CHAPTER 2 : KEJUTAN

94 26 5
                                    

Spanyol, Tiga Bulan Sebelumnya

            Pertemuan terakhir dengan Klaus sebulan yang lalu masih sedikit menyisakan perasaan kesal dalam hatinya. Tidak biasanya dia kesal dengan laki-laki sampai selama ini, apalagi orang ini adalah saudaranya sendiri. Kalau dipikir-pikir, itu karena perkataan Klaus. Mendengus, sejak dulu Klaus memang suka asal bicara. Tak ayal dia sering memicu pertengkaran didalam keluarganya sendiri.

            Sebelum merasa lebih kesal lagi, Josette cepat-cepat mandi untuk pergi jalan-jalan. Dua jam lagi dia akan pergi bersama rombongan tur untuk melihat tempat-tempat bersejarah di Spanyol.

            Josette bersemangat selama dalam kegiatan itu dan begitu kembali, dia merasa muram lagi. Tempat-tempat yang dikunjunginya tadi mengingatkan soal cerita Caleb serta betapa inginnya dia mendatangi tempat tersebut. Mengingat Caleb hanya membuatnya sedih dan Josette tidak menginginkan itu. Dia ingin mengenang laki-laki itu sebagai sebuah kebahagian yang pernah dimilikinya dan itu sangatlah berharga.

            Jadi, sebelum malamnya berubah jadi melodrama sedih, Josette masuk ke dalam bar. Seorang pria menyapanya dengan sopan lantas mengajaknya berbincang. Sebagai sesama turis, perbincangan saat itu cukup menyenangkan hingga Josette lupa akan kesedihannya.

            “Little Josette,” ucap Klaus. Dengan raut tanpa bersalah sebelah tangannya mendorong jauh laki-laki asing yang sedang minum bersama dengan wanita itu.

            Laki-laki itu tidak terima dengan perlakuan Klaus, memaki-makinya dengan bahasa Perancis yang tidak dimengerti Klaus. Dia sudah beranjak untuk mematahkan leher laki-laki itu, tapi Josette segera menangkap lengannya, dengan tatapan memohon wanita itu menggeleng agar Klaus tidak membunuhnya.

            “Well, well... biasanya aku tidak pernah memberi pengampunan. Dilihat dari tatapanmu, aku mengalah,” kata Klaus sambil mengangkat kedua tangan. “Pergi. Sekarang.” Untuk mengusir orang itu Klaus menghipnotisnya.

            “Baiklah, sampai di mana kita tadi?” Suasana hati Klaus sudah kembali lagi, jiwa psikopatnya sudah tak tampak lagi.

            “Apa-apaan itu tadi, Klaus?”

            Dari tatapan Josette yang masih terlihat marah, membuat raut Klaus berubah, datar dan dingin. “Aku hanya menyingkirkan seorang pengganggu,” ucapnya cuek.

            “Kau menganggap semua orang seperti itu. Termasuk saudara-saudaramu yang lain,” ujar Josette tajam.

            Tatapan Klaus berubah dingin dan tajam, menandakan dia marah. “Aku tidak ingin membicarakan mereka.”

            “Oh, ya sudah. Kalau begitu aku pergi dulu.”

            “Tidak, tunggu.” Klaus menangkap pergelangan tangan Josette. Raut wajahnya masih tampak datar. Sejenak dia ingin membiarkan wanita itu pergi. Hingga tanpa sadar dia memegang tangan Josette terlalu lama. “Minumlah sebentar denganku, Josette,” ucapnya pelan.

            Nada suara Klaus membuatnya luluh. Dengan kasar dia kembali duduk, mendapati senyum kecil di wajah Klaus. “Dengar, aku sedang tidak dalam suasana hati yang baik. Kalau kau—”

THE PURE BLOODTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang