Mas Raden : Loser

158 33 16
                                    

"mhhmm, mami suka masakan Janu. khas banget, rasanya enak. iganya juga lembut, engga alot. cocok banget nanti buat mas Raden yang sukanya maem diluar"

Janu yang mendengar hal itu tersenyum lalu menundukkan kepalanya. menyembunyikan rona merah dan lesung pipinya yang menggemaskan dari pandangan tiga pasang mata.

"kalo masakannya enak begini, Raden juga betah dirumah mi. masakannya lebih enak dari resto diluar, ya ga pi? papi kan juga sering makan di resto" ujar Raden yang diiyakan oleh sang papi.

"betul, papi ada resto langganan. disana makanannya yang paling enak menurut papi, tapi sekarang ada Janu yang masak lebih enak. papi setuju kalo secepatnya kalian menikah"

uhuk! uhuk!

"e-eh! minum dek"

Raden menyodorkan gelas berisi air putih, lalu membantu Janu meminum isinya. wajah Janu terlihat lebih memerah-bukan karena malu lagi-merasakan perih di tenggorokannya. wajar saja, ia memakan sup iganya dengan sambal tomat buatannya.

kedua orang tua Raden langsung beradu tatap. sang mami yang menatap tajam suami, dan sang papi yang menatap takut istrinya. yaaa, papi ini tipikal suami takut istri.

"udah enakan?"

"u-udah mas, ehehe. maaf ya pi, mi.." ucap Janu sembari menundukkan kepalanya sebagai tanda permintaan maaf karena bertingkah tidak sopan di meja makan.

"oh, gapapa nak Janu. kalau belum siap jadi istri mas Raden juga gapapa"

Janu mengerjapkan matanya lalu menggeleng, "maksud saya minta maaf karena tidak sopan, bukan karena belum siap... ehh?"

jemari lentik Janu menutup bibirnya sendiri. terkejut dengan apa yang baru saja ia ucapkan.

Raden sendiri sudah senyam-senyum sendiri melihat tingkah menggemaskan Janu. bahkan kedua orangtuanya pun tak beda jauh dengannya. ketiganya menatap gemas Janu yang sedang kelimpungan untuk menjelaskan maksudnya.

"m-maksud saya, anu.. tadi minta maafnya karena tidak sopan, tapi buat siap belumnya... saya memang belum siap.." jelas Janu dengan nada lirih diakhirannya. kepalanya mendongak sedikit, dan dapat ia lihat bahwa ketiga orang di dekatnya itu tidak masalah dengan jawaban yang ia berikan.

"ya gapapa dek, kan kita masih baru juga. kita juga masih muda kan? papi mami cuma takut kamu diambil orang aja. mas juga takut sih"

Janu terkekeh geli.

"takut kenapa? Janu diterima disini aja udah seneng. kalau mau pindah ke lain hati juga harus pikir seratus sampe ribuan kali. mas sama mami papi udah baik banget sama Janu. tapi bukan berarti Janu jalin hubungan sama mas Raden karena hutang budi yaa, Janu beneran sayang kok sama mas Raden, ehehehe"

duh, kalau tidak ada kedua orangtuanya, mungkin Janu sudah habis ia ciumi sampai pingsan. lihat saja rona merah yang menghiasi pipi hingga telinga, tidak lupa lesung pipi yang dalam itu. membuat pemuda dua puluh tiga tahun itu nampak seperti anak kecil.

"aduh, bucinnya"

"iya ya mi, kita mah nyamuk aja"

....

Janu memejamkan matanya. menikmati kasur empuk milik Raden yang berukuran king size. sangat luas jika hanya dipakai Raden sendiri, bahkan Janu yakin jika ia pakai untuk tidur bersama Raden masih tersisa banyak space disitu.

"mas mandi dulu ya, kamu tiduran dulu aja. kalau mau ganti baju, ambil di lemari mas"

suara baritone sang kekasih menyapa pendengarannya. Janu membuka matanya sedikit, lalu mengangguk pelan. "okey mas, nanti Janu pinjem bajunya ya, sumpek pakai celana panjang begini hmm" gumam Janu tanpa bergerak sedikitpun. Raden hanya menggeleng lalu beranjak masuk ke kamar mandi.

Mas Raden 'renjae' Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang