya sejak sekolah menengah pertama kini tengah menahan tangisnya.

memang sedikit lebay, padahal mereka masih bisa bertemu di kost-an karena mereka tetangga kost. hanya saja hari-hari ia bekerja akan berbeda jika tidak ada Janu. Janu ibarat happy maker disana, yang selalu menghibur setiap karyawan yang kelelahan.

"maaf Janu, ini diluar kuasa saya. saya salut dengan kerja keras kamu selama ini, dan saya harap kamu bisa mendapat pekerjaan yang lebih baik dari ini mengingat betapa berkompeten-nya kamu dalam bekerja untuk seukuran lulusan SMA"

Raden melihat itu semua. rasa bersalah semakin memenuhi hatinya. andai saja saat itu ia berhati-hati, tidak akan terjadi hal seperti ini.

saat manager restoran tadi sudah pamit undur diri, Raden memberanikan diri untuk menepuk pundak Janu yang bergetar kecil. Janu yang melamun sembari menunduk pun berjengit kecil lalu mengusap kasar sudut matanya yang basah. dengan cepat ia berbalik kearah Raden dan tersenyum lebar.

"saya minta maaf.."

"ah, gapapa. santai aja, mungkin bukan rejeki saya. lagian nanti masih bisa cari lagi" potong Janu dengan senyum sendu. matanya sesekali masih melirik restoran tempat ia bekerja sejak lulus SMA, yang terhitung berarti sudah empat tahun ia bekerja disitu. banyak kenangan yang tertinggal disana.

menghadapi banyak karakter konsumen, bekerja dengan beberapa orang yang berbeda-beda karena banyak karyawan yang keluar dan masuk, dan tentunya kenangan dimana Janu menjadi karyawan termuda pertama disana. sampai pada akhirnya restoran yang dulunya merupakan restoran kecil, kini sudah berkembang menjadi restoran seafood terbesar di daerah tersebut dan memperkerjakan orang-orang profesional. sudah tidak diisi lagi dengan bapak-bapak atau ibu-ibu sebagai karyawan, tetapi sudah berganti dengan muda-mudi yang lebih berpengalaman dalam bidangnya.

yang awalnya Janu adalah karyawan termuda, menjadi karyawan paling tua.

airmata berkumpul di pelupuk mata Janu. namun ia rasa, tidak ada gunanya menangisi hal yang sudah terjadi. ia memilih untuk mengusap kembali kedua matanya kemudian tersenyum lebar hingga menimbulkan dua lubang cacat di kedua pipinya.

Raden sendiri hanya bisa terdiam sembari melihat perubahan ekspresi dari Janu. manusia di depannya terlihat sedikit menggemaskan? entahlah, senyumnya terlihat lebih baik dari senyum sendunya tadi.

"kamu saya antar pulang ya? nanti sore jam 6 saya jemput. kita makan di angkringan langganan saya, gimana?"

Janu menatap Raden kemudian mengangguk. tak lupa dengan senyum dan ucapan terimakasih untuk Raden yang sepertinya sedang berusaha untuk menghiburnya.

yang lebih tua pun terkekeh lalu memberikan helm untuk Janu pakai.

"kamu lebih keliatan oke kalau senyum,"

kedua pipi Janu merona malu. dan tawa Raden keluar tanpa ragu.









uwuwuwu

aku maw pacar kaya Raden plsss 😭🤏🏻btw lanjut tida gais??

Mas Raden 'renjae' Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang