V

2.5K 312 19
                                    

RESTAURAND RB.

Disalah satu Restaurand milik Jennie, mereka sedang makan malam sekalian dengan makan siang yang sungguh telat karena sesi gila itu.

Semua makanan mewah dan mahal sudah tersaji indah di depan Lisa. Dia masih saja menatap menu makanan yang sangat asing di depannya. Bagaimana mungkin porsi yang hanya segumpal bisa seharga 4juta rupiah? Juga, bentuknya sangat aneh. Pikir Lisa.

Jennie menatapnya dengan bingung karena sesekali kening Lisa mengerut saat melihat semua menu. "Apa yang salah Lili?" Tanya Jennie.

Lisa mengangkat pandangannya ke arah Jennie dan menjawab, "Nini, apakah kau tidak serakah jika makanan segumpal ini berharga jutaan? Bahkan saat makanan ini masuk ke dalam tubuh, tidak sampai menyentuh usus, piringnya sudah kosong. Apakah harus menghabiskan puluhan juta baru bisa kenyang?" Tanya Lisa dengan bodoh membuat Jennie tertawa.

"Itu yang disebut nilai Lili. Semakin kecil porsinya, akan semakin elegan. Cita rasanya juga meningkat. Kasarnya, restaurand bintang 7 hanya khusus untuk kalangan elit, karena memang tujuanku adalah mereka. Tapi aku tidak pernah menutup pintu bagi masyarakat biasa yang ingin makan disini, yang penting mereka bisa bayar. Makan saja Lili, aku yakin kau akan menyukai rasanya." Jawab Jennie dengan lembut.

Dan jawaban Jennie membuat Lisa sedikit tidak nyaman. Dia tidak pernah makan di tempat seperti ini selama hidupnya. "Nini, bisakah kita pergi dari sini? Aku tidak tahu bagaimana memotong daging ini dengan benar. Kau tahu jika aku hanya bisa menggunakan sumpit, daging ini lebih besar dari ukuran mulutku, tidak mungkin juga bagiku makan daging menggunakan sumpit. Lihatlah yang lain, tidak ada yang menggunakan sumpit disini, setidaknya itu yang aku lihat." Kata Lisa dengan memelas.

Dia tidak mau mempermalukan Jennie. Karena memang setiap pelanggan disana makan dengan elegan. Mulai dari cara mereka duduk, cara mereka memotong daging dan memasukan ke dalam mulut, bahkan cara mereka menguyah makanan terlihat sangat cocok dengan mereka. Sedangkan dia? Dia lebih suka makan menggunakan tangan.

Meskipun sedih, Jennie setuju. Karena dia mengerti kegelisahaannya. Mereka bersama-sama sejak kecil, dan pernah menjadi gelandangan, hanya bedanya Jennie belajar tapi Lisa tidak.

"Baiklah. Bagaimana kalau kita ke Apartemenku? Aku akan memasak untuk kita." Tawar Jennie.

"Ya tidak masalah Nini. Tapi nanti kita menepi di minimarket sebentar, aku beli roti untuk mengganjal perut dulu, aku sangat lapar." Jawab Lisa. Wajahnya lesu, bagaimana tidak, tenaga terkuras dengan perut yang kosong.

"Tidak perlu Lili. Di Apart ada roti dan salad buah. Ayo pergi, agar kau bisa makan lebih cepat." Jennie berdiri dari duduknya dan menarik tangan Lisa dengan lembut. Mereka pergi ke arah dapur untuk bertemu dengan koki sebentar.

Semua orang kerjanya yang melihat mereka, sangat terkejut. Ini pertama kalinya Jennie terlihat mesra dengan seorang pria di depan mereka. Mereka melihat Lisa dari ujung kepala sampai ujung kaki, yang mereka dapatkan adalah rasa kecewa karena mata mereka tidak bertemu dengan barang branded pada tubuh Lisa.

Hal itu membuat Lisa tidak nyaman tapi dia berusaha tenang agar tidak membuat Jennie malu. Selesai berbicara dengan koki, mereka kembali berjalan keluar untuk menuju mobil.

"Lili, apakah kau tidak bisa membawa mobil?" Tanya Jennie.

"Aku bisa tapi aku tidak memiliki SIM mengemudi Nini." Jawab Lisa.

"Besok aku akan meminta seseorang mengurusnya."

Kemudian Jennie berjalan menuju pintu pengemudi dan Lisa duduk di sampingnya. Setelah memasang sabuk pengaman, Jennie menjalankan mobilnya. Lisa yang mengeluarkan ponselnya menarik perhatian Jennie.

HOPELESS & HOPE (JENLISA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang