Mas Raden : Pesona

190 31 2
                                    






jam dinding kost-an sudah menunjukkan pukul 17.35. entah sudah kali keberapa Janu melirik kesana sejak tiga jam yang lalu. pemuda itu sudah bersiap dengan sweater cokelat muda dan celana hitam panjangnya.

"hmm, tinggal dua puluh lima menit lagi, mas Raden sampe" monolog Janu sembari mempersiapkan penampilan dan mengecek dompetnya yang berisi beberapa lembar uang. setelah ia menerima pesangon dari manager di tempatnya bekerja, sesampainya di kost-an langsung ia bagi per-kebutuhannya. mulai dari bayar kost, uang bensin, dan biaya makan selama satu bulan kedepan.

rencananya, besok ia akan mencoba untuk mencari pekerjaan setelah mengambil motor dari bengkel. Janu sempat berdebat sebentar dengan Raden perihal keinginan Janu untuk bekerja. awalnya Raden melarang karena Janu belum sembuh total, namun karena kekuatan wajah memelas Janu akhirnya Raden mengizinkannya.

tak terasa kegiatan melamunnya membawa Janu hanyut hingga jam menunjukkan waktu yang sudah dijanjikan oleh Raden sebelumnya. deru mesin motor sport Raden sudah terdengar dari kejauhan. Janu yang menyadari hal itu langsung bangkit dari duduknya, mengantongi dompetnya, dan tidak lupa membawa ponselnya. setelahnya mengunci pintu kamar kostnya dan memakai sandal kokop bewarna navy favoritnya.

"hei, maaf lama"

"i-ya, eh?"

kedua mata Janu mengerjap pelan. matanya memindai penampilan pemuda didepannya dengan teliti. mulai dari rambut yang disisir kebelakang hingga menampilkan jidatnya, kaos hitam oblong-yang Janu yakini harganya tidak masuk akal, celana pendek selutut bewarna mocca dan sandal kokop hitam.

ya, sandal kokop sedang trend.

lupakan sandal tersebut. kembali lagi dengan Janu yang terbengong didepan Raden yang menatap bingung kearah Janu.

"hei?" Raden melambaikan tangannya didepan Janu.

Janu seketika tersadar dan gelagapan karena ketahuan memandangi yang lebih tua. wajahnya yang memerah mengundang tawa dari Raden.

"udah, ayo keburu abis nasi kucingnya"

-

"loh, ini mah angkringan favorit saya juga!"

Raden menggeleng pelan dan hanya merespon dengan anggukan saat Janu dengan wajah yang sumringah memasuki angkringan tenda pinggir jalan. walaupun hanya angkringan, namun banyak sekali orang yang datang untuk sekedar mencari wedang jahe atau beberapa bungkus nasi kucing dan gorengan hangat.

"penuh, ya?"

pertanyaan Raden diangguki dengan lemas dari Janu, "iya.. harusnya kita datengnya jam setengah lima tadi"

"maaf ya, tadi saya ada meeting sama klien" Janu yang mendengar permintaan maaf tersebut sontak saja menggeleng kencang.

"bukan salah kamu, emang kita aja yang belum beruntung. ayo blusukan, semoga masih kebagian" ajak Janu sembari menarik pergelangan tangan Raden.

"pak'e! nasi kucing e dua sama jeruk panas satu!-"seru Janu lalu menoleh kearah Raden, "-mas Raden mau apa?"

Raden terdiam sebentar, kemudian tersenyum tipis.

"kaya biasa ya pak!"

"siap mas Raden, mas Janu. nanti dianterin mbak Ratih ya"

-

"oh iya Janu, kamu jadi cari kerja besok?"

Janu mengunyah nasi kucingnya dan menggangguk cepat sebagai respon. mulutnya sedang penuh dengan nasi dan gorengan, pastinya akan sangat tidak sopan berbicara menggunakan bibir yang penuh dengan nasi.

Raden mengerjap pelan dan terkekeh canggung. mendadak wajahnya sedikit memerah setelah melihat tingkah lucu Janu yang duduk di sampingnya.

"ekhem, menurut kamu, kamu punya kelebihan apa?" tanya Raden sambil meletakkan gelas es jeruknya dan merapikan bekas makannya ke tengah-tengah meja.

"emm-" Janu menelan makanannya kemudian meletakkan piring yang berisi empat bungkus nasi kucing ke tengah meja. "-saya gatau. tapi saya kalo belajar dulu, pasti nanti bisa. dulu saya kerja di resto juga awalnya gatau harus ngapain. tapi akhirnya bisa masak, bisa jadi waitress, bisa bersih-bersih, buat pembukuan keuangan. jadi nanti mau cari kerjaan yang ada training-nya dulu biar bisa belajar"

"kamu banyak bisanya, ya" puji Raden dan dihadiahi kekehan malu dari Janu, "biasa aja. kan dari belajar dulu" timpal Janu sembari menyedot jeruk panasnya yang kini sudah berubah suhu menjadi hangat.

Raden mengulum bibirnya, kemudian mengubah posisi duduknya menjadi menghadap kearah Janu.

"gimana kalo kamu jadi asisten saya? saya selama ini bergantung dengan sekretaris dalam beberapa hal pekerjaan dan saya rasa itu cukup membebankan dia. jadi saya mau cari asisten pribadi"

Janu menoleh, "heumm, boleh juga. tapi, saya cuma lulusan SMA" ujar Janu sambil menggaruk lehernya yang tidak gatal.

Raden terkekeh.

"masalahnya apa? nanti bisa belajar dulu sama saya. dalam masa belajar nanti, saya akan tetap gaji kamu dengan gaji karyawan tetap"

kedua mata Janu membola, ia bahkan sampai tersedak minumannya.

"h-hah? t-ta-tapi kan saya..-"

"saya merasa bersalah karena kamu harus kehilangan pekerjaan kamu, Janu. anggap saja kita saling bantu, kamu butuh pekerjaan, dan saya butuh asisten. gimana?"

Janu terdiam sesaat sembari melirik kearah Raden yang masih menatapnya dengan tatapan teduhnya. ia sedikit mempertimbangkan hal-hal yang ditawarkan.

"emm, saya coba dulu ya"

senyuman lebar terbit di bibir tipis Raden. pemuda itu mengangguk, kemudian menjabat tangan Janu sebagai tanda bahwa mereka berdua menyetujui kesepakatan ini.

"habis ini ikut saya untuk cari baju yang cocok buat kamu besok"

dan lagi-lagi, Janu hanya bisa mengangguk dan tersenyum tipis.













vote dong gais, lemes capek ngetik ga di vote 😞

Mas Raden 'renjae' Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang